Pertanyaan ketiga yang disodorkan oleh kawan kita yang atheis adalah:
apakah Tuhan yang Menciptakan alam semesta ini Maha Suci dan Maha Bijaksana?
Karena menurutnya, jika Tuhan memang Maha Suci dan Bijaksana, seharusnya tidak
perlu menciptakan musibah, bencana, kemiskinan, peperangan, kejahatan, dan
seterusnya. Apakah Tuhan tidak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa
penderitaan? Kalau begitu, lantas buat apa bertuhan kepada Tuhan yang demikian?
Inilah salah satu alasan mendasar yang menjadi background kenapa
seseorang menjadi atheis. Memang, secara umum, ada dua kelompok atheis. Yang
pertama, adalah orang atheis yang ingkar dan jahat. Yakni, orang-orang yang
‘memusuhi’ Tuhan dan memusuhi kebajikan. Inilah yang di dalam Surat Alfatihah
disebut sebagai kelompok Al maghdluubi ‘alaihim ~ orang-orang yang
‘dimarahi’. Dan kelompok kedua adalah orang-orang yang atheis dikarenakan
‘belum kenal’ Allah. Belum paham Islam. Yang demikian ini disebut sebagai Adh
dhoollin, alias orang-orang yang tersesat.
Dalam kesempatan yang terbatas ini, saya tidak ingin membahas kelompok
pertama: mereka yang atheis karena memusuhi Tuhan. Dan ingin lebih fokus kepada
kelompok kedua, yang menjadi atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah saja. Saya
kira, pembahasan ini lebih relevan dalam kajian kali ini. Terutama terkait
dengan pertanyaan kawan kita di atas: apakah Tuhan Maha Suci dan Maha
Bijaksana.
Saya ingin memulai pembahasan ini dari pertanyaan terakhir: Apakah Tuhan
tak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Yaitu: tanpa hal-hal
negative, tanpa musibah, tanpa bencana, tanpa kemiskinan, tanpa penyakit, tanpa
kejahatan, tanpa kelaparan dan kehausan, tanpa korupsi dan kekerasan, tanpa
keserakahan, tanpa iri, dengki, dan berbagai keculasan..? Ooh, tentu saja
mampu. Lha, kalau tidak mampu, buat apa kita bertuhan kepada ‘sesuatu’ yang
tidak mampu seperti itu? Cari Tuhan yang mampu sajalah... ;)
Tetapi kalaupun Tuhan lantas membuat semua variable kehidupan ini menjadi
positive, tanpa ada negative, apakah hidup kita akan menjadi lebih
menyenangkan? Hmm, jangan-jangan kita salah duga. Apakah Anda pernah
membayangkan betapa ‘tidak nikmatnya’ makan, ketika kita sedang kenyang. Dan
betapa ‘tidak nikmatnya’ minum, ketika sedang tidak haus? Dengan kata lain,
lapar dan haus itu sangat penting, karena dengan adanya lapar & haus itu
kita menjadi bisa merasakan nikmatnya makan dan minum. Kalau tidak percaya
cobalah sendiri: makanlah ketika sedang kenyang, dan minumlah ketika tidak
haus. Rasanya ‘hambar’ atau bahkan menjadi 'eneg' karenanya. Sebaliknya, betapa
nikmatnya makan ketika kita sedang kelaparan dan kehausan. So, rasa
lapar dan haus itu sengaja diciptakan Tuhan untuk kenikmatan manusia.
Pernah jugakah Anda membayangkan, betapa nikmatnya beristirahat setelah
kecapekan? Woow, tidur menjadi lelap, dan terasa nikmat luar biasa. Sebaliknya,
betapa pusing dan sakitnya kepala, tidur yang ‘dipaksa-paksakan dikarenakan
badan memang tidak sedang kelelahan. Jadi, betapa bijaksananya Allah yang telah
menciptakan variabel ‘kelelahan’ itu. Karena dengannya, DIA sedang memberikan
karunia berupa ‘referensi’ tentang nikmatnya tidur.
Pernahkah juga Anda membayangkan betapa nikmatnya perasaan dan jiwa kita,
sesaat setelah lepas dari masalah berat? Dan betapa hambarnya hidup orang-orang
yang tidak pernah punya masalah? Yang tidak punya ‘tantangan’ untuk
ditaklukkan. Yang tidak punya ‘problem’ untuk diselesaikan. Yang tidak punya
‘harapan-harapan’ indah di masa depan, karena semua sudah tercukupi sekarang.
Hhhh, betapa hambarnya. Sebuah kehidupan yang tanpa gairah..!
Justru hidup ini menjadi demikian indah, karena kita punya gairah dan
harapan ke masa depan. Dan harapan-harapan itu muncul dikarenakan kita merasa
bahwa hari ini belum mencapai sesuatu yang kita inginkan. Belum mencapai
kesempurnaan. Kalau semua harapan sudah pupus sekarang, untuk apa kita
melanjutkan hidup? Di-tamat-kan sajalah, karena sudah tak menggairahkan
lagi… ;)
Justru hidup ini menjadi demikian indah karena ada penderitaan, sehingga
kita punya harapan untuk memupus penderitaan itu. Baik pada diri sendiri maupun
pada orang lain. Hidup ini juga menjadi indah karena ada kejahatan, sehingga
kita bergairah untuk menebar kebaikan. Hidup ini pun menjadi indah, karena ada
kemiskinan, sehingga kita bisa merasakan sejahteranya menjadi orang kaya, dan
bersemangat untuk memberantas kemiskinan agar mereka juga merasakan bahagia
seperti kita. Woow, betapa indahnya kehidupan ini. Mestinya kita berterima
kasih kepada Tuhan, karena DIA telah menciptakan kehidupan yang demikian
dinamis, penuh harapan dan gairah.
Pernahkah Anda bayangkan ketika semua orang di dunia ini kaya raya? Saya
jamin, Anda akan merasakan betapa sulitnya hidup. Karena, tidak ada lagi yang
mau menanam padi, membudidayakan buah-buahan, susah-susah beternak, dan
menyiapkan segala makanan, serta memproduksi pakaian, mendirikan industri
kendaraan, menggelar hiburan. Pokoknya, tidak ada yang mau repot bekerja,
semuanya ingin jadi Big Boss. Kira-kira, tambah nyaman ataukah malah rumit
kehidupan ini?
Pernahkah Anda membayangkan, jika semua orang di dunia ini adalah penguasa?
Hhehe, tidak ada yang mau menjadi rakyat jelata..! Pernahkah juga Anda
membayangkan, jika Tuhan menjadikan semua manusia di dunia ini sebagai
pemimpin? Ehhmm, tidak ada yang mau jadi bawahan. Atau semua orang diciptakan
pintar, tak ada yang bodoh? Jadi nggak tahu dong, seseorang itu
pintar kalau tidak ada yang bodoh? Dst, dlsb.
Karena ada orang sakit, lantas ada dokter. Karena ada penjahat, maka
muncullah profesi jaksa, hakim dan polisi. Karena ada pencuri dan perampok,
muncullah pabrik alarm, teralis besi, dan kunci pengaman. Karena ada orang
miskinlah, yang menyebabkan munculnya para dermawan. Dan, karena ada orang yang
terzalimi, maka muncullah para pahlawan. Dan seterusnya, dan lain sebagainya..!
Jika permukaan bumi ini datar, maka air tak akan pernah mengalir ke tempat
yang lebih rendah. Kalau suhu udara di bumi ini sama di semua kawasan, maka tak
ada udara yang bergerak. Lantas tak terjadi musim. Tak ada hujan. Dan kemudian,
tak ada tumbuhan. Terus, tak ada binatang. Dan akhirnya, tak ada manusia! Tak
ada kehidupan..!
Jika tidak ada binatang buas yang menjadi predator, maka rantai makanan
tidak akan bergerak. Rantai biologi menjadi stagnan. Akan muncul
ketidakseimbangan sistem kehidupan. Jika tidak ada bakteri pembusuk, virus,
berbagai macam penyakit, dan semacamnya, maka bisa dipastikan bumi ini sudah
penuh dengan sampah, atau dengan manusia yang tak mati-mati karena sehat
terus.. ;(
Demikian juga dengan peperangan, pembunuhan, musibah dan bencana. Semua itu
adalah variable negative dari drama kehidupan yang di sisi lain justru
menegaskan adanya variable positive. Dimana ada penderitaan disitu juga bakal
muncul kebahagiaan. Dimana ada kegagalan, maka disitu juga bakal ada
kesuksesan. Dimana ada kesedihan, maka disitu pula bakal muncul kegembiraan.
Dimana pun ada variable negative, maka disitu pula muncul variable positive.
Dan karenanyalah, drama kehidupan ini menjadi demikian indah dan dinamis.
QS. Adz
Dzaariyaat (51): 49
Dan segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan supaya kamu ingat akan kebesaran Allah.
QS. Ar Ra’d
(13): 3
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan
bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan
padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada
siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda
(eksistensi Allah) bagi kaum yang (mau) menggunakan akalnya.
Oooh, betapa Maha Bijaksananya Allah, Sang Tuhan Yang Maha Pandai. Hanya
karena kebodohanlah, lantas kita berprasangka buruk kepada-Nya. Padahal, Dia
sedang menginginkan kita bisa merasakan nikmat dan karunia-Nya. Dia Maha Suci
dari segala yang kita prasangkakan. Karena, kemampuan-Nya memang jauh di luar
perkiraan pikiran manusia yang sangat terbatas. Tapi, justru karena gap antara
DIA dan kita yang sedemikian 'tak berhingga' itulah, lantas menjadi menarik dan
menggairahkan untuk bertuhan kepada-Nya... :)
Akhirnya, jika masih ada orang yang tetap ngeyel, dengan mengatakan:
apakah Tuhan tidak bisa menciptakan kehidupan yang variabelnya positip
semua, tetapi nikmat buat manusia? Pokoknya, seperti yang saya maui-lah.
Hhehe.., maka cukuplah Anda katakan: ‘’gimana kalau tuhannya sampeyan saja
mas?’’
Tapi, sungguh ‘tidak menarik’ dan 'tidak menggairahkan' bertuhan kepada
orang yang memahami hal yang 'demikian gamblang’ saja nggak ngerti-ngerti…
:) ~ (Bersambung…)
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar