Adalah sangat menarik buat saya, ketika ada seseorang mengatakan dirinya
tidak bertuhan. Kenapa? Karena, ternyata Al Qur’an sebagai kitab suci yang
kebenarannya tak terbantahkan, tidak pernah menyebut adanya manusia atheis.
Yang ada ialah manusia yang tidak bertuhan kepada Allah.
Sehingga, konsekuensinya, seluruh manusia pasti bertuhan. Cuma bertuhannya
itulah yang macam-macam. Ada yang bertuhan kepada patung, batu, kuburan, pohon,
nenek moyang, dan lain sebagainya, seperti yang terjadi pada orang-orang tradisional
zaman dulu. Meskipun, sampai sekarang masih ada juga yang mewarisi tradisi itu.
Sehingga, jika Anda berkeliling ke suku tradisional di seluruh dunia, Anda akan
mendapati mereka pasti menyembah tuhan-tuhan. Apa pun bentuknya.
Pada kalangan yang lebih modern, juga selalu bertuhan. Tidak ada yang tidak
bertuhan. Hanya saja tuhannya bukan benda-benda tradisional itu. Melainkan yang
dianggap lebih ‘masuk akal’ dan ‘bergengsi’. Misalnya, bertuhan kepada sains.
Bertuhan kepada logika dan rasionalitas. Bertuhan kepada ilmuwan yang
dikaguminya. Bertuhan kepada diri sendiri. Dan seterusnya. Pokoknya, apa pun
namanya, setiap manusia pasti bertuhan kepada sesuatu.
Sains menjadi kecenderungan baru sebagai ‘agama’ manusia modern. Sehingga
ada yang menyebut istilah: Scientology. Mereka memanfaatkan sains untuk
melakukan praktek-praktek kehidupannya termasuk spiritualisme. Siapakah tuhan
yang mereka anut? Adalah hukum alam dengan segala formulasi-formulasi yang
terus berubah berdasar bukti-bukti empiris yang seringkali telah mengalami
manipulasi.
Nah, oleh karenanya tidak ada orang yang benar-benar atheis. Yang beragama
pasti punya tuhan, yang tidak beragama pun pasti punya tuhan. Tinggal, tuhannya
itu siapa. Dan memiliki kemampuan yang hebat ataukah tidak… ;) Bahwa kemudian
ada yang memaknai atheis sebagai menolak adanya tuhan lain, selain yang
diakuinya, itu oke-oke saja. Barangkali ini semacam pembelaan diri, dan
sekedar mencari teman untuk menyebut orang lain seperti dirinya yang atheis… ;)
Misalnya, karena orang Islam tidak percaya kepada tuhan Yesus, Zeus, Siwa,
Wisnu, Apollo, Rha, Venus, Athena, Thor, Sidharta Gautama, dst, maka disebutlah
orang-orang Islam sebagai atheis kepada tuhan-tuhan selain Allah. Itu sih benar
adanya, karena sesuai dengan kalimat syahadatnya: ‘tidak ada tuhan selain
Allah’. Artinya, banyak tuhan yang dianut manusia, tetapi Tuhan yang paling
hebat adalah Allah.
Dengan kata lain, ini justru menjadi ‘kalimat pembenar’ bahwa memang tidak
ada yang benar-benar atheis di dunia ini. Semuanya pasti bertuhan, tinggal
bertuhannya kepada siapa. Dan itulah, yang memang sejak awal dikatakan oleh al
Qur’an. Dan kemudian saya jadikan ungkapan dasar, bahwa tidak ada orang yang
tidak bertuhan. Persoalannya tinggal, dia mengakui Allah sebagai Tuhan yang
menguasai seluruh tuhan-tuhan itu, ataukah tidak.
Jadi ketika ada seseorang yang menyangkal semua tuhan, termasuk menyangkal
keberadaan Allah, maka sesungguhnya dia juga telah bertuhan kepada ‘sesuatu’,
selain tuhan yang tidak diakuinya itu. Diantaranya, dia telah bertuhan kepada
konsep ke-atheis-annya. Atau, kepada para tokoh pencetusnya. Atau, kepada
logika dan rasionalitasnya sendiri yang dikiranya sudah hebat, sehingga tidak
butuh tuhan-tuhan apa pun selain dirinya.
Sementara, demikian banyak kelemahan yang ada pada dirinya, termasuk cara
berpikir. Dan, begitu banyak pula hal-hal yang terjadi di luar kendalinya.
Mulai dari kelahiran, kesehatan, rezeki, kesuksesan, sampai pada kematian.
Demikian banyak ‘faktor X’ yang tidak bisa dikendalikannya. Dan ia menganggap
semua itu hanya sebagai ‘kebetulan’ belaka. Padahal, itu justru menunjukkan
kelemahan berpikir yang sangat mendasar.
Mana ada ‘kebetulan’ yang terjadi secara terus menerus dan demikian
teratur. Bukan hanya dalam skala besar makrokosmos, melainkan sampai ke hal-hal
yang sangat detil di mikrokosmos. Jika kita ‘open-mind’ maka kita akan dengan
mudah menyimpulkan dan sekaligus ‘merasakan’ betapa di balik semua ini ada
‘Sesuatu’ yang sangat Cerdas, yang mengendalikannya dengan sangat teliti. Alam
semesta dengan segala isinya tidak terjadi dan berlangsung by accident
tapi benar-benar by design.
Lantas dikatakan, ‘yaah semua itu kan karena evolusi alam’. Sebuah
ungkapan pembenaran yang mencari mudahnya saja tanpa mau mengkaji lebih detil.
Kalaupun itu dipaksakan juga, maka berarti dia mengakui bahwa alam inilah yang
memiliki ‘kecerdasan’ itu. Alam bisa mengatur dirinya sendiri. Bisa menciptakan
dirinya dari ketiadaan menjadi ada. Bisa menyeimbangkan gaya gravitasi di
seluruh penjuru semesta. Bisa mengadakan gaya nuklir yang menyatukan
partikel-partikel, dan kemudian menjadikannya atom-atom, molekul-molekul,
planet-planet, bintang dan galaksi. Dengan segala gaya gravitasi dan
elektromagnetik yang mengatur peristiwa di dalamnya.
Dan lantas bisa memunculkan kehidupan di muka bumi dengan segala
keteraturanya. Dan kemudian, bisa mengarahkan bumi memiliki air, punya
atmosfer, punya gunung-gunung yang menyeimbangkan bumi, punya mekanisme hujan
yang sangat canggih. Lantas, tiba-tiba juga bisa ‘berkehendak’ menciptakan sel
tunggal yang hidup di bumi. Yang membuat para ilmuwan seluler maupun
biomolekuler ‘geleng-geleng kepala’ menyaksikan kecanggihannya yang demikian
menakjubkan. Dan kelak memunculkan kehidupan manusia yang berperadaban, yang
demikian kompleks.
Bagaimana mungkin atom-atom yang tak punya kehendak bisa membentuk formasi
H2O, lemak, protein, gula, dan berbagai nutrisi yang dbutuhkan tubuh. Yang jika
meleset sedikit saja, misal H2O menjadi H2O2, maka triliunan sel di dalam tubuh
kita bakal keracunan dan mati massal. Dst. Dslb. Dll…
Oh, bagaimana bisa ada ‘orang berakal’ yang menyebut semua itu sebagai
berjalan secara kebetulan? Tanpa adanya kecerdasan di balik segala kejadian
yang demikian teratur dan akurat? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki
kemampuan sedemikian dahsyatnya? Wahai, benarkah alam yang mati ini memiliki
kehendak dan tujuan? Dan, memiliki kekuasaan untuk mengendalikan segalanya
sampai waktu tertentu? Dan bisa merespon dengan sangat cerdas semua peristiwa
yang terjadi di dalamnya? Dst, dll, dlsb… :(
Orang-orang yang terkungkung di dalam ego sempit, akan mengatakan: ‘’ya,
demikianlah memang alam semesta. Itu sudah given.’’ Hhehe, siapa yang
memberi… :) Atau mungkin akan mengatakan: ‘’ya memang alam ini punya
kecerdasan, punya kehendak, punya tujuan, punya kekuasaan, bisa bereaksi, bisa
mengendalikan, dst, dst…’’.
Nah, mulai muncul pengakuannya, bahwa alam dikendalikan oleh sebuah
Kecerdasan yang Maha Hebat. Yang Kehendaknya tidak ada yang bisa melawan. Yang
Kekuasannya meliputi seluruh alam semesta. Yang Ilmunya tak terbatas
kedahsyatannya. Yang Akurasinya membuat kita terbengong-bengong, dst, dst, dst.
Itulah Tuhannya orang Islam.
DIA adalah ‘SESUATU’ yang menciptakan alam semesta ini dari tiada menjadi
ada, mengontrolnya dengan kekuasaan dan kecerdasan yang tak terukur oleh
manusia, dan kelak akan melenyapkannya kembali jika saatnya tiba..!
QS. Al Hasyr
(59): 22-24
Dia-lah Allah Yang tidak ada
Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dia-lah Allah Yang tidak ada Tuhan
selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan
keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha
Berkuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang
mereka persekutukan.
Dia-lah Allah Yang Menciptakan,
Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama
Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan
Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar