Perhitungan waktu sangat bergantung kemana kita
menyandarkan pedoman. Apakah berpatokan kepada Bulan, ke Matahari, ke
Planet, atau benda-benda langit lainnya. Di era modern, perhitungan waktu
sudah disandarkan kepada jumlah getaran atom. Sehingga disepakati, satu detik
adalah setara dengan getaran atom Caesium-133 sebanyak 9.192.631.770
kali. Maka panjangnya waktu semenit, sejam, sehari, sebulan dan setahun
adalah perkalian dari ukuran paling dasar ini.
Dengan menggunakan jam atomik, kita tidak bingung
lagi menetapkan panjang waktu dimana pun berada. Jangankan
hanya lintas benua, pergi keluar angkasa pun kita tetap bisa menggunakan
patokan waktu itu untuk menandai berbagai kegiatan, termasuk ibadah shalat dan
puasa. Besaran waktu mutlak alam semesta telah bisa diterjemahkan ke
dalam waktu digital. Ini akan semakin mempermudah interaksi manusia dalam jarak
jauh, dengan akurasi sampai sepersekian detik. Bukankah kalender dan jam memang
diciptakan untuk memudahkan manusia melakukan interaksi, dan bukan untuk mempersulit
serta memunculkan masalah baru?
Sebenarnyalah waktu itu bersifat relatif
bergantung kepada posisi pengamat. Karena itu, kita bisa melakukan berbagai manipulasi dengan cara
mengubah-ubah posisi pengamat, bahkan kecepatan pengamat. Di posisi yang
berbeda, satu hari bisa memiliki makna berbeda. Katakanlah sehari di planet Venus ternyata berdurasi 243 hari Bumi, atau
sekitar 8 bulan disini. Kalau dikonversi ke jam, sehari di planet Venus adalah
setara dengan 5.832 jam, sementara itu di Bumi cuma 24 jam.
Kenapa bisa demikian? Karena,
‘sehari’ didefinisikan sebagai satu kali putaran benda langit terhadap sumbu
rotasinya. Atau dalam bahasa awam, dimulai dari datangnya malam sampai ke malam
berikutnya. Dikarenakan putaran planet Venus yang lambat, sehari disana
menjadi sedemikian panjang. Bandingkan pula dengan planet Yupiter yang berputar
lebih cepat, sehingga seharinya hanya berdurasi 9,8 jam. Tapi, setahunnya
sangat panjang, yakni 4.329 hari. Padahal di Bumi hanya 365 hari.
Apa yang saya sampaikan di atas telah memberikan
kesadaran baru, bahwa waktu alam semesta memang berjalan secara mutlak, tetapi
ketika diobservasi oleh pengamat menjadi relatif. Karenanya, mesti dibuat
kesepakatan-kesepakatan yang memberikan kemudahan kepada manusia secara kolektif
agar bisa dijadikan patokan interaksi. Sebuah patokan yang bersifat global,
bahkan universal.
Al Qur’an menginformasikan dalam berbagai ayat
bahwa waktu memang relatif bergantung pada pengamat atau pelaku. Ada yang
seharinya setara dengan seribu tahun. Seperti dijelaskan ayat ini: ‘’Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, yang kemudian naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
seribu tahun menurut perhitunganmu. [QS. Sajdah: 5].
Ada pula yang berkadar lima puluh ribu tahun,
seperti yang terjadi pada para malaikat yang sedang bergerak naik ke langit
dengan kecepatan mendekati cahaya. ‘’Para malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun.’’ [QS. Al Ma’arij: 4]
Dan lebih dahsyat lagi adalah sehari yang
berkadar miliaran tahun, seperti yang diceritakan Allah terkait dengan
penciptaan alam semesta. Bahwa, alam semesta yang sudah berusia 13,7 miliar
tahun ini, menurut Al Qur’an, sebenarnya hanya setara dengan enam hari saja. ‘’Yang telah menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari. Kemudian Dia
bersemayam di ‘Arsy. (Dialah) Yang Maha Pemurah. Maka tanyakanlah kepada yang
lebih mengetahui tentang Dia.’’
Bagaimanakah
penjelasannya, sehingga waktu alam semesta bisa mulur-mungkret seperti itu? Saya ambil salah satu contoh saja, dari
ayat-ayat tersebut. Yakni yang terjadi pada para malaikat, dimana seharinya
bisa setara 50 ribu tahun. Relativitas waktu semacam ini, sebenarnya sangat
dimungkinkan oleh teori Fisika Modern. Albert Einsteinlah yang menjelaskannya lewat teori relativitas waktunya.
Bahwa segala sesuatu yang bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya
akan mulur.
Nah, dalam
terminologi agama Islam, malaikat disebut sebagai makhluk yang berbadan cahaya.
Karena itu ia bisa melesat dengan kecepatan sangat tinggi: 300 ribu kilometer/
detik. Sehingga
ketika dia naik ke langit dengan kecepatan mendekati cahaya, waktunya menjadi
mulur, relative terhadap waktu manusia sebesar 50 ribu tahun.
Berapakah kecepatan malaikat saat itu? Anda bisa menghitungnya dengan menggunakan rumus
relativitas waktu Einstein: T= To/[1-V^2/C^2]^(1/2). Dimana T adalah waktu malaikat. To adalah
waktu manusia. V= kecepatan malaikat. Dan C = kecepatan cahaya. Dari
perhitungan itu akan diperoleh angka kecepatan malaikat sebesar
0,9999999999999985 kecepatan cahaya. Artinya, mereka melesat dengan laju yang sudah sangat dekat dengan
kecepatan cahaya.
‘’Demi (para malaikat) yang turun dari langit dengan kecepatan tinggi,
dan yang mendahului dengan laju sangat kencang.’’ [QS. An Naazi’aat:
3-4].
Wallahu a’lam bishshawab.
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar