KETIKA BULAN BERPUTAR 12 KALI DALAM SETAHUN


Kalender-kalender besar seperti kalender Masehi, Cina dan Hijriyah semuanya sepakat, bahwa satu tahun berisi 12 bulan. Meskipun, dulunya kalender Masehi pernah hanya berisi 10 bulan, di zaman Romawi. Tetapi karena ‘kekacauan’ sistem penanggalannya, kalender ini pun lantas menggenapkan jumlah bulannya menjadi dua belas seperti sekarang.

Kalender Masehi dikenal sebagai kalender yang berbasis pada gerakan semu matahari. Yang kemudian diketahui sebagai gerak planet bumi berkeliling matahari sebagai pusat tatasurya. Satu putaran Bumi mengelilingi matahari itu adalah 365,25 hari, yang kemudian disebut sebagai satu tahun. Namun dalam prakteknya, satu tahun hanya berisi 365 hari. Sisanya yang 0,25 hari dikumpulkan setiap empat tahun sekali menjadi tanggal 29 Februari. Dikenal sebagai tahun kabisat.

Jumlah bulan dalam kalender Masehi adalah 12 bulan. Masing-masingnya berisi 28-29 hari pada bulan Februari, dan 30-31 hari pada bulan-bulan lainnya. Awalnya, jumlah hari dalam sebulan kalender Masehi adalah 29,5 hari sesuai perputaran bulan mengelilingi bumi. Tetapi sejarah mencatat, sejumlah penguasa di zaman masing-masing menambahi jumlah harinya seiring dengan kepentingannya, sehingga menjadi tidak sesuai dengan durasi perputaran Bulan terhadap Bumi. Karena itulah, kalender Masehi disebut sebagai kalender Matahari alias solar.

Ini berbeda dengan Kalender Cina yang sebulannya masih menggunakan 29,5 hari, meskipun setahunnya tetap berpatokan pada angka 365,25 hari. Karena sebulannya lebih pendek dari kalender Masehi, maka setiap tahunnya ada selisih sebelas hari antara Kalender Cina dan kalender Masehi. Yang kemudian dirupakan sebagai ‘bulan ke-13’ sebanyak tujuh kali dalam kurun waktu 19 tahun. Sehingga, jumlah rata-rata hari dalam setahun tetap mengacu pada periode matahari. Karena itulah, kalender Cina dikenal sebagai kalender Bulan-Matahari alias Lunisolar.

Kalender Hijriyah tidak menggunakan matahari sebagai patokannya, melainkan sepenuhnya mengacu kepada perputaran Bulan. Karena itu disebut sebagai kalender Bulan alias Lunar. Jumlah hari dalam setahun yang 354 hari, maupun durasi bulanan yang 29,5 hari sepenuhnya disandarkan pada perputaran bulan itu. Sehingga tidak seperti kalender Cina yang berusaha menyesuaikan bilangan hari dalam setahun dengan menyisipkan ‘bulan ke-13’, kalender Hijriyah memilih membiarkan saja perbedaan sebelas hari itu. Sehingga penanggalan Hijriyah terus menerus maju sebelas hari setiap tahunnya. Itulah kenapa, kok awal Ramadan dan Lebaran selalu bertambah maju dari tahun ke tahun.

Yang menarik, semua kalender itu menetapkan setahun berisi 12 bulan, yang mana ini sangat bersesuaian dengan informasi di dalam al Qur’an. Bahwa sejak saat penciptaan langit dan Bumi, Allah telah mendesain keterkaitan antara bilangan tahun dengan bilangan bulan. ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi…’’ [QS : At Taubah: 36].

Dalam fakta astronominya, ternyata terjadi sinkronisasi antara gerak semu matahari dengan gerak Bulan. Yakni, satu kali perputaran matahari mengelilingi Bumi setara dengan 12 kali Bulan mengelilingi Bumi. Itulah sebabnya, kenapa semua kalender akhirnya menetapkan setahun berisi 12 bulan. Manusia telah memperoleh patokan yang bersifat universal tentang pergerakan waktu yang bisa digunakan untuk menandai berbagai peristiwa yang terjadi. Dan lagi-lagi Al Qur’an memberikan petunjuknya tentang hal ini. Bahwa, Bulan dan Matahari diciptakan Allah, salah satunya, memang untuk menjadi patokan pergerakan waktu alam semesta.

‘’Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari serta bulan sebagai (pedoman) penghitungan (waktu). Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.’’ [QS. Al An’aam: 9].

Namun demikian, harus dipahamkan bahwa pergerakan‘waktu’ bukanlah disebabkan oleh perputaran benda-benda langit itu. Katakanlah, seandainya saja Bulan dan Matahari kita itu lepas dari orbitnya dan lenyap dari pandangan makhluk Bumi, ‘waktu’ bukan berarti ikut lenyap. Ia tetap saja berjalan menggiring usia kita menjadi lebih tua. Substansi waktu bukan terletak pada Bulan dan Matahari. Keduanya hanya berfungsi sebagai penanda alias patokan belaka.

Sehingga kalau Anda berkelana di ruang angkasa nun jauh disana, dimana Anda sudah tidak bisa berpatokan pada pergerakan Matahari dan Bulan, Anda masih akan bisa menandai perubahan waktu dengan menggunakan jam digital Anda..! Wallahu a'lam bishshawab.


Agus Mustofa

Related Posts:

  • HARI INI TAKDIR, HARI ESOK JUGA TAKDIR Allah menetapkan takdir makhluk-Nya seiring dengan perjalanan waktu. Sejak awal penciptaan makhluk, sampai kelak saat berakhirnya. Dulu, Allah menetapkan takdir. Hari ini, menetapkan takdir. Esok, menetapkan takdir. Kelak … Read More
  • PERBUATAN KITA ’MEMBEKAS’ DI ALAM Ada yang bilang, bahwa alam semesta ini bagaikan sebuah kanvas. Setiap hari, kita sedang melukisi kanvas itu dengan perbuatan-perbuatan kita. Dan kelak, sekian tahun kemudian, di atas kanvas itu ada lukisan diri kita, yang… Read More
  • JANGAN KELIRU MENUHANKAN SURGA Awas, jangan sampai keliru bertuhan..! Bertuhan kepada yang remeh temeh akan mengantarkan Anda kepada yang remeh temeh juga. Bertuhan kepada dunia, bakal memperoleh dunia. Bertuhan kepada surga, cuma dapat surga. Bertuhan … Read More
  • MEMENTINGKAN AKHIRAT TIDAK AKAN KEHILANGAN DUNIA ’Kebetulan’ hari ini saya membaca tulisan opini di koran Jawa Pos, yang membahas tentang ’penting mana dunia dan akhirat’. Tulisan berjudul ’Amal Dunia dan Amal Ukhrawi’ itu ditulis oleh Salahudin Wahid, salah seorang pemi… Read More
  • BISAKAH REKAMAN DOSA DIHAPUS? Setiap kita punya dosa. Dan kita ingin agar dosa-dosa itu tidak diketahui oleh orang lain. Apalagi dipublikasikan ke khalayak ramai. Oh, betapa malunya..! Bisa nggak ya, ingatan tentang dosa itu dilupakan, atau dihapus sam… Read More

0 komentar:

Posting Komentar