Kalau kita mencermati realitas masyarakat Muslim, kekayaan
yang menonjol pada saat sekarang ini adalah justru berupa problem yang
menghimpit mereka dan sangat sulit dipecahkan. Oleh karena itu, tatkala kita
mau berbicara perihal problem umat Islam, maka yang sulit adalah justru memilih
mana yang perlu diperbincangkan dan kalau mungkin yang dapat dipecahkan. Hampir
semua bidang kehidupan, baik persoalan politik, ekonomi, pendidikan, ilmu
pengetahuan, budaya, lingkungan hidup, HAM, demokrasi dan lain-lain, umat Islam
terasa tertinggal dari kelompok lain. Belum lagi akhir-akhir ini, dengan
munculnya isu terorisme di mana lagi-lagi yang ditunding sebagai sumbernya
adalah umat Islam, walaupun pada kenyataannya tidak pernah ada bukti yang
signifikan terhadap tudingan tersebut.
Islam dilihat dari ajarannya yang bersumber dari al-Qur’an
dan hadits memuat konsep kehidupan yang amat ideal. Al-Qur’an dan hadits
memberikan tuntunan tentang bagaimana membangun komunikasi dengan Tuhan lewat
ibadah (ritual) seperi dzikir yang harus dilakukan pada setiap saat, sholat,
puasa, zakat dan haji. Al-Qur’an memberikan tuntunan hidup agar kehidupan
manusia dipenuhi oleh suasana berkeadilan, kejujuran, kesetaraan dan kesamaan;
keharusan berpeduli kepada orang miskin dan anak yatim. Bahkan, disebutkan
bahwa orang-orang yang tidak mempedulikan orang miskin dan anak yatim disebut
sebagai pembohong terhadap agamanya. Islam juga mengajarkan bagaimana hidup
hemat, selalu bersyukur atas nikmat dan karunia Allah, sabar, selalu menjaga
hawa nafsu, memperkukuh silaturrahmi, menjauhi tingkah laku yang merusak
(mungkar). Islam juga mengajarkan agar umatnya mengembangkan ilmu pengetahuan
seluas-luasnya. Manusia diperintah untuk berfikir tentang ciptaan-Nya pada
lingkup yang tidak terbatas. Hanya Dzat Allah saja yang diberikan sinyal untuk
tidak dijamah oleh manusia. Oleh karena, manusia tidak akan mungkin dapat
memahami dzat Allah itu. Al-Qur’an juga mengajarkan hidup selamat lewat iman,
amal shaleh dan akhlak yang mulia. Islam juga mengajarkan untuk memelihara
agama, akal, keturunan, jiwa dan harta benda. Di samping juga ajaran lain yang
agung dan luhur yang tidak mungkin kita sebutkan satu per satu pada kesempatan
yang terbatas ini.
Berkaitan dengan hal di atas, persoalan yang muncul kemudian
adalah mengapa umat Islam selalu tertinggal dari umat lainnya’ Bukankah umat
Islam disebut-sebut dalam Al-Qur’an sebagai umat yang terbaik (khoirul ummah),
umat yang beruntung, umat yang terpilih dan seterusnya. Akan tetapi pada
kenyataannya, dari sisi ekonomi banyak negara-negara yang mayoritas penduduknya
Muslim pada umumnya masih diliputi oleh suasana kemiskinan. Negara-negara Islam
masih banyak disebut sebagai negara berkembang (under development country) dan
belum sampai pada taraf sebagai negara maju. Begitu juga dalam bidang
pendidikan, sampai hari ini tidak pernah ada negara Muslim yang mampu
melahirkan lembaga pendidikan yang dianggap unggul sehingga dibanjiri oleh
anak-anak dari negara-negara lainnya untuk menimba ilmu di sana --- kecuali
pengetahuan ‘agama’. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, anak-anak muda dari
negara mayoritas Muslim banyak bermigrasi ke negara-negara Barat yang pada
umumnya non-Muslim untuk menempuh pendidikan dengan jumlah yang tidak terhitung
banyaknya. Demikian juga dalam hal pengelolaan lingkungan hidup, umat Islam
masih ketinggalan jauh dengan yang lain.
Hal ini tidak perlu kita lihat jauh-jauh, di Indonesia,
negara kita sendiri, sebagai sebuah negara yang disebut memiliki kekayaan alam
yang melimpah, tanahnya yang amat subur, tumbuh-tumbuhan apa saja dapat jika
ditanam dapat tumbuh dan hidup subur, ternyata, penduduknya tak mampu
memelihara dengan baik. Kita saksikan sekarang ini, hutan menjadi gundul,
gunung-gunung menjadi gersang, hutan ditebang habis, mata air menhilang,
sungai-sungai menjadi mati dan hampir-hampir tanpa air. Akibatnya, yang terjadi
serba mala petaka. Tatkala datang musim hujan, maka bencana banjir yang
terjadi. Dan sebaliknya, jika datang musim kemarau, maka di mana-mana
kekeringan dan tanamanpun mati dan tidak dapat dipanen. Potensi alam yang
melimpah ternyata tidak saja orang-orangnya tidak mampu mengelolanya secara
baik, tetapi yang terjadi justru dirusak yang berakibat datangnya malapetaka
itu. Persoalan tidak hanya berhenti sampai di situ, akan tetapi juga menyangkut
perilaku, sikap hidup dari masyarakat Islam. Lagi-lagi di Indonesia yang
mayoritas penduduknya beragama Islam juga dikenal banyak terjadi korupsi,
kolusi, nepotisme dan perilaku buruk lainnya. Pertanyaannya yang selalu
diajukan adalah mengapa hal itu semua terjadi ‘
Jawaban atas pertanyaan tersebut tentu tidak bervariabel
tunggal, tetapi banyak variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskannya. Pada
kesempatan yang sempit dan terbatas ini mungkin hanya bisa kita lihat dari
aspek bagaimana pemahaman umat Islam terhadap ajaran agamanya. Selama ini,
menurut pengamatan, Islam lebih banyak hanya dipahami dari aspek spiritualnya
saja. Baru akhir-akhir ini saja mulai berkembang kajian Islam dari aspek
ekonomi, sehingga muncul konsep-konsep ekonomi Islam, manajemen Islam, bank
syari’ah dan lain-lain.
Akibat keterbatasan pemahaman seperti itu, Islam tidak lebih
hanya dipahami sekedar sebagai tuntunan spiritual belaka. Hal ini tampak
sekali, tidak saja terekspresi dalam kehidupan keagamaan sehari-hari, melainkan
juga tampak dalam bentuk kelembagaan dan materi pendidikan agama Islam. Lembaga
Pendidikan Tinggi Islam yang mengklaim dirinya modern seperti IAIN/STAIN/PTAIS
hanya mengembangkan Fakultas-fakultas Ushuluddin, Syari’ah, Tarbiyah, Dakwah,
dan Adab. Kajian-kajian di luar itu dipandang bukan berada pada lingkup Islam,
dan menyebutnya sebagai fakultas atau ilmu umum. Begitu pula mata pelajaran
agama di sekolah, biasanya diformat menjadi tauhid, fiqh, akhlak/tassawuf dan
tarikh. Mata pelajaran selain itu sekalipun sesungguhnya merupakan implementasi
dari perintah Al-Qur’an, semisal biologi, fisika, kimia, berhitung dan
lain-lain belum disebut sebagai lingkup ajaran Islam. Melalui cara berpikir
yang dikotomis seperti ini jangan berharap perusahaan Indosat misalnya, masuk
dalam kategori amal shaleh yang merupakan bagian dari implementasi ajaran
Islam.
Selain itu, cara pandang Islam seperti itu, disadari atau
tidak, sesungguhnya akan berakibat mempersempit lingkup ajaran Islam itu
sendiri. Islam hanya akan berada di masjid-masjid, di tempat-tempat kegiatan spiritual,
di seputar upacara kelahiran, pernikahan dan kematian. Tokoh Islam
dipersonifikasi sekedar sebagai ahli do’a, bukan penemu salah satu bidang ilmu
pengetahuan dari kegiatan risetnya, bukan pengusaha besar dan kelompok-kelompok
pegawainya semacam Indosat ini, bukan orang yang berada di kancah politik yang
pada sesungguhnya sehari-hari memikirkan dan memperjuangkan umat dan
kemanusiaan. Cara pandang seperti ini menjadikan Islam memiliki lingkup yang
amat sempit dan berakibat pula pada adanya kesalahpahaman yang sangat serius
terhadap Islam.
Jika kia mau mengkaji secara seksama isi kandungan Al-Qur’an
dan juga hadits Nabi SAW, sesungguhnya ajaran ini memiliki lingkup yang
sedemikian luas dan oleh karenanya disebut sebagai ajaran yang bersifat universal.
Sebagai sifatnya yang universal itu tentu Al-Qur’an dan hadits tidak akan
memberikan tuntunan hal-hal yang bersifat detail, melainkan yang bersifat garis
besar kecuali hal-hal tertentu. Hal-hal tertentu yang dimaksudkan itu misalnya
Al-Qur’an juga berbicara tentang waris, tentang siapa yang boleh dan yang tidak
boleh dinikahi. Al-Qur’an dan hadits yang bersifat universal itu maka kemudian
dikatakan Islam bukan semata-mata agama melainkan juga peradaban (Islam is
indeed much more than a theology, its complete civilization). Pandangan seperti
ini dapat kita uji sendiri dalam Al-Qur’an dan hadits. Al Qur’an dan hadits
memberi informasi tentang ketuhanan, tentang penciptaan, tentang manusia,
tentang alam, tentang bagaimana manusia agar selamat, baik selamat di dunia
maupun di akhirat. Tentang ketuhanan, Islam memberikan tuntunan secara jelas.
Islam hanya menuhankan Allah yang Esa. Manusia dilarang
menuhankan makhluk-Nya. Manusia, dengan pemahaman konsep ini, memiliki
kedudukan yang sederajat atau setara yaitu sama-sama sebagai mahluk penyembah
Tuhan. Tentang penciptaan, Al-Qur’an menjelaskan baik penciptaan manusia maupun
penciptaan jagad raya. Tentang manusia, Al-Qur’an menjelaskan secara luas, baik
secara fisik, akal, jiwa maupun nafsu. Al-Qur’an juga berbicara tentang alam,
mulai dari bumi, langit, gunung, tumbuh-tumbuhan, hewan, samudera/lautan,
angin, petir, air, tanah dan seterusnya.
Al-Qur’an juga bicara tentang keselamatan, sesuatu keadaan
yang didambakan oleh seluruh manusia kapan dan dimanapun mereka hidup. Agar
mencapai keselamatan, dunia dan akhirat Islam mengajarkan iman, ihsan, amal
shaleh dan akhlak yang mulia (akhlaq al-karimah). Penglihatan Islam seperti ini
menjadikan lingkupnya sedemikian luas, seluas kehidupan itu sendiri. Hanya
lagi-lagi, Islam baru dipahami dari aspek ritual belaka sehingga menjadikan
Islam terkesan sempit, bahkan hanya memuat ajaran yang sekedar menyiapkan
kehidupan akhirat saja dan tidak menjamah pada persoalan keduniaan. Cara
pandang seperti ini sesungguhnya berdampak luas, yang bisa jadi,
persoalan-persoalan umat Islam yang muncul saat ini bersumber dari cara
memandang Islam yang serba terbatas ini.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar