Alam semesta adalah mahakarya yang luar biasa. Di
dalamnya tersimpan berbagai misteri abadi yang tiada habis-habisnya untuk
dipelajari. Allah
menyebutnya sebagai karunia yang tiada pernah selesai dituliskan, meskipun
dengan tinta sebanyak tujuh samudera. Karena sesungguhnya, ilmu Allah tiada
bandingnya, dan tak pernah bisa dibayangkan oleh siapa pun makhluk ciptaan-Nya
secara utuh.
QS. Luqman (31): 25-27
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab :
"Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah". Tetapi
kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Sesungguhnya
Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudahnya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dalam ayat yang berbeda, Allah bahkan menyebut-nyebut penciptaan alam
semesta ini lebih kompleks dibandingkan penciptaan manusia. Make sense,
karena manusia memang hanya sebagian kecil saja dari eksistensi alam semesta
yang mahaluas dan penuh misteri.
QS. An Naazi’at (79): 27-28
Lebih sulit manakah: menciptakanmu ataukah menciptakan langit? Allah telah
membangun (langit itu), meninggikannya, (dan) kemudian menyempurnakannya..
Kemegahan alam semesta menjadi salah satu pintu
masuk untuk mengenal Sang Pencipta. Baik dari sisi keindahannya, kerumitannya,
kekokohannya, keseimbangannya, dan berbagai sisi yang sangat menakjubkan. Karena itu, Allah sangat sering
menyebut-nyebut alam semesta untuk memancing perhatian kita dalam memahami Sang
Pencipta. Selain, tentu saja, memahaminya lewat kemisteriusan diri manusia
sendiri.
QS. Adz Dzaariyaat (51): 20-21
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi orang-orang
yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?
QS. Al Mulk (67): 3-4
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu cacat pun, dan melelahkan.
Maka dalam kesempatan ini saya hanya ingin menyampaikan, bahwa apa yang
telah saya uraikan dalam serial notes ini adalah dalam rangka mengenal
Allah lebih dekat, dengan segala kedahsyatan ilmu-Nya. Yang dengan membahasnya
- mudah-mudahan – kita menjadi sadar betapa ringkihnya makhluk bernama manusia
ini. Dan betapa Agungnya Sang Maha Pencipta. Pengetahuan dan kemampuan yang
harus kita kerahkan untuk memahami realitas yang sekedar proyeksi diri-Nya saja
sudah sedemikian canggihnya. Apalagi, untuk memahami eksistensi-Nya.
Allah selalu mendorong kita untuk terus
mengeksplorasi ayat-ayat-Nya kauniyah (alam) simultan dengan ayat-ayat qauliyah
(firman), agar kita bisa semakin mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya. Karena,
banyak diantara kita yang memilih untuk melewatkan begitu saja ilmu-ilmu yang
sangat berharga dan penuh hikmah ini.
QS. Yusuf (12): 105
Dan betapa banyaknya tanda-tanda (eksistensi Allah) di langit dan di bumi
yang mereka lalui, tetapi mereka tidak memperhatikannya.
QS. Az Zumar (39): 67
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya
padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit
digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa
yang mereka persekutukan.
Sebagai penutup serial notes kali ini, saya kira ada baiknya kalau saya
sarikan kembali garis besar dari apa yang telah kita bahas, agar kawan-kawan
memperoleh pemahaman utuhnya secara lebih sederhana.
- Pemahaman terhadap realitas alam semesta ini terus berkembang seiring
dengan data-data hasil pengamatan yang dilakukan manusia, dan kemudian
melahirkan teori-teori yang saling melengkapi menuju pada kesempurnaan.
- Awalnya manusia memandang alam semesta
sebagai ruangan yang statis dan terpisah dari waktu. Artinya, ruang dan waktu itu
tidak memiliki hubungan apa pun. Dan berdiri sendiri-sendiri sebagai
konstanta. Lantas, pada perkembangan berikutnya, ruang dipandang sebagai
konstanta, dan waktu sebagai variable yang berjalan sendiri. Juga, tidak
ada keterikatan apa-apa diantara keduanya. Sehingga, peristiwa-peristiwa
yang terjadi di dalamnya pun dianggap sebagai kejadian yang mandiri.
- Revolusi pemahaman mulai terjadi ketika
Einstein mengemukan teori relativitasnya dalam memahami alam semesta
dengan segala peristiwanya. Menurut Einstein, ruang dan waktu adalah
variable yang eksis dalam satu paket. Tidak bisa dipisahkan. Karena, ruangan alam semesta
ternyata tidak statis berupa konstanta. Alam semesta terbukti mengembang,
seiring dengan waktu yang juga bertambah. Sehingga, menurutnya gerakan
ruang dan waktu tidak boleh dipahami sendiri-sendiri. Setiap perubahan ruang akan menghasilkan
perubahan waktu, dan demikian pula sebaliknya. Konsekuensinya setiap benda yang
bergerak dalam ruang dan waktu akan mengalami relativitas. Bisa waktunya
yang relative, atau bisa juga ruangnya yang relative. Waktu dan
ruang bukan lagi konstanta, melainkan variable yang bisa mulur-mungkret
seiring dengan kecepatan pengamat. Dan
batas kecepatan pengamat tidak dimungkinkan untuk lebih dari kecepatan
cahaya. Karena itu Einstein memasukkan konstanta kecepatan cahaya dalam
rumus-rumus relativitasnya. Jika kecepatan pengamatan melebihi
cahaya, ia akan berada dalam dimensi imajiner, alias tak mungkin.
- Teori Einstein telah berjasa mengubah atau lebih tepatnya
menyempurnakan pemahaman manusia menjadi ‘lebih realistik’ dalam memandang
realitas. Meskipun teori-teori klasik Newtonian masih juga sangat
bermanfaat untuk digunakan bersamaan dengan teori Einstein. Teori klasik
masih bisa digunakan dalam kondisi yang parsial dan kecepatan rendah.
Sedangkan teori Einstein bisa digunakan dalam kondisi yang lebih holistik
termasuk yang berkecepatan tinggi. Dengan kata lain, jika teori Einstein
digunakan dalam kondisi kecepatan rendah, hasilnya sama dengan yang
diprediksikan oleh teori klasik Newtonian. Sebaliknya, teori Newtonian
tidak bisa digunakan dalam kondisi pengamat yang bergerak dengan kecepatan
tinggi.
- Sebagaimana teori klasik Newtonian, teori Einstein ternyata memiliki kelemahan dalam menjelaskan
kondisi tertentu. Khususnya, terkait dengan adanya fakta bahwa
partikel-partikel sub atomik bisa berinteraksi secara real-time
dalam kondisi tertentu - tidak bergantung pada jarak. Jika teori Einstein diterapkan disini,
hasilnya akan memunculkan kecepatan melebihi cahaya. Sebuah prinsip dasar
yang tidak diizinkan dalam teori Einsteinian. Maka muncullah teori baru,
yakni teori holografik seperti yang saya uraikan dalam note sebelumnya.
Bahwa, fakta real-time yang tak bergantung ruang-waktu itu hanya bisa
dijelaskan, jika alam semesta ini merupakan sebuah ilusi. Serta
memiliki hubungan tak terbatas di dimensi ruang yang lebih tinggi.
- Dari perkermbangan teori yang semakin menyempurna itulah saya memahami
informasi-informasi Al Qur’an – ayat-ayat qauliyah – tentang realitas.
Yang pertama, kurva ruang
dan waktu yang melengkung itu membawa konsekuensi adanya dimensi lebih tinggi: ruangan
langit di dalam ruangan langit yang lebih besar. Yang oleh Al Qur’an disebut
sebagai langit berlapis tujuh.
Yang kedua, dikarenakan kurva ruang-waktu yang melengkung
itu, maka kita mempunyai peluang untuk melihat peristiwa di masa depan pada
jarak yang jauh sekalipun. Yakni, dengan menerobos lewat dimensi ruang yang
lebih tinggi. Semakin tinggi dimensi langitnya, semakin pendek jalan pintasnya.
Ketiga, peristiwa-peristiwa di alam
semesta ini ternyata berlangsung secara bersamaan dalam kanvas ruang-waktu yang
baru dimulai, sekaligus sudah diakhiri. Namun demikian, manusia
menjalani semua itu sebagai ‘kejadian yang serial’ disebabkan ia terikat oleh
dimensi ruang dan waktu dan menjalaninya secara urut. Seandainya manusia tidak
terikat dimensi ruang-waktu, maka kita akan bisa melihat seluruh ‘lukisan di
atas kanvas’ alam semesta ini secara paralel.
Keempat, teori holografik memecahkan kebuntuan teori Einstein dengan smart.
Bahwa, alam semesta ini tak lebih hanyalah proyeksi dari sebuah peristiwa
tunggal di alam yang lebih tinggi, yang telah saya jelaskan lewat analogi ‘ikan
di dalam aquarium’ di note sebelumnya. Hal ini memberikan penjelasan yang
koheren dengan informasi Al Qur’an tentang Lauh Mahfuzh. Bahwa seluruh realitas ini memang sudah ada di dalam
kitab induk bernama Lauh Mahfuzh itu. Dengan kata lain, segala peristiwa ini
hanyalah proyeksi holografik dari master film bernama Lauh Mahfuzh, dimana
seluruh realitas sudah termaktub. Kitab induk itu sendiri pun merupakan
proyeksi holografik dari Sang Pencipta, Yang Maha Berilmu dan Maha Bijaksana…
QS. Al Hadiid (57): 22
Tiada suatu bencana (peristiwa) pun yang terjadi di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Kelima, posisi ‘kehendak’ manusia pun
merupakan proyeksi holografik dari kehendak Allah. Sehingga setiap kehendak
manusia yang disebut sebagai ‘kehendak bebas’ (free will) ini pun sebenarnya
berada dalam kehendak Allah. ‘Kebebasan’ yang dimiliki oleh manusia
dalam berkehendak itu selalu berada di dalam bingkai ‘kehendak Allah’ yang
holistik. Sehingga, seakan-akan manusia bisa memilih takdirnya sendiri. Padahal
segala alternative pilihan itu tak pernah keluar dari frame kehendak-Nya. Disinilah letak kerelatifan manusia dalam
memilih takdirnya, dalam memperoleh kebaikan atau keburukan. Setiap takdir
adalah baik di sisi Allah, tetapi bisa menjadi buruk di mata manusia,
dikarenakan keterbatasan manusia dalam memilih takdir yang dikira terbaik
baginya.
QS. An Nisaa’ (4): 79
Segala kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan segala keburukan
yang menimpamu berasal dari (keterbatasan)-mu sendiri…
Demikianlah sepenggal catatan saya, tentang secuil misteri alam semesta
yang sangat dahsyat. Tentu, masih sangat banyak pertanyaan yang bergelayutan di
benak saya maupun benak Anda, menunggu jawaban yang lebih terang benderang.
Dengan harapan akan membuka cakrawala pemahaman kita terhadap alam semesta,
Ciptaan Allah Sang Maha Perkasa. Semoga Allah membimbing kita semua di jalan
yang diridhai-Nya…
Wallahu a’lam bishshawab
~ Salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar