Kenapakah umat Islam menjalankan puasa di bulan
Ramadan? Apakah penyebabnya? Seorang kawan menjawab: ‘’supaya kita menjadi orang yang bertakwa’’. Ia pun lantas mengutip QS. Al Baqarah:
183: ‘’Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu AGAR kamu
BERTAKWA.’’
Saya katakan, jawaban itu belum tepat. Karena
‘agar bertakwa’ itu bukan ‘penyebab’. Melainkan ‘akibat’. Jika kita berpuasa dengan
baik dan benar, akibatnya kita akan menjadi orang yang bertakwa – memiliki
kontrol diri yang bagus.
Kawan saya lainnya ikutan menjawab: ‘’supaya
menjadi sehat.’’ Dia pun mengutip hadits Rasulullah SAW: Shuumu tashiihu – berpuasalah maka kamu bakal
sehat. Saya katakan lagi, ‘’supaya
sehat’’ itu pun bukan ‘penyebab’, melainkan ‘akibat’. Siapa saja
berpuasa dengan baik dan benar, insya Allah, (akibatnya) dia akan menjadi lebih
sehat.
Keduanya – takwa dan sehat – adalah akibat dari berpuasa, karena
menggunakan kata sambung ‘agar’ dan ‘supaya’. Ada hal lain yang menjadi penyebab utama kenapa umat Islam disuruh
berpuasa pada bulan Ramadan. Yakni, disebabkan oleh turunnya al Qur’an sebagai
petunjuk di dalam bulan suci itu. Dasar ayatnya adalah QS. Al Baqarah: 185.
‘’Bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al Quran sebagai
petunjuk bagi manusia. Dan (berisi) penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk
itu. Serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). KARENA ITU, barangsiapa di
antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan itu, HENDAKLAH ia BERPUASA di bulan
tersebut...’’
Nah, kata sambung ‘karena itu’ dalam ayat di atas
menunjukkan ‘penyebab’. Bahwa, umat Islam diperintahkan untuk berpuasa
disebabkan oleh turunnya Al Qur’an. Bukan oleh sebab yang lain-lain. Karenanya,
adalah sebuah ‘kekeliruan besar’, jika ada orang yang berpuasa Ramadan tidak
rajin membaca Al Qur’an. Dia menyalahi latar belakang turunnya perintah puasa
Ramadan.
Bukan hanya membaca Al Qur’an secara formalitas
belaka – asal khatam bolak-balik – melainkan harus sampai memperoleh petunjuk
dari dalamnya. Sebab, ayat tersebut jelas-jelas memberikan
arah, bahwa Al Qur’an yang diturunkan di bulan Ramadan ini berisi petunjuk. Bahkan, lebih jauh, harus sampai
memperoleh al furqan alias
‘pembeda’. Sebuah ungkapan implisit, bahwa seseorang yang sudah memperoleh
petunjuk itu mestinya bisa ‘tampil beda’ dalam kehidupan sehari-harinya. Bukan
menjadi follower, tetapi
menjadi trend setter.
Dengan kata lain, seseorang yang menerapkan
ajaran Al Qur’an dalam hidupnya ia akan mempunyai pegangan kokoh yang
menjadikannya sebagai pioner yang mencerahkan. Menjadi agen perubahan. Bahkan menjadi teladan. Tapi, kenapa banyak orang islam yang
belum bisa menjadi pioner, agen perubahan, dan teladan? Jawabnya sederhana:
berarti ia belum memperoleh petunjuk dari dalam Al Qur’an. Barangkali,
membacanya hanya sebatas formalitas. Khatam bolak-balik tapi tidak paham
maknanya. Apalagi menjalankan dalam kehidupan sehari-sehari.
Misal: Al
Qur’an mengajarkan kejujuran, dan kita sudah khatam bolak-balik membaca
ayat-ayat tentang kejujuran itu, tetapi dalam kehidupan sehari-hari banyak
diantara kita yang tidak jujur. Al Qur’an mengajarkan keadilan, dan kita
berkali-kali mengutipnya, tapi setiap hari kita tidak berlaku adil. Al
Qur’an mengajarkan berpolitik yang Islami, tetapi akhlak berpolitik kita
amburadul. Dan seterusnya, banyak ketidakcocokan antara petunjuk Al Qur’an
dengan perilaku kita, dalam berbudaya, berekonomi, berpendidikan, berumah
tangga, bermasyarakat, dan lain sebagainya.
Maka, bulan Ramadan adalah bulan membaca al
Qur’an sampai paham. Bukan hanya soal khatam. Apalagi,
dengan cara ‘rombongan’ yang dilakukan paralel berbagi-bagi juz, dengan maksud
bisa menyelesaikan khataman berkali-kali. Sampai-sampai, membacanya
seringkali dengan ‘kecepatan tinggi’, yang menyalahi petunjuk di dalam Al
Qur’an itu sendiri. Bahwa membaca Al Qur’an mesti dilakukan dengan tenang –
tidak boleh cepat-cepat – dan sambil merenungkan isinya secara mendalam.
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak
cepat-cepat (menyelesaikan)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
menghimpunkan (pengertian)-nya dan membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah penjelasan (isi)nya. [QS. Al Qiyaamah: 16-19]
Dengan cara ini, umat Islam akan memperoleh
hikmah yang luar biasa banyaknya dari dalam Al Qur’an sebagai kitab petunjuk. Dan lantas melatihnya selama bulan
Ramadan dengan puasa yang baik dan benar. Puasa yang bukan hanya menahan lapar
dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa mendidik jiwa-raga kita menjadi lebih
sehat dan bertakwa. Hasilnya, insya Allah, seusai Ramadan umat Islam bakal memperoleh al
furqaan yang menjadikannya sebagai pribadi yang ‘tampil beda’. Bahkan,
menjadi agen perubahan menuju arah yang lebih baik bagi masyarakatnya. Sungguh
bangsa ini butuh orang-orang yang seperti itu..! Wallahu a’lam bishshawab.
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar