Pemimpin apa saja harus mengerti akan tugas-tugasnya.
Biasanya untuk menjalankan birokrasi sudah ada protap, juklak, dan juga juknis.
Semua hal itu penting, akan tetapi seorang pemimpin tidak boleh hanya berpedoman pada hal-hal
semacam itu. Tugas dan atau tanggung jawab pemimpin tidak hanya dibatasi oleh
protap, juklak, dan juknis. Mungkin yang memerlukan itu bukanlah pemimpin,
melainkan mereka yang berada pada wilayah pelaksana.
Tugas pemimpin di antaranya adalah menjadikan anak buahnya
bersemangat, jiwa mereka hidup, bangga
dengan lembaganya sehingga terdorong untuk membela dan berjuang atas
keberlangsungan dan kemajuan yang akan diraih. Selain itu pemimpin harus
menjadikan anak buah merasa aman, mengetahui apa yang seharusnya dilakukan,
mampu menunjukkan rintangan dan cara mengatasinya.
Pemimpin juga harus bisa memberdayakan atau menjadikan semua
anak buah yang dipimpin bertambah kuat, baik secara fisik, intelektual, maupun
moralnya. Sudah barang tentu,-------sekalipun hal itu tidak mudah dilakukan,
pemimpin harus menjadikan anak buah merasa diperjuangkan kesejahteraannya, dan
pemimpin harus berlaku jujur dan adil. Tugas-tugas terakhir ini bukan perkara
mudah, tetapi setidaknya harus diketahui oleh semua bahwa keinginan itu sudah
diupayakan.
Para pemimpin bukan saja menghadapi orang atau anak buah
yang selalu statis dan stagnan, sehingga mudah diatur, tetapi justru
sebaliknya. Mereka adalah manusia yang selalu mengalami perkembangan, tuntutan
dari waktu ke waktu yang berubah-ubah, dan juga sifat-sifat sebagaimana manusia
pada umumnya. Misalnya, mereka memiliki sifat lupa, ingin menangnya sendiri, tidak
pernah puas dengan keadaan dan apa saja yang diterimanya.
Keadaan seperti itu menjadikan tugas pemimpin tidak ringan.
Seorang pemimpin harus berhasil mendinamisasikan, mengakomodasi, mengarahkan,
dan mengelola semua potensi hingga tetap produktif. Perubahan tuntutan selalu
terjadi. Pemimpin harus selalu menempatkan diri di depan isu perubahan. Bahkan
pemimpin harus kaya isu yang akan menjadi motor penggerak perubahan. Pemimpin
tidak boleh miskin isu. Isu harus dijadikan pemicu sebuah gerakan yang
dipimpinnya.
Posisi pemimpin bukan sebatas sebagai pegawai atau karyawan,
yaitu menyelesaikan tugas-tugas teknis. Pemimpin yang sebenarnya harus memiliki
cita-cita, imajinasi tentang lembaga yang dipimpinnya hingga jauh ke depan,
pandai berkomunikasi dan bahkan juga bernegosiasi dengan siapapun. Tidak boleh
pemimpin hanya memiliki aku kecil atau hanya mementingkan dirinya sendiri, aman
sendiri, dan apalagi untung sendiri. Aku bagi seorang pemimpin harus besar,
setidaknya sebesar misi dan visi lembaga
yang dipimpinnya.
Betapa besar dan berat tugas dan tanggung jawab yang diembannya,
maka seorang pemimpin harus memiliki
kecerdasan, kepekaan terhadap aspirasi mereka yang dipimpin, cita-cita besar,
jaringan yang luas, dan kesediaan untuk menerima masukan, kritik, dan bahkan
jika perlu, protes yang datang dari manapun asalnya. Pemimpin harus menyandang
kelebihan dibanding siapapun yang dipimpinnya. Jika terpaksa memiliki
kelemahan, maka kelemahan itu seharusnya diketahui oleh mereka yang dipimpin.
Pemimpin tidak boleh berpura-pura bisa. Kekurangan atau kelemahan itu manakala
diakui secara jujur dan ikhlas, maka justru berbalik menjadi kekuatan. Pemimpin
dituntut jujur, termasuk mengakui kekurangan dan kelemahannya.
Pemimpin yang dengan perilaku dan sikapnya mampu menarik simpatik,
kepercayaan, dan dianggap tulus oleh semua yang dipimpin, maka tugas dan
kewajiban seorang pemimpin akan berbalik, yaitu dari amat berat menjadi sangat
ringan. Manakala mereka yang dipimpin sudah merasa dipercaya, diakui akunya,
dihargai, dilibatkan, dan dibela, maka akan menunaikan tugas-tugasnya melebihi
dari yang sekedar diinginkan oleh pemimpin yang bersangkutan.
Sebaliknya dari kenyataan tersebut, jika mereka dikecewakan,
tidak dihargai, merasa tidak diikutkan, dan sejenisnya, maka yang pasti, mereka
akan bekerja secara seolah-olah, dan bahkan akan mengganggu dengan caranya
masing-masing. Tugas pemimpin akhirnya menjadi berat, rumit, dan melelahkan,
hingga kepemimpinannya dianggap tidak sukses. Padahal pemimpin harus sukses.
Sedangkan ukuran sukses bagi seorang pemimpin, sama sekali bukan dilihat dari
prestise atau gengsi yang diperoleh, dan apalagi sekedar bertambah kekayaannya,
melainkan adalah seberapa jauh yang bersangkutan berhasil menjadikan institusi
yang dipimpin semakin berkembang, diakui, dan menjadi kebanggaan bagi banyak
orang.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar