Alam
Semesta sekarang ini sedang mengembang. Semua ahli Astronomi dan Kosmologi
sepakat. Karena faktanya memang bisa langsung diamati di angkasa, dimana
benda-benda langit terutama galaksi sedang bergerak saling menjauh. Dimensi
ruang alam semesta sedang membesar terus menerus, dan dimensi waktunya pun semakin
menua.
Menariknya,
tanpa bermaksud mengklaim, ternyata Al Qur’an ‘berpendapat’ sama. Bahwa langit
memang sedang ‘meninggi’ ke segala arah. Atau, di ayat lain disebut sebagai
‘meluas’ ke segala penjuru. Bayangkanlah planet Bumi yang bundar dengan miliaran
penduduk berada di permukaan-nya. Jika langit orang Indonesia meninggi ke
atasnya, dan langit orang-orang yang berada di benua Amerika, Eropa, Afrika,
dan Australia juga meninggi ke atasnya, berarti langit yang meliputi planet
Bumi ini kan sedang meninggi ke segala arah. Astronomi dan Kosmologi
menyebutnya sebagai Expanding Universe.
QS.
Al Ghaasyiyah (88): 18
Dan
(apakah mereka tidak memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan
(ke segala penjuru)?
QS.
Adz Dzaariyat (51): 47
Dan
langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya.
Apakah
dampak dari pengembangan langit itu? Ruang alam semesta semakin luas, jarak
antar benda semakin renggang, dan waktu terus bertambah tua. Dampak berikutnya,
kualitas benda-benda di seluruh penjuru langit semakin menurun. Mulai dari
kerapatannya, suhunya, tekanannya, dan keteraturannya. Semakin besar
mengembangnnya, semakin turun suhu dan tekanannya, dan ‘semakin tidak teratur’
kondisinya. Itulah yang disebut sebagai ‘kekacauan’ yang bertambah dari waktu
ke waktu. Dalam istilah Fisika disebut dengan istilah Entropi yang meningkat.
Karena
entropi yang terus bertambah itulah maka seluruh benda dan peristiwa di alam
semesta menuju kepada kualitas yang semakin buruk. Benda-benda yang tadinya
tertata menjadi semakin kacau. Yang tadinya bagus menjadi memburuk. Yang
tadinya indah menjadi jelek. Yang tadinya segar menjadi busuk. Yang tadinya
hidup menjadi mati..!
Alam
semesta yang mengembang ini sudah berusia lebih dari 13 miliar tahun. Dan
memiliki 3 kemungkinan di masa depannya. Kemungkinan pertama: alam
semesta akan terus mengembang abadi, sampai suhu, tekanan dan tingkat kekacauan
tak berhingga. Ujung-ujungnya alam semesta mati membeku karena suhunya mencapai
nol mutlak. Hal ini akan terjadi jika, gaya gravitasi di pusat alam semesta
kalah besar oleh kekuatan anti-gravitasi yang membuatnya mengembang tidak
terkendali, sejak lebih dari 13 miliar tahun yang lalu.
Kemungkinan
kedua,
pengembangan alam semesta bakal berhenti di suatu jarak tertentu. Alam semesta
bakal berhenti berdinamika. Ruangan menjadi statis, waktu statis, dan berbagai
peristiwa ikut berhenti. Alam semesta pun mati. Hal ini akan terjadi, jika gaya
gravitasi pusat alam semesta sama besar dengan gaya anti-gravitasi yang
melontarkan segala isi jagat raya ini.
Kemungkinan
yang ketiga,
alam semesta akan berhenti mengembang di jarak tertentu, dan kemudian mengerut
kembali. Ini bakal terjadi jika gaya gravitasi di pusat alam semesta lebih
besar dari gaya ledakan alias anti-gravitasinya. Ketika mengerut itu, hukum
alam akan berjalan terbalik. Yang tadinya rusak berangsur-angsur akan membaik.
Yang tadinya mati, akan hidup kembali.
Menariknya,
kemungkinan mana pun yang bakal terjadi di masa depan alam semesta itu, semuanya
berakibat pada kematian jagat raya. Alias kiamat besar. Pilihannya,
kalau nggak ‘mati membeku’, ‘mati tak bergerak’ atau ‘mati runtuh’ ke
tempat semula. Ini mirip dengan kematian Bumi (kiamat sughra) yang sudah saya
ceritakan di note ke-2: Apa pun yang Terjadi, Bumi Pasti Mati. Nah, kini
giliran alam semesta, apa pun yang terjadi alam semesta bakal mati. Yaah, semua
itu memang sebuah keniscayaan, karena Bumi maupun alam semesta adalah makhluk.
Persis seperti dikemukakan Allah berikut ini.
QS.
Al Qashash (28): 88
Janganlah
kamu sembah bersama Allah, tuhan apa pun yang lain. Tidak ada Tuhan selain Dia.
Segala sesuatu bakal binasa (termasuk 7 lapis langit dimana dunia dan
akhirat berada), kecuali Allah (saja). Bagi-Nyalah segala ketentuan. Dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan
Lantas,
dari 3 kemungkinan itu, manakah yang bekal terjadi? Secara empiris dan
saintifik semuanya masih belum bisa disimpulkan, karena proses identifikasi
variabel-variabelnya masih berlangsung. Kuncinya ada pada diketemukannya massa
kritis alam semesta. Jika, massa alam semesta terbukti sedemikian rupa sehingga
bisa menghasilkan gaya gravitasi yang melebihi anti-gravitasinya, maka alam
semesta dipastikan akan mengerut kembali. Untuk kemudian hancur, runtuh di
pusatnya.
Sebaliknya,
jika nantinya terbukti massa kritis alam semesta tidak tercapai atau seimbang
dengan gaya anti-gravitasinya, maka alam semesta bakal mengembang terus sampai
lenyap atau setidak-tidaknya berhenti di jarak tertentu. Mana yang bakal
terjadi, belum ada yang bisa memprediksi secara saintifik. Perdebatan masih
terus terjadi. Khususnya antara yang pro alam semesta terus mengembang dan yang
pro alam semesta bakal mengerut.
Saya
termasuk yang pro alam semesta bakal mengerut. Dan meyakini bahwa massa kritis
alam semesta berjumlah lebih besar dari gaya anti-gravitasinya. Seorang kawan
lantas bertanya: tapi, bukankah sejumlah penemuan terbaru menunjukkan bahwa
kecepatan mengembang alam semesta ternyata semakin besar di jarak yang semakin
jauh dari Bumi? Tidak bertambah lambat, tetapi malah mencepat. Apakah hal ini
tidak berarti alam semesta cenderung untuk bergerak tak terkendali, dan
akhirnya bakal lenyap di kejauhan sana?
Saya
tidak akan membahas detil masalah ini disini, karena halaman yang tersedia
tidak cukup untuk menjelaskannya. Jika ada yang berminat tentang hal ini bisa
membacanya di buku serial ke-34: MENGARUNGI ‘ARSY ALLAH. Saya telah membahasnya
disana. Bahwa, kecepatan galaksi yang semakin jauh semakin cepat itu sebenarnya
adalah semacam ‘tipuan penglihatan’ saja, disebabkan oleh posisi pengamat.
Mirip seperti kasus seorang penumpang kereta api yang berjalan di atas gerbong
yang sedang melaju. Menurut pengamat di stasiun, kecepatan penumpang itu
menjadi bertambah cepat karena ditambah dengan kecepatan kereta api yang
ditumpanginya.
Kenapa
saya pro alam semesta yang mengerut? Apakah saya sudah bisa membuktikannya?
Tentu saja belum. Tetapi, saya terinspirasi dari informasi Al Qur’an yang hebat
ini. Bahwa, menurut kitab suci ini alam semesta tidak akan mengembang tak
terkendali sampai lenyap. Allah menahannya, dan kemudian menggulung kembali ke
pusatnya.
Dengan
kata lain, Allah memberikan informasi bahwa massa kritis alam semesta ini
sebenarnya cukup besar untuk mengalahkan gaya anti-gravitasinya. Yakni,
tersembunyi di dalam apa yang disebut sebagai ‘materi gelap’ dan ‘energi gelap’
yang sedang ramai jadi perbincangan. Dan ini kelak akan menjadi salah satu
bukti yang menguatkan adanya alam berdimensi tinggi.
QS.
Faathir (35): 41
Sesungguhnya
Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap (dikarenakan
terus mengembang); dan sungguh jika keduanya lenyap tidak akan ada seorang pun
yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Penyantun lagi Maha Pengampun.
QS.
Al Anbiyaa’ (21): 104
Pada
hari Kami gulung langit (alam semesta) sebagai menggulung
lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan di awal
mula begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami
tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.
Nah,
saat alam semesta bergerak membalik arah itulah fase alam akhirat terjadi.
Ibarat merekam gelas di atas meja yang jatuh, pecah berhamburan, kini putarlah
hasil rekaman itu secara terbalik. Maka, akan terlihatlah pecahan gelas yang
berhamburan di lantai itu serentak berkumpul dan naik ke atas meja, utuh
kembali. Begitulah efek dari terjadilah alam yang mengerut di fase akhirat.
Lantas,
ada yang bertanya, kalau begitu apakah kehidupan di alam akhirat itu akan
berjalan mundur? Apakah seseorang yang tadinya mati lantas menjadi hidup
kembali, menjadi semakin muda, remaja, kanak-kanak, bayi, masuk ke dalam rahim,
jadi embrio, dan akhirnya menjadi sperma dan ovum kembali?
Tentu
saja tidak begitu. Karena, meskipun dimensi ruangnya mengerut, dimensi waktu
tidak harus berjalan mundur. Usia alam semesta tidak ‘memuda’, melainkan tetap
‘menua’. Seandainya fase mengerut itu terjadi pada usia alam semesta 15 miliar
tahun, maka usianya tidak lantas ikut mundur menjadi 14, 13, 12, 11, 10.....,
3, 2, 1, 0. Melainkan tetap saja bertambah tua menjadi, 16, 17, 18, 19, 20
...., 27, 28, 29, 30 miliar tahun. Sejarah tidak berjalan berbalik arah,
melainkan tetap melaju ke depan, membentuk peristiwa-peristiwa yang berbeda
dengan alam dunia..!
Karena,
yang mengerut memang hanya dimensi ruangnya saja. Kalau digambar dalam kurva
tiga dimensi berbentuk globe, penjelasannya menjadi seperti berikut ini.
Bayangkanlah ‘Awal’ alam semesta terjadi di kutub utara. Itulah saat terjadinya
big bang. Lantas, ruangan mengembang sampai maksimum di ‘katulistiwa’
seiring dimensi waktu yang bergerak sepanjang garis bujurnya. Setelah itu alam
semesta mengecil lagi menuju ‘kutub selatan’. Perhatikanlah, waktu tidak
bergerak mundur ke arah kutub utara lagi, melainkan terus bergerak ke arah
kutub selatan. Disanalah alam semesta runtuh, mengalami kiamat kubra – big
crunch.
Durasi
mengerutnya alam semesta akan berlangsung setara dengan durasi mengembangnya.
Jika durasi mengembangnya 15 miliar tahun misalnya, maka durasi mengerutnya pun
sekitar 15 miliar tahun. Mirip dengan batu yang dilemparkan ke udara selama 1
menit, maka waktu jatuhnya pun akan berlangsung 1 menit pula. Dengan kata lain,
fase akhirat itu bakal berjalan selama miliaran tahun, dengan hukum yang
berjalan terbalik. Inilah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai masa yang lama,
sehingga dipersepsi ‘kekal’ oleh sebagian penafsir. Tentu saja kalau
dibandingkan dengan usia manusia yang hanya puluhan tahun... :)
Efek
dari mengerutnya alam semesta itu adalah entropi yang berbalik menjadi menurun.
Sehingga, diantaranya, orang yang tadinya mati – badannya hancur karena dikubur,
dikremasi ataupun kecelakaan – akan menjadi hidup kembali seperti gelas
pecah yang tadinya berantakan di lantai menjadi utuh kembali di atas meja.
Bukan
hanya bersifat fisikal, badannya saja, melainkan Allah bakal mengembalikan ruh
sebagai ‘daya hidup’ makhluk bernama manusia. Karena sebagaimana saya jelaskan
di note sebelumnya, bahwa daya hidup memang tidak serta merta inheren di dalam
benda mati. Kehidupan hanya bisa dijelaskan asal-usulnya ketika kita melibatkan
Allah sebagai sumber kehidupan makhluk-makhluk-Nya. Oh, betapa mudahnya semua
itu bagi Allah..!
QS.
At Taghaabun (64): 7-8
Orang-orang
yang ingkar mengira bahwa mereka tidak mungkin dibangkitkan (di alam akhirat).
Katakanlah: "Bukan begitu, demi Tuhanku kalian benar-benar akan
dibangkitkan. Kemudian, akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan." Yang demikian itu sangatlah mudah bagi Allah. Maka
berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada cahaya (Al-Quran)
yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Wallahu
a’lam bishshawab
~
salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar