MENCARI KESENANGAN ATAUKAH KEBAHAGIAAN


Banyak orang yang belum bisa membedakan antara ’senang’ dan ’bahagia’. Padahal, sudah sangat jelas bahwa orang yang mengejar kesenangan belum tentu bisa memeroleh kebahagiaan. Meskipun, juga bisa saja memperoleh kedua-duanya dalam sekali usaha. Kesenangan adalah urusan materi, sedangkan kebahagiaan adalah urusan psikologi.

Kita bisa saja senang pada mobil, tetapi belum tentu mobil itu bisa membahagiakan kita. Kita bisa juga senang kepada rumah, jabatan, karier, istri, suami, anak, teman, popularitas, dan lain sebagainya. Tetapi, semua kesenangan itu tidak menjamin hidup kita bahagia. Banyak sekali orang yang sudah menggapai semua yang diinginkan dan disenanginya, tetapi hidupnya tidak bahagia.

Hidupnya seperti mengejar fatamorgana. Semua yang ada di luar dirinya dianggap sebagai sumber kesenangan. Tetapi setelah sampai pada apa yang diinginkannya, dia tidak menemukan apa yang diharapkannya. Membosankan. Dan biasanya, hanya bertahan beberapa minggu atau beberapa bulan saja. Setelah itu, dia bakal mengejar lagi sesuatu yang belum didapatkannya. Mobil tetangga selalu tampak lebih bagus. Rumah tetangga selalu kelihatan lebih mewah. Istri tetangga selalu terkesan lebih cantik.

Saya punya seorang kawan yang sudah memiliki ‘segala-galanya’. Dia orang yang sukses dalam bisnis. Sukses juga berumah tangga. Istrinya cantik, anak-anaknya baik, lulusan luar negeri semua, sudah berkeluarga dan memberinya cucu yang lucu-lucu. Teman dan koleganya sangat banyak. Mobil dan rumahnya beberapa. Karyawannya puluhan ribu. Entah, apalagi yang belum dia punyai. Tetapi hidupnya gelisah.

Suatu ketika dia menelpon saya untuk mengajak diskusi tentang agama. Padahal dia non muslim. Dia ingin menumpahkan kegelisahan hidupnya. Dia merasa ada sesuatu yang belum dia dapatkan. Padahal, dulu dia mengira semua yang kini telah dicapainya itu adalah sumber segala kebahagiaan yang ingin diraihnya. Ternyata tidak.

Setelah semua itu diraihnya, ia malah merasakan kekosongan dalam hidupnya. Masih mending dulu, sebelum semua itu diraihnya, ia masih memiliki ‘harapan’ untuk memperoleh semua yang dianggapnya sebagai sumber kebahagiaan. Kini setelah semua itu diperolehnya, ia malah kebingungan sendiri mau mengejar apa. Dia benar-benar tidak tahu, apakah yang menyebabkan rasa ’kosong’ di dalam jiwanya.

Dia baru menyadari bahwa apa yang dia peroleh itu ternyata bukan sumber kebahagiaan. Melainkan sekedar sumber kesenangan. Dia senang mobil-mobil bagus, dan sudah mendapatkannya. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, dia merasa semua itu menjadi biasa kembali. Tak ada yang istimewa. Kesenangan terhadap mobil itu dia rasakan hanya beberapa saat setelah dia bisa mencapai apa yang diinginkannya. Setelah itu, tak ada beda dengan sebelumnya.

Dia lantas membeli mobil lebih bagus, lebih mahal, dan lebih mewah. Namun, perasaan itu muncul lagi. Dilakukan lagi, begitu lagi. Diulang lagi, bosan lagi, diulang lagi bosan lagi, begitu seterusnya. Sampai akhirnya, ia tak ingin memperoleh kesenangan dari mobil lagi, karena ternyata hanya ’begitu-begitu’ saja.

Rumah yang dulu dikiranya bisa membahagiakan, juga memberikan suasana batin yang sama kepadanya. Mulai dari rumah kecil yang dimilikinya, sampai kini memiliki rumah besar dan mewah di tengah kota Surabaya. Masih ditambah sejumlah hotel dan tempat hiburan terkenal, semua itu tak kunjung membahagiakannya. Dia malah merasa lebih bahagia saat muda. Ketika, ia baru bisa membeli sebuah rumah kecil, setelah sekian lama bercita-cita. Kini, rumahnya besar dan mewah, tetapi rasa bahagianya kalah dengan waktu muda itu.

Untuk mengejar kebahagiaan ia bahkan sempat bertualang dengan wanita, meskipun dia punya isteri yang sah. Dia bisa memperolehnya kapan saja, dimana saja, karena dia mendirikan tempat-tempat hiburan untuk itu. Tetapi kesimpulan yang dia peroleh sama. Begitu-begitu saja. Membosankan dan malah memunculkan masalah. Akhirnya dia bingung sendiri, tentang apa yang sedang dia cari dalam hidup ini. Padahal usianya sudah tidak muda lagi, yakni 68 tahun. Dia merasa sudah hampir sampai waktu menutup usia, tetapi belum menemukan apa yang dia cari.

Ya, dia sudah sampai di FATAMORGANA. Dia sudah membuktikan bahwa semua yang dia bayangkan ternyata adalah SEMU belaka. Hanya orang-orang yang belum sampai di fatamorgana itulah yang mengatakan bahwa semua yang didapatkannya itu sebagai kesuksesan yang membahagiakan.

Menurutnya, hanya orang yang belum kaya saja, yang menganggap kekayaan itu sebagai sebuah kebahagiaan. Hanya orang yang belum berkuasa saja yang menganggap kekuasaan sebagai sumber kebahagiaan. Hanya orang yang belum ‘memiliki’ saja, yang menganggap ‘kepemilikan’ itu sebagai kebahagiaan. Persis seperti sebuah fatamorgana yang dikiranya air, ternyata setelah sampai disana ia tidak menemukan air itu. Justru, ia selalu melihat air berada di kejauhan pandangannya..!

‘’Oh, apakah kebahagiaan itu..?!’’ keluhnya.

Dari beberapa silang sengkarut pendapat tentang ’bahagia’, ada beberapa pendapat yang dikemukakan. Yang pertama, ada orang berpendapat bahwa kebahagiaan adalah ketika semua kebutuhan dan keinginan kita tercapai? Tetapi, benarkah kita bisa memperoleh semua yang kita inginkan? Bukankah begitu banyaknya keinginan kita yang tidak bisa kita capai, karena berbagai alasan?

Sehingga, kalau kebahagiaan itu didefinisikan sebagai ‘terpenuhinya segala keinginan’, sudah bisa dipastikan tidak akan ada seorang pun yang bakal bisa mencapai kebahagiaan..! Karena pada kenyataannya tidak ada orang yang bisa memenuhi segala keinginannya. Keinginan manusia selalu bertumbuh, sampai menjadi jauh lebih besar dari alam semesta sekalipun.

Yang kedua, ada yang berpendapat bahwa kebahagiaan adalah ketika kita bisa hidup tenang dan tentram. Tapi bisakah kita hidup tenang dan tentram itu? Terhindar dari semua masalah yang melingkupi hidup kita? Bukankah hidup ini adalah aliran masalah? Mulai bangun tidur sampai tidur kembali, masalah selalu berdatangan. Mulai dari masalah kesehatan, rezeki, keluarga, tetangga, masyarakat dan negara.

Sehingga kalau kebahagiaan didefinisikan sebagai hidup tenang dan tentram bebas dari masalah, sepertinya tidak akan ada orang yang bisa hidup bahagia..! Sudah pasti, selama kita masih hidup di dunia masalah akan selalu datang untuk dicarikan solusinya.

Yang ketiga, ada juga yang berpendapat bahwa hidup bahagia adalah ketika kita dicintai oleh semua orang yang ada di sekitar kita. Oh, lagi-lagi kita tidak akan bisa memperolehnya. Mana mungkin kita dicintai oleh semua orang, karena sesungguhnya hidup ini penuh dengan perbedaan kepentingan..!

Lantas, apakah itu ‘bahagia’? Dan bagaimana memperolehnya..?!

QS. Al Hadiid (57): 20
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

 Agus Mustofa

0 komentar:

Posting Komentar