Di era demokrasi seperti sekarang ini yang
terasakan adalah adanya kebebasan yang seluas-luasnya bagi semua orang. Suasana bebas memang diperlukan bagi
semua orang untuk mengembangkan diri, menyatakan pendapat, mengekpresikan
kemauan dan pikiran-pikirannya. Dengan suasana sepertri itu, maka tidak ada
seseorang yang merasa tertekan dan apalagi diperlakukan
semena-mena oleh orang lain.
Akan tetapi ternyata, kebebasan pun harus
dibatasi oleh kebebasan orang lain. Kebebasan yang tidak terbatas ternyata juga
akan menganggu. Bayangkan saja, kalau misalnya seseorang secara bebas
menyalahkan orang lain tanpa alasan atau data pendukung yang kuat, seorang anak
sedemikian bebas menuntut orang tuanya untuk memenuhi kemauannya, murid terlalu
bebas menghujat gurunya, antar tetangga terlalu bebas melakukan kegiatan apa
saja sekalipun saling menggaggu dan seterusnya.
Apa yang terbayang dari dampak kebebasan itu, kini
sudah mulai dirasakan. Sehari-hari di mana-mana orang melakukan
demosntrasi yang tidak jarang diikuti perilaku anarkis, betrok
antar kampung, antar suku, antar elite, dan yang semua itu menjadi
tontonan yang tidak pernah henti. Saling
mengecam dan menghujat dianggap hal biasa. Hubungan antara yang muda dengan
yang tua, antara siswa dan guru, anak dan orang tua, rakyat dengan para
pemimpinnya sudah sedemikian bebasnya. Tampak sekali, nilai-nilai
ketimuran terkait dengan sopan santun, tenggang rasa, saling hormat
menghormati antar sesama, sudah semakin ditinggalkan.
Prinsip menegakkan hukum dan keadilan
dijalankan, tetapi ternyata yang terjadi justru sebaliknya. Orang
merasa diperlakukan tidak adil, diskriminatif, dikorbankan untuk menyelamatkan
orang lain, mengamankan lembaga atau institusi yang lebih besar dan seterusnya.
Akibat kebebasan itu, maka sehari-hari antar sesama saling menuduh,
menyalahkan, saling tidak mempercayai dan bahkan juga saling merekayasa
antar sesama demi mendapatkan keuntungan diri atau kelompoknya. Kehidupan
dalam masyarakat bagaikan di sebuah rimba, sehingga tidak ditemukan ketenteraman
dan kedamaian.
Islam memberikan konsep kehidupan yang
sedemikian indah dan mulia. Anak harus menghormati orang tua, dan
demikian pula orang tua mencintai anak-anaknya. Murid harus menghormati
guru, sementara guru harus memberikan tauladan dan ilmunya kepada para
murid-muridnya. Rakyat seharusnya mengikuti dan mencintai pemimpinnya.
Demikian pula, pemimpin harus amanah, jujur dan bertanggung jawab
untuk mensejahterakan rakyatnya. Antar sesama harus diwarnai oleh suasana
saling mengenal, memahami, menghormati, saling kasih mengasihi, dan bertolong
menolong. Selain itu, Islam mengajarkan agar fdalam kehidupan
bersama dikembangkan saling musyawarah dan saling mengingatkan antar sesama
tentang kesabaran dan kebenaran.
Susana indah seperti itulah yang diwariskan oleh Nabi
Muhammad dalam ajaran Islam, agar dijadikan pedoman bagi ummat
manusia. Suasana batin yang dipenuhi oleh suasana saling kasih sayang,
hormat menghormati, dan menunjung nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi,
maka tatkala orang lain merasa sedih akan ikut sedih, tatkala lainnya sakit
akan ikut sakit. Kehidupan
masyarakat hendaknya dibangun bagaikan tubuh yang satu atau bangunan yang
kokoh, antar bagian saling mengokohkan. Namun akhir-akhir ini banyak
orang menuntut kebebasan. Padahal kebebasan yang berlebihan ternyata justru
membuahkan harkat dan martabat manusia menjadi jatuh.
Mereka bergembira dan merasa puas tatkala melihat orang lain
susah dan bahkan kalau perlu dibikin susah. Orang juga tidak
merasa sedih tatkala melihat penjara penuh, dan bahkan tampak
bangga tatkala berhasil menambah gedung penjara yang baru, karena gedung
yang lama tidak mencukupi lagi. Tidak terbayang, bahwa tatkal seseorang
masuk penjara, betapa banyak orang yang merasa sedih, dongkol dan bahkan juga
dendam kesumat.
Kebebasan memang diperlukan. Akan tetapi kalau suasana
bebas itu berlebih-lebihan akan menjatuhkan harkat dan martabat kemanusiaan itu
sendiri. Orang akan saling menyalahkan, bermusuhan, berebut dan bahkan
juga konflik yang berkepanjangan. Bangsa
ini dibangun dengan cita-cita mulia, yaitu untuk mensejahterakan bagi seluruh
rakyatnya. Tujuan mulia itu tentu hanya akan bisa diraih melalui jalan yang
benar, lurus dan mulia. Islam adalah merupakan jalan lurus, penuh dengan
nilai-nilai mulia, seperti persaudaraan, saling kasih mengasihi, menghormati
antar sesama, dan tolong menolong. Umpama nilai-nilai mulia itu dipegangi dan
dijalankan, maka kebebasan yang sebenarnya, atau yang hakiki akan
berhasil diraih, tampa melahirkan resiko yang justru menghilangkan
nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya selalu dijaga bersama. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar