Setiap kita punya dosa. Dan kita ingin agar dosa-dosa itu tidak diketahui
oleh orang lain. Apalagi dipublikasikan ke khalayak ramai. Oh, betapa
malunya..! Bisa nggak ya, ingatan tentang dosa itu dilupakan, atau
dihapus sama sekali?
Dosa adalah segala perbuatan jelek yang merugikan diri sendiri, atau orang
lain, atau merusak alam sekitar. Sebagaimana telah kita bahas dalam note
sebelumnya, semua itu ternyata membekas dan terekam di alam semesta. Sedangkan
pahala adalah segala perbuatan baik yang menguntungkan diri sendiri, orang
lain, dan memperbaiki alam sekitar. Yang ini juga membekas dan terekam di
alam. Efek dosa adalah merusak dan menghancurkan, memunculkan penderitaan
secara personal maupun kolektif. Sedangkan efek pahala adalah membangun, memperbaiki
dan membahagiakan, juga bersifat personal dan kolektif.
Setiap kali kita berbuat dosa, maka peristiwa itu akan terekam di dalam
otak, sistem genetika, dan struktur alam. Bukan hanya berhenti pada proses
rekaman semata, melainkan juga menimbulkan efek pada realitas hidup. Otak
misalnya, bukan hanya 'mengingat' dosa itu, melainkan juga mengalami
’kerusakan’ susunan saraf disebabkan oleh energi jelek yang muncul dari dosa.
Dikarenakan memunculkan efek buruk itulah, kita seringkali menyebut dosa
sebagai ‘energi negatif’. Istilah negatif itu memang tidak ada kaitannya dengan
’skalar dan vektor’ di dalam ilmu fisika. Karena energi memang tidak memiliki
arah. Melainkan lebih kepada akibat negatif yang ditimbulkannya. Sebaliknya,
energi pahala disebut sebagai ’energi positif’ karena ia menghasilkan efek
positif bagi sekitarnya.
Setiap kali pikiran kita diajak berbuat dosa, setiap kali itu pula otak
kita akan merekamnya sambil mengalami kerusakan struktur dan sirkuit sarafnya.
Efeknya akan lebih parah jika pikiran itu sampai diamalkan. Dan jika hal itu
dilakukan berulang-ulang, efek negatifnya bisa terekam sampai ke dalam sistem
genetika. Dan kemudian menurun kepada anak cucu kita. Dosa yang berulang-ulang
sampai menjadi kebiasaan akan memicu 'gen jelek' dalam tubuh kita menjadi
aktif. Bahkan pada tingkat yang sangat intens dan lama bisa mendorong
terjadinya mutasi genetika. Demikian pula sebaliknya, orang yang membiasakan
pikiran dan perbuatan baik, kebiasaannya itu bakal bermanifestasi ke dalam
genetikanya. Dan, bisa diturunkan kepada anak cucunya.
Orang yang terbiasa makan dengan gizi berkecukupan misalnya, jika itu
terjadi berulang-ulang selama masa hidupnya, akan membuatnya bertumbuh besar.
Baik dalam bentuk kegemukan ataupun tinggi badan. Kondisi itu akan terekam di
dalam genetikanya. Dan kemudian akan menurun kepada anak cucunya. Saya yang
memiliki tinggi badan 169 cm, kini punya anak-anak yang lebih tinggi dari saya.
Dua diantaranya mencapai 180 cm, misalnya.
Rekaman demikian bukan hanya terjadi di otak dan genetika, melainkan juga
pada alam semesta. Dan bukan hanya tercatat, melainkan sampai memberikan efek
riil. Sebagai contoh, kalau Anda merusak lingkungan ekosistem, maka alam
sekitar Anda akan memberikan respon berupa perubahan iklim dan cuaca. Global
warming yang sekarang melanda planet Bumi ini dikarenakan umat manusia
secara kolektif melakukan dosa kepada alam. Maka, ia bukan hanya mencatat,
melainkan sekaligus memberikan reaksi yang setara dengan kerusakan yang kita
bikin...
Jadi, bagaimanakah caranya agar kita bisa menghapus dosa-dosa yang telanjur
kita perbuat pada otak, pada sistem genetika, dan alam sekitar? Apakah cukup
hanya dengan mengucapkan kata-kata: oh, maaf wahai otak, saya telah
berbuat dosa kepadamu..! Lantas, kita berharap efek negatif yang ada pada
otak kita akan terhapus?
Atau kepada sistem genetika, kita cukup berkata: wahai sistem genetika
yang ada di dalam triliunan sel tubuhku, maafkan aku ya telah membuat kamu
mengalami mutasi sehingga memunculkan penyakit keturunan. Lantas, kita juga
mengharap penyakit keturunan itu lenyap dengan sendirinya?
Atau, kita bilang kepada hutan: wahai hutan, maafkan kami yang telah
menghancurkanmu, menggundulimu, sehingga iklim bumi sekarang menjadi kacau
balau. Karena itu tolong jangan marah kepada kami. Lantas, secara ajaib
Bumi akan menjadi baik kembali?
Oh, tidak sesederhana itu kan? Kita tidak bisa menghapus dosa-dosa
hanya dengan berkata-kata minta maaf atau minta ampun. Meskipun itu kepada diri
sendiri. Apalagi kepada orang lain, dan alam sekitar. Termasuk juga kepada
Allah, Sang Maha Pengampun. Karena, segala sesuatu ini sudah ada menkanismenya,
yakni sunnatullah, sejak diciptakan pertama kali.
Untuk memperbaiki hutan, tentu tidak cukup kalau kita hanya meminta maaf
kepada lingkungan. Melainkan harus melakukan perbuatan baik, dengan cara
menanaminya kembali. Memeliharanya secara konsisten. Memupuknya, menyiraminya,
sekaligus menghentikan perusakan yang selama ini kita lakukan. Jika, kita istiqomah
alias konsisten, insya Allah sekian tahun kemudian alam akan memaafkan
dosa-dosa kita. Dan dampak global warming akan hilang dengan sendirinya.
Begitu juga kerusakan yang terjadi pada otak dan sel-sel tubuh kita. Tidak
cukup dong kita memperbaikinya hanya dengan kata-kata, melainkan harus
dengan perbuatan nyata. Semakin lama perbuatan dosa itu telah kita lakukan,
semakin berat pula menghapus dampaknya. Karena ia sudah berpengaruh sampai
dalam sistem genetika. Sehingga, kata orang jawa, dosa itu bisa menurun kepada
anak cucu sampai tujuh turunan..!
Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan untuk menghapus dosa-dosa kita?
Yang pertama, tentu saja bertobat. Ini adalah langkah awal yang mengubah
mindset kita. Memulainya dengan niat yang kuat untuk tidak melakukan
dosa lagi. Sebab, sebaik apa pun perbuatan yang akan kita lakukan setelah itu,
jika masih bercampur aduk dengan dosa-dosa, efeknya tidak akan menghapus dosa,
malah bisa memperparah. Inilah kenapa kita diajari untuk tidak mencampur
adukkan antara dosa dan pahala. Antara kejahatan dan kebaikan.
Setelah meniatkan tobat dengan sungguh-sungguh, kita mesti berbuat
kebajikan sebanyak-banyaknya, agar timbul ’efek menghapus’. Inilah yang
diceritakan Allah dalam ayat berikut ini.
QS. Huud (11): 114
... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu (bisa) menghapus
(efek) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah pelajaran bagi orang-orang
yang mau mengambil pelajaran.
Namun demikian, apakah catatan dosa merusak hutan itu, misalnya,
otomatis terhapus dari sejarah kehidupan kita? Kok kayaknya tidak ya?!
Sejarah tetap saja mencatat, bahwa dulu kita pernah melakukan perusakan hutan
besar-besaran dan mengakibatkan penderitaan umat manusia. Tetapi, sejarah juga
mencatat, bahwa setelah itu kita berusaha melakukan reboisasi besar-besaran
sehingga kini hutannya menjadi lebat kembali.
Kalau Anda ingin agar sejarah tidak mencatat perbuatan Anda, maka
satu-satunya jalan adalah dengan ’memohon’ kepada para sejarawan untuk tidak
mencatat perbuatan Anda. Itupun kalau mereka mau mengabulkan permintaan Anda.
Jika ia tidak mau, maka hilanglah harapan Anda untuk menghapus dosa-dosa yang
telah Anda lakukan...
Terkait dengan dosa kehidupan, maka tidak mungkin kita menghapus dosa-dosa
masa lalu. Karena, seluruh alam di sekitar kita memang telah mencatatnya. Orang
yang kita jahati misalnya, dia tetap saja ingat bahwa kita telah berbuat
jahat kepadanya. Sahabat-sahabatnya, juga ingat karena mereka sempat
menyaksikan perbuatan kita. Dan otak maupun genetika kita pun ikut merekam seluruh
perbuatan dosa itu. Demikian pula alam semesta.
Jadi, bagaimana supaya rekaman perbuatan dosa kita tidak ditayangkan
pada saat hari pengadilan? Satu-satunya jalan adalah memohon kepada Sang Maha
Pencatat agar DIA mengampuni dosa-dosa tersebut dan berkenan menghapusnya dari
catatan alam semesta. Tapi, apakah itu mungkin? Untunglah, Allah adalah Dzat
Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat.
Karena ternyata, Dia masih membukakan jalan...!
QS. Al Hadiid (57): 20
... Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridhaan-Nya...
Ayat di atas menjelaskan, bahwa di Hari Pengadilan, Allah masih mau
memberikan ampunan. Karena, memang pahala masih mengalir saat kita berada di
alam barzakh, akibat investasi kebajikan yang kita lakukan di dunia. Di sisi
lain, Allah juga menyediakan azab yang keras kepada mereka yang tidak bertobat,
dan catatan amal kebaikannya kalah berat oleh timbangan kejahatannya. Dan di
sisi lainnya lagi, Allah memberikan Ridha kepada orang-orang yang tulus ikhlas
berbuat kebajikan karena Allah semata.
Ampunan Allah adalah kunci dari tidak ditayangkannya dosa-dosa kita pada
saat pengadilan akhirat. Bahkan, Dia yang Maha Pengampun itu, masih menyediakan
kemungkinan untuk menghapus secara permanen semua kesalahan yang pernah
kita lakukan, dari kitab induk kejadian: Lauh Mahfuzh. Buat siapakah
semua itu disediakan? Ternyata disediakan bagi mereka yang banyak berbuat
kebajikan sambil mengorientasikan hidupnya hanya kepada Allah semata..!
QS. At Taghaabun (64): 29
(Ingatlah) hari (saat) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengadilan, itulah
hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan mengerjakan amal saleh niscaya Allah akan menghapus
kesalahan-kesalahannya...
QS. Ar Ra’d (13): 39
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa
yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).
Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar