Saat kecil, guru mengaji saya menceritakan
bagaimana caranya malaikat Raqib dan Atid mencatat perbuatan manusia. Kedua
malaikat itu, konon duduk di pundak kanan dan pundak kiri. Raqib mencatat
segala amal kebajikan kita, sedangkan Atid mencatat perbuatan buruk. Kelak,
kedua buku catatan itu akan diserahkan kepada Allah saat hari pengadilan.
Maka, tak terhindarkan, sejak itu saya selalu membayangkan ada makhluk
seperti manusia yang sedang menduduki kedua belah pundak saya sambil membawa
buku catatan dan ballpoint. Setiap orang punya dua malaikat, sehingga jumlah
malaikat Raqib dan Atid itu sedemikian banyaknya. Sebanyak manusia yang pernah
hidup di Bumi.
Ketika sudah aqil baligh, saya mulai mengritisi
cerita-cerita semacam ini. Dan mencoba menelusuri dasar informasinya. Di dalam
Al Qur’an saya menemukan ayat yang mungkin menjadi sumber cerita tersebut, tetapi dipahami dengan sudut
pandang khas abad pertengahan yang konvensional seperti d iatas. Saya
menyimpulkan, sebenarnya ayat tersebut kalau ditafsiri dengan sains modern akan
memberikan hasil yang sangat jauh berbeda, dan mencerahkan.
‘’Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat
lehernya. (Yakni) ketika sepasang malaikat mencatat amal perbuatannya. Yang
satu berada di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Tidak ada satu
perkataan pun yang diucapkan melainkan ada pengawas yang selalu hadir’’. [QS.
Qaaf: 16-18]
Malaikat adalah makhluk berbadan cahaya, yang
bisa bergerak dengan kecepatan 300.000 km/ detik. Dengan kecepatan setinggi
itu, malaikat bisa menempuh jarak berkeliling bumi dengan sangat singkat, yakni
0,13333 detik saja. Atau dalam satu detik bisa mengelilingi bumi sebanyak 7,5
kali. Karena itu, dari sisi kecepatan ini saja, sebenarnya kita tidak perlu
membayangkan malaikat Raqib dan Atid terus menerus duduk di pundak manusia
untuk mengawasinya. Hanya dalam orde sepersekian detik mereka bisa meng-cover
semua penduduk Bumi.
Apalagi, jika kita mengaitkan dengan relativitas waktu, sebagaimana saya
jelaskan dalam tulisan yang lalu. Bahwa
karena laju geraknya mendekati kecepatan cahaya, maka waktu malaikat itu
menjadi mulur: seharinya setara dengan lima puluh ribu tahun. Artinya, jika sang malaikat itu mengawasi
kita dalam satu hari ‘versi malaikat’, sebenarnya peradaban manusia sudah
bergerak selama lima puluh ribu tahun. Jadi, ngapain kita membayangkan malaikat
secara tradisional selalu nempel di kanan-kiri kita.
Dari sisi saintifik, kita juga bisa menjelaskan
adanya rekaman perbuatan oleh alam semesta. Bahwa alam ini sebenarnya merekam
seluruh aktifitas penghuninya. Ada tiga macam lokasi rekaman itu. Yang pertama ada di otak kita,
sebagai memori alias ingatan. Karena rekaman itulah, Anda bisa mengingat
berbagai peristiwa yang Anda alami. Dan bukan hanya Anda yang mengingat peristiwa itu, melainkan juga
orang-orang dekat Anda yang hadir dalam peristiwa tersebut.
Yang kedua, adalah
genetika kita. Sistem informasi genetika yang berada di dalam inti sel tersebut
selalu merekam segala informasi yang melibatkannya. Perbuatan yang terjadi berulang-ulang akan terekam di
dalam genetika, sebagai kecerdasan genetik. Sehingga tubuh kita menjadi
memiliki kebiasaan merespon kejadian secara khas. Mulai dari tingkat molekuler, seluler, sampai pada tataran organik
secara utuh. Karakter dan bahasa tubuh yang khas pada setiap orang adalah
perwujudan dari rekaman genetik itu. Dan, kelak rekaman genetik ini bisa
menurun kepada anak-anaknya sebagai kecenderungan khas terhadap sesuatu.
Termasuk diwariskannya penyakit tertentu.
Yang ketiga, adalah rekaman alam semesta. Dalam sudut pandang fisika gelombang, tubuh
maupun alam sekitar kita ini tak lebih hanyalah lautan energi alias samudera
frekuensi. Tubuh kita, mulai
dari pikiran, perasaan, denyut jantung, dan triliunan sel tubuh semuanya
bekerja secara kelistrikan yang menghasilkan frekuensi elektromagnetik.
Sehingga tubuh kita selalu memancarkan medan elektromagnetik itu kemana-mana.
Setiap berbuat apa pun, pada dasarnya kita melakukan perubahan medan
elektromagnetik yang menyelimuti tubuh kita.
Nah, perubahan medan itulah yang direkam oleh alam sekitar. Sebagai
ilustrasi, dimana pun Anda berada, disitu sebenarnya terdapat gelombang radio
atau televisi dari berbagai belahan dunia. Ada CNN, Al Jazirah, ABC, BBC dan
lain sebagainya. Gelombang itu telah menempuh jarak ribuan kilometer, dan tidak
pernah lenyap. Mereka tetap ‘mengambang’ di alam semesta, dan bisa ditangkap
dimana pun kita berada, dengan menggunakan peralatan yang sesuai.
Kalau seseorang tidak bisa menangkap atau melihat gelombang itu, masalahnya
bukan karena gelombang itu tidak ada. Melainkan, karena ia tidak menggunakan
alat yang tepat. Misalnya menggunakan antena biasa. Cobalah menggunakan antena
parabola dengan kualitas terbaik, maka berbagai macam gelombang yang
berseliweran di sekitar kita pun akan bisa dideteksi semua.
Suatu saat nanti, sangat boleh jadi, bakal diketemukan teknologi yang bisa
menangkap gelombang dari berbagai kejadian yang sudah berlangsung ribuan tahun
yang lalu. Itu bukanlah angan-angan yang tidak mungkin terjadi. Persoalannya,
hanyalah seberapa bagus kualitas peralatan yang kita gunakan untuk memutar
kembali rekaman alam semesta itu..! Maka,
betapa mudahnya kelak Allah mengadili manusia, karena segala perbuatannya
memang sudah terekam oleh lingkungan sekitar dimana pun ia berada..! Wallahu
a’lam bishshawab.
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar