Cinta terhadap harta, kekayaan, atau uang adalah manusiawi.
Artinya, manusia di manapun dan
kapanpun selalu mencintai harta atau
uang. Bahkan persoalan sosial, politik, hukum dan lain-lain selalu terkait
dengan persoalan uang atau kekayaan ini. Beberapa orang bersatu hanya oleh karena
didorong untuk mendapatkan uang bersama-sama.
Begitu pula sebaliknya, konflik dan bahkan perang disebabkan,
di antaranya oleh perebutan uang.
Dengan uang, maka
kebutuhan seseorang akan
tercukupi, merasa derajat atau harkat dan martabatnya dihargai orang lain. Selain itu, dengan banyak uang,
-------lebih-lebih sekarang ini, siapapun bisa mendapatkan kedudukan yang
tinggi, pendidikan, kemewahan, dan bahkan keadilan tatkala sedang
membutuhkannya. Oleh karena itulah maka, uang dipandang segala-galanya dan
dikejar-kejar untuk diperebutkan.
Sedemikian cintanya terhadap harta, sehingga
untuk mendapatkannya, tidak
sedikit orang menempuh cara tidak benar,
misalnya lewat berbohong dan atau korupsi bagi mereka yang berkesempatan. Resiko
atas tindakannya itu, -------oleh
karena kecintaannya terhadap uang, tidak
pernah diperhitungkan. Mereka mengira, bahwa
kekuasaan atau posisi strategis
di yang diduduki tidak akan ada orang
yang berani menyentuhnya.
Anggapan tersebut ternyata keliru. Oleh karena terlalu
banyak uang yang dikorupsi dan diketahui oleh publik, maka yang bersangkutan ditangkap, diusut, dan akhirnya dipenjara. Tatkala sudah sampai
pada tahap ini, maka martabat seseorang sudah tidak ada harganya lagi.
Sehari-hari yang dihadapi adalah penyelidik yang berusaha menggali berbagai
kemungkinan penyimpangan yang telah dilakukannya.
Harkat dan martabat seseorang, oleh karena menjadi terdakwa,
seakan-akan lenyap. Orang akan menjadikannya sebagai bahan gunjingan, cemoohan
dan bahkan hujatan yang tidak putus-putusnya. Media massa seperti koran,
majalah, televisi dan lain-lain menyebarluaskan berita tentang kejahatan itu.
Jika sudah pada taraf itu, maka kesedihan tidak saja dirasakan oleh yang
bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga,
sahabat dan bahkan orang-orang yang kebetulan sekelompok atau
seorganisasi.
Nama-nama orang yang sekarang ini sehari-hari menjadi buah bibir masyarakat adalah
oleh karena yang bersangkutan korupsi milyaran rupiah. Hal itu merupakan contoh nyata, betapa sebenarnya uang dengan mudah merusak harkat dan martabat pemiliknya, manakala cara memperolehnya tidak
benar. Mungkin saja, andaikan mereka tahu dan sadar, bahwa tindakannya akan membawa nasib seperti itu, yang bersangkutan berpikir panjang melakukan kejahatan itu.
Uang ternyata tidak selalu membawa kebahagiaan sebagaimana
yang diduga oleh banyak orang. Manakala cara mendapatkannya tidak benar, -------lewat
korupsi misalnya, maka harta justru akan menjadikan pemiliknya
sengsara, dan bahkan harkat dan
martabatnya lenyap. Harta atau uang, jika cara mendapatkannya tidak benar,
justru menjadi kendaraan menuju
kesengsaraan.
Ajaran Islam mengingatkan kepada umatnya tentang darimana
harta itu diperoleh, untuk apa, dan apakah sudah dibersihkan dari hak-hak orang
lain. Uang memang bisa digunakan bekal meraih kebahagiaan, tetapi sebaliknya
jika salah menggunakannya maka akan
mengantarkan pemiliknya menemui
kesengsaraan dan kenistaan. Harkat dan martabat seseorang menjadi jatuh dan rusak oleh karena
cara mendapatkan uang tidak
benar. Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar