Dikarenakan adanya ruh yang masuk ke dalam jasadnya, maka manusia menjadi
‘terimbas’ sifat-sifat ketuhanan. Seperti: Hidup, Mendengar, Melihat,
Berbicara, Berkehendak, Berkuasa, Berbuat, dan lain sebagainya. Ketika ruh
telah terlepas dari jasad, maka seluruh sifat-sifat itu pun lenyap dari tubuh
manusia.
Jasad adalah onggokan benda mati. Tak lebih dari itu. Meskipun susunannya
sangat canggih. Mulai dari energi yang ‘memadat’ menjadi quark,
‘mengkristal’ menjadi partikel, berkelompok menyusun atom, bergerombol
membentuk molekul, bekerjasama menjadi sel, dan seterusnya menjadi jaringan,
organ, dan tubuh manusia. Semua itu sekedar ‘benda mati’..!
Kehidupan bukan muncul dari proses pembentukan jasad. Karena ‘kehidupan’
muncul dengan cara yang lain, yang sampai sekarang tetap menjadi misteri bagi
siapa pun. Apalagi bagi kalangan penganut ‘materialistik’ yang hanya berkutat
di benda-benda tampak. Bahkan, kalangan ‘energial’ yang lebih ‘gaib”
dibandingkan penganut ‘materilistik’ pun masih bingung dibuatnya. Sehingga
keduanya tak berani menyentuh soal ini. Dan menganggapnya sebagai ‘ilmu gaib’
yang ‘tidak saintifik’.
Sedangkan kalangan ‘psikologis’ lebih maju secara saintifik. Mereka
bergerak semakin mendekatinya, meskipun hanya berhenti pada ilmu tentang jiwa.
Bukan tentang ruh. Karena ilmu tentang ruh ini memang cuma ‘sedikit’. Persis
seperti ‘diklaim’ oleh Allah berikut ini.
QS. Al Israa’ (17): 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang
ruh. Katakanlah: "Ruh itu urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit".
Nah, karena cuma sedikit itulah maka ilmu tentang ruh ini tidak berkembang.
Carilah di seluruh dunia sepanjang peradaban manusia, termasuk manusia modern,
perkembangan ilmu tentang ruh sangat lamban. Kalau tidak boleh dikatakan ‘stagnan’.
Ini berbeda dengan ilmu jiwa yang berkembang sangat pesat. Dan, lagi-lagi
sesuai dengan ‘klaim’ Allah Sang Pemilik ilmu, bahwa ilmu jiwa itu memang ‘bisa
dipikirkan’ dan dieksplorasi. Sehingga bermunculanlah ilmu-ilmu tentang jiwa,
seperti: psikologi, psikiatri, psikotronika, psiko-neuro imunologi,
psiko-cibernetika, dan lain sebagainya.
QS. Az Zumar (39): 42
Allah memegang JIWA (nafs) ketika
matinya dan jiwa yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa yang
telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu
yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang DEMIKIAN itu terdapat tanda-tanda
(pelajaran) Allah bagi orang-orang yang (mau) BERPIKIR.
Begitulah, ketika berbicara tentang RUH, Allah sudah mengingatkan bahwa
ilmunya cuma sedikit. Tetapi, ketika berbicara tentang jiwa malah disuruh
memikirkannya. Namun, meskipun ‘sedikit’, TIDAK ADA LARANGAN untuk membicarakan
ruh. Misalnya, ‘’berbicara ruh hukumnya haram’’, nggak ada. Silakan saja. Tapi,
ilmunya ‘cuma sedikit’ lho ya.. :) Karena itu, supaya aman, tetaplah berpegang
kepada informasi-informasi ilahiyah. Bukankah kita memang sedang berbicara
tentang sifat-sifat-Nya, dalam skala makhluk..? Sifat-sifat Allah yang
bersemayam di dalam diri kita: Sang Ruh.
Sifat Hidup, Sifat Mendengar, Sifat Melihat, Sifat Berkehendak, Sifat
Berilmu Pengetahuan, Sifat Mencipta, Sifat Menghancurkan, Sifat Memelihara, dan
segala sifat-sifat-Nya yang lain. Apakah bisa dipelajari dan dipahami? Tentu
saja bisa. Tapi, pasti nanti akan mentok lho ya..! Karena, ini memang tidak
muncul dari benda penyusun tubuh kita. Melainkan dari ‘Sesuatu’ yang
‘meliputinya’.
Sifat ‘Hidup’ itu bukan sifat benda. ‘Mendengar’ itu juga bukan sifat
benda. ‘Melihat’ juga bukan sifat benda. ‘Berkehendak’ juga bukan. Demikian
pula Berilmu, Mencipta, Memelihara, dan lain sebagainya. Itu adalah sifat
‘Sesuatu’ yang hidup. Berasal dari luar materi dan energi. Materi dan energi
cuma ketempatan saja. Dari SIAPA ini sumbernya? [Saya ingatkan jangan ‘keliru
bertanya’: dari APA ini sumbernya..? :)] Tentu saja, mudah menjawabnya bagi
yang ber-Tuhan, tetapi ‘bikin puyeng’ bagi yang tidak bertuhan… :(
QS. Al Baqarah (2): 255
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia
Yang HIDUP, lagi terus menerus MENGURUS (alam semesta beserta isinya). Tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tidak
ada yang dapat memberi pertolongan di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah
mengetahui SEGALA yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka. Dan
mereka tidak mengetahui apa pun dari ilmu Allah melainkan yang dikehendaki-Nya.
Singgasana (kekuasaan) Allah MELIPUTI langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
QS. Al An’aam (6): 95
Sesungguhnya Allah MENUMBUHKAN butir
tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang HIDUP dari yang
MATI dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat)
demikian ialah ALLAH, maka mengapa kamu masih berpaling (kepada selain Dia)?
QS. Yunus (10): 31
Katakanlah: "SIAPAKAH yang
memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) PENDENGARAN dan PENGLIHATAN, dan siapakah yang mengeluarkan yang
HIDUP dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang MENGATUR segala urusan?" Maka mereka akan menjawab:
"Allah". Maka katakanlah: "MENGAPA kamu tidak BERTAKWA
(kepada-Nya)?"
Ya, ruh adalah representasi ‘zat ketuhanan’ yang membawa sifat-sifat-Nya.
Apakah itu sifat? Sifat adalah INFORMASI yang menceritakan karakteristik
sesuatu. Sifat ‘HIDUP’ membawa informasi tentang kehidupan. Sifat MENDENGAR
membawa informasi tentang kemampuan untuk memahami lewat gelombang suara. Sifat
MELIHAT membawa informasi tentang kemampuan memahami lewat gelombang cahaya.
Sifat MENCIPTA membawa informasi tentang kemampuan mengadakan sesuatu dari
ketiadaan. Sifat BERKEHENDAK membawa informasi tentang adanya dorongan untuk
melakukan apa saja. Dan seterusnya, dan lain sebagainya.
Itulah Sifat Tuhan. Dan kemudian diimbaskan dalam skala makhluk ke dalam
seluruh ciptaan-Nya. Sejak kapan? Sejak Dia menciptakan alam semesta. Dan
kemudian berkembang menjadi segala macam benda, energi, ruang, waktu dan
peristiwa. Informasi Sifat-sifat-Nya telah inheren di dalam seluruh proses itu.
Maka kemana pun kita menghadap, sebenarnya kita berhadapan dengan-Nya.
Dengan Zat-Nya, dengan Sifat-sifat-Nya. Dengan ilmu-Nya. Dengan Kehendak-Nya.
Dengan apa saja yang terkait dengan-Nya. Karena semua ini memang telah
diliputi-Nya. Bahkan semua ini adalah ‘bagian’ dari Eksistensi-Nya, yang kita
pahami dalam sudut pandang makhluk yang serba terbatas.
QS. Al Baqarah (2): 115
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan
barat, maka KEMANA pun kamu MENGHADAP di situlah wajah ALLAH. Sesungguhnya
Allah Maha Luas lagi Maha Berilmu.
QS. An Nisaa’(4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di
langit dan apa yang di bumi, dan adalah ALLAH Maha MELIPUTI segala sesuatu.
Itulah yang di dalam al Qur’an disebut sebagai kalimat KUN. Kalimat yang
mengandung informasi penciptaan yang mengimbaskan sifat-sifat ketuhanan ke
dalamnya, dalam skala makhluk. Lantas bergantung kepada makhluk yang diciptakan
itu. Seberapa tinggi kualitas kesempurnaannya. ‘Benda mati’ tentu berbeda
derajatnya dibandingkan dengan tumbuhan. Juga berbeda lagi tingkat
kesempurnaannya dibandingkan hewan. Dan semakin berbeda dibandingkan manusia.
Tetapi semua makhluk itu mengandung sifat-sifat ilahiah. Hanya saja,
kemunculan sifat ilahiah itu adalah seiring dengan derajat kesempurnaan
desainnya. Kalau makhluk itu tidak punya mata, tentu saja dia tidak bisa
merepresentasikan sifat Maha Melihat. Kalau makhluk itu tidak punya telinga,
tentu tidak bisa merepresentasikan sifat Maha Mendengar. Demikian pula dengan
mulut untuk berbicara, kaki-tangan untuk bertindak, otak untuk berpikir, dan
seterusnya.
Manusia menurut Al Qur’an adalah makhluk yang paling sempurna secara desain
penciptaan, dibandingkan dengan benda mati, tumbuhan, dan hewan. Bahkan juga
dibandingkan dengan malaikat dan iblis yang berkebangsaan jin. Manusia paling
komplet merepresentasikan sifat-sifat ketuhanan. Benda mati misalnya, tidak
merepresentasikan sifat Maha Hidup. Hewan misalnya, kurang merepresentasikan
sifat Maha Berkarya, Maha Berilmu, dan Maha Berkehendak. Malaikat, juga kurang
mererepresentasikan sifat Maha Berkehendak dan Mencipta. Dan iblis kurang
merepresentasikan sifat Maha Bijaksana. Tetapi manusia, merangkum seluruh
sifat-sifat benda mati, tumbuhan, hewan, iblis dan malaikat di dalam dirinya.
Sifat-sifat ketuhanan lebih komplet di dalam diri manusia, dan kemudian
disebutlah sebagai Ruh-Nya. Tetapi, manusia cuma mendapat ‘sebagian kecil’
saja: dalam skala makhluk.
QS. Al Hijr (15): 29
Maka ketika telah Ku-sempurnakan
kejadiannya, dan telah Ku-hembuskan ke dalamnya sebagian ruh-Ku (min
ruuhii), maka tunduklah kamu (malaikat dan jin) kepadanya (manusia) dengan
bersujud.
Kata ‘min ruuhii’ bermakna ‘sebagian kecil’ ruh-Ku. Dan sejak itulah,
manusia membawa sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Yang kualitasnya
mewujud dalam bentuk jiwa yang beragam sesuai dengan kualitas desain badannya.
Ada yang tidak bijak, kurang bijak, lebih bijak, sampai sangat bijak. Ada yang
tidak bisa berkarya, lebih bisa berkarya, sampai pandai berkarya. Ada yang
tidak berkuasa, lebih berkuasa, sampai sangat berkuasa. Semua itu adalah
representasi sifat-sifat ketuhanan di dalam dirinya. Bukan sifat benda-benda
penyusun tubuhnya..! Itulah Ruh, yang berisi potensi ilahiah.
Sejak kapan, ruh kemanusiaan ini dihembuskan ke dalam dirinya. Tentu saja
sejak ia diciptakan. Kapan tepatnya? Ya, sejak Allah mempertemukan sel sperma
dengan sel telur, di dalam rahim maupun di luar rahim. Bayi normal maupun bayi
tabung. Sejak saat itulah Allah menghembuskan sebagian ruh-Nya dan meminta
jiwanya untuk bersyahadat mengakui Allah sebagai Tuhan dengan segala sifat-Nya.
Dan kemudian terekam di alam bawah sadarnya, menjadi sifat-sifat kemanusiaan.
QS. Al A’raaf (7): 172
Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari organ reproduksi mereka (berupa sel telur dan sel
sperma). Dan Allah mengambil kesaksian terhadap JIWA (nafs) mereka:
"Bukankah Aku ini TUHAN-mu?" Mereka menjawab: "BENAR (Engkau
Tuhan kami), kami bersaksi". (Yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lalai
terhadap ini (keesaan Tuhan)",
QS. As Sajdah (32): 9
Kemudian Dia menyempurnakan dan menghembuskan
ke dalamnya sebagian ruh-Nya. Dan Dia menjadikan bagi kamu (kemampuan) pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) kamu SEDIKIT SEKALI bersyukur (kepada-Nya).
~ Salam Berupaya Memahami Sifat-Sifat Allah di Dalam Ruh ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar