Banyak ‘orang Islam’ yang lebih sekuler daripada orang-orang sekuler
sendiri. Yakni, orang-orang Islam yang memisahkan ‘agama’ dan ‘non agama’ dalam
hidupnya. Itulah orang-orang yang disindir oleh Allah: mereka beragama tidak
secara total (kaaffah).
QS. Al Baqarah (2): 208
Hai orang-orang yang beriman, MASUKLAH kamu ke dalam Islam secara TOTAL,
dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan (tidak total alias sekuler ).
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Yang disebutnya agama, hanyalah urusan shalat, wudhu, baca Qur’an, puasa,
zakat, haji, dan semacamnya. Mereka menyebut berkeluarga itu urusan dunia, dan
bukan urusan agama. Bekerja juga urusan dunia, bukan urusan agama. Bertani, urusan dunia.
Berdagang urusan dunia. Berilmu dan berteknologi itu urusan dunia. Demikian
pula bersosial, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, ini bertabrakan dengan ajaran Islam sendiri: Al Qur’an dan
keteladanan Rasulullah. Karena, justru Allah dan Rasul-Nya mengajarkan untuk
menyatukan seluruh perbuatan kita hanya semata-mata karena Allah. Yang disebut beragama secara TAUHID
itu adalah MENYATUKAN dunia dan akhirat untuk Allah semata. Jangan
DIPISAH-PISAHKAN.
Bahwa bekerja itu ya untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Allah.
Berkeluarga itu, juga untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Demikian pula berilmu,
berteknologi, berpolitik, berbudaya, ber-‘apa saja’. Sehingga uang, harta
benda, kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan SEGALA pencapaian DUNIAWI itu semuanya
diorientasikan untuk Allah, untuk kehidupan akhirat.
Artinya, semua yang ada di dunia ini mesti dijadikan MEDIA untuk beribadah
dan mengabdi kepada Allah. Tidak ada satu pun yang tidak bermakna ibadah. Karena Allah menciptakan manusia
memang untuk beribadah, QS. 51: 56 ~ ‘’Dan Aku tidak
menciptakan jin dan MANUSIA melainkan supaya mereka BERIBADAH kepada-Ku (dalam
segala aktifitasnya).’’
Maka, KUASAILAH DUNIA, genggamlah dunia, untuk sepenuh-penuhnya digunakan
beribadah kepada-Nya. Hablum minallah maupun hablum minannas. Berupa interaksi personal dengan
Allah, maupun kemaslahatn buat umat manusia dan makhluk lainnya.
Sehingga, tidak heran Al Qur’an menyuruh umat Islam untuk memahami berbagai
macam ‘ilmu dunia’ mulai dari ilmu falak (astronomi), biologi (ilmu hayat), kimia (alkemi), Matematika (aljabar),
fisika, kedokteran, ekonomi, politik, dlsb, dst. Semua itu ilmu Allah yang
dianjurkan untuk kita pelajari. Untuk apa? Bukan untuk mengejar duniawi,
melainkan untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah Sang Pencipta yang
Maha Pintar dan Maha Berilmu. Semakin tinggi ilmunya, semakin tinggi
derajatnya di hadapan Allah. Tentu, jika semua itu diorientasikan untuk ibadah.
Beragama secara total ~ kaaffah.
Karenanya, Allah menyebut orang-orang yang takut kepada Allah itu ya HANYA
para ULAMA. Sedangkan yang tidak berilmu, takutnya hanya PURA-PURA. Atau
setidak-tidaknya, ditakut-takutkan. Bukan takut sungguhan. Tapi jangan salah, yang
disebut ulama itu bukan orang yang hanya bisa baca Al Qur’an dan kitab-kitab
peninggalan ulama terdahulu saja, melainkan para ILMUWAN. Sehingga,
perhatikan ayat di bawah ini, sebelum Allah mengatakan bahwa yang takut kepada
Allah hanyalah para ulama, Allah terlebih dahulu bercerita tentang
FENOMENA-FENOMENA ALAM.
QS. Faathir (35): 27-28
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan HUJAN dari LANGIT lalu
Kami hasilkan dengan hujan itu BUAH-BUAHAN yang beraneka macam jenisnya. Dan di
antara GUNUNG-GUNUNG itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam
warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
Dan demikian (pula) di antara MANUSIA, binatang-binatang melata dan
BINATANG-BINATANG ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang TAKUT kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, HANYA-lah ULAMA
(ilmuwan). Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha Pengampun.
Jadi, adalah sebuah kesalahan besar jika ada diantara kita yang menganggap
isi agama ini hanya ngurusi ibadah-ibadah mahdloh alias ibadah-ibadah khusus
belaka. Dan kemudian meninggalkan segala yang dianggap ‘urusan duniawi’
tersebut. Padahal
dengan menguasai yang ‘duniawi’ itulah kita akan memperoleh yang ukhrawi. Dan,
tentu semakin mengenal Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya dalam
tataran teori. Melainkan benar-benar menyaksikan: bersyahadat di dalam realitas
kehidupan…
Orang yang bekerja keras sehingga banyak rezeki, memiliki kans lebih besar
untuk bisa berbuat kebajikan dengan harta bendanya. Orang yang bekerja keras
sehingga memperoleh kekuasaan, memiliki peluang lebih besar untuk beramal saleh
dengan kekuasaannya. Orang yang bekerja keras sehingga berilmu tinggi, memiliki
kesempatan lebih besar untuk menebarkan ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan
umat. Itulah orang-orang yang dimuliakan Allah di dunia dan di akhirat.
Jangan seperti orang yang disebut Allah sebagai PEMBOHONG dalam beragama.
Yakni orang-orang yang hanya sibuk ngurusi shalat (dan ibadah-ibadah khusus
lainnya), tetapi TIDAK MENJALANKAN nilai-nilai shalatnya (ibadahnya) di dalam
kehidupan nyata. Yakni orang-orang yang tidak menolong anak-anak yatim, tidak memberi makan
orang miskin, dan riya dengan ibadah-ibadahnya. Itulah orang-orang yang diancam
neraka meskipun ibadah mahdlohnya ‘kelihatan baik’ secara syariat…
QS. Al Maa’un (107): 1-7
Tahukah kamu (orang) yang (disebut sebagai) PEMBOHONG agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka celakalah (neraka wail) bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang
yang lalai TERHADAP (nilai-nilai) shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’. Dan
enggan (menolong dengan) hal-hal yang berguna (tidak beramal kebajikan).
Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar