Alam semesta dengan segala isinya ini tidak muncul tiba-tiba. Ia mengalami
proses bertahap selama miliaran tahun, sehingga menjadi seperti sekarang. Dan
itu bukan hanya terjadi pada makhluk hidup (biologi) saja, melainkan di seluruh
penjuru alam semesta. Semuanya melewati proses evolusi..!
Virus dan kuman berevolusi. Ikan-ikan berevolusi. Ular, kadal dan
reptil-reptil berevolusi. Demikian pula berbagai binatang buas, binatang
ternak, burung, dan segala macam jenis hewan lainnya, serta manusia. Tapi,
jangan salah, Bumi dan planet-planet pun mengalami evolusi. Atmosfernya
berevolusi, daratan dan lautan berevolusi. Gunung-gunung, bebatuan,
tambang-tambang minyak, batubara, emas, tembaga, nikel, uranium, dan sebagainya
mereka semua mengalami evolusi selama berjuta-juta tahun. Bahkan bumi sudah
berevolusi sekitar 5 miliar tahun.
Termasuk juga tatasurya kita ini berevolusi. Mataharinya juga. Pun
bintang-bintang di angkasa raya. Galaksi-galaksi, super kluster, dan seluruh
isi alam semesta ini sedang mengalami evolusi selama lebih dari 13 miliar
tahun. Begitulah memang mekanisme alam, yang di dalam Islam dikenal sebagai
sunnatullah.
Bentuk bumi, planet-planet, bintang, galaksi, dan berbagai benda langit,
miliaran tahun yang lalu tidak seperti yang kita lihat sekarang. Demikian pula,
miliaran tahun mendatang, tidak juga seperti sekarang. Semuanya sedang berubah
secara bertahap lewat ‘seleksi alam’…
Wah, jadi ada ‘seleksi alam’ kah di seluruh penjuru jagad semesta ini?
Bukan hanya untuk makhluk hidup to? Jawabnya lugas: jelas ADA. Tentu saja bagi
yang mau berpikir terbuka. Dan mau menyaksikan perubahan yang sedang terjadi di
seluruh jagad raya. Semua benda sedang berubah menuju bentuk, tatanan, bahkan
fungsi yang berbeda seiring dengan perjalanan waktu. Hanya saja,
peristiwa-peristiwa makrokosmos memang terjadi dalam skala miliaran tahun.
Sehingga seakan-akan tidak terjadi perubahan berarti dalam kurun usia seorang
manusia.
‘Seleksi alam’ adalah hukum alam yang inheren dalam eksistensi universe
dengan segala isinya. Siapa atau apa saja, yang bisa bertahan terhadap
seleksi alam bakal bisa meneruskan drama ‘kehidupannya’. Sebaliknya yang tak
mampu bertahan, bakal ‘mati’ dan musnah. Binatang, tumbuhan, dan manusia
sebagai makhluk hidup, terkena seleksi alam itu. Dan planet, bulan, matahari,
serta bintang-bintang pun terkena seleksi alam. Ada yang tetap berada di dalam
tatanannya. Ada yang mencelat dari orbitnya. Ada yang meledak menjadi
supernova, dan ada juga yang kesedot lenyap ke dalam black hole.
Bahkan dalam skala miliaran tahun sejarah universe, kita
‘menyaksikan’ evolusi telah dan sedang terjadi, mulai dari skala mikrokosmos
sampai ke makrokosmos. Mulai dari quark, partikel-partikel sub atomic, atom,
molekul, sampai munculnya benda-benda raksasa yang mengisi ruang jagad raya.
Awalnya alam semesta hanya berupa ‘lautan energi’ sop kosmos, yang kemudian
meledak dan mengembang, sehingga menghasilkan partikel-partikel, disusul
terbentuknya atom berinti sederhana – proton tunggal – yang kita kenal sebagai
Hidrogen. Lantas, muncullah atom berinti proton & neutron ganda seperti
Helium, meningkat lagi menjadi Berelium, dan seterusnya. Sehingga, sekarang di
alam semesta ada lebih dari seratus jenis atom, dengan intinya berisi ratusan
proton dan neutron. Begitulah evolusi yang terjadi di lingkungan benda mati.
‘Seleksi alam’ pula yang menyebabkan partikel-partikel bebas itu bergabung
menjadi atom, menjadi molekul, menjadi gas, padatan atau pun cairan, dan
kemudian bergerombol membentuk planet, tatasurya, galaksi, dan sebagainya.
Ringkas kata, saya hanya ingin meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa
seleksi alam dan evolusi hanya terjadi pada makhluk hidup alias ranah biologi
saja.
Evolusi dan seleksi alam adalah hukum alam yang sudah menyatu di seluruh
penjuru jagad semesta. Mikorokosmos maupun makrokosmos. Biologi maupun non
biologi. Bahkan termasuk peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya, dan lain
sebagainya. Ini adalah mekanisme dasar ‘drama kehidupan’ alam semesta.
Masalahnya, dalam konteks ‘ketuhanan’ yang sedang kita bicarakan ini
adalah: apakah seleksi alam itu berlangsung secara ‘sengaja’ atau ‘tidak
sengaja’? Ada yang ‘mengendalikan’ ataukah berjalan secara ‘liar’? Ada
‘kecerdasan’ yang terlibat di dalamnya ataukah ‘menggelinding’ begitu saja?
Menjadi agak lucu juga, ketika seleksi alam disebut sebagai ‘alternative
ketiga’ dari pilihan: by accident ataukah by design. Kebetulan
ataukan diciptakan. Karena yang ditanyakan itu justru adalah tentang ‘seleksi
alam’ itu sendiri.Ketika ditanyakan: mekanisme seleksi alam tersebut terjadi
sengaja ataukah tidak sengaja? Dijawab: ya, terjadi lewat seleksi alam. Lha
iya, ada yang mengendalikan atau tidak? Jawabnya: ya, terjadi melalui seleksi
alam. Walahh, susah amat sih berkomunikasinya… :(
Padahal dengan sangat sederhana bisa dijawab. Misalnya, kalau memang mau
‘menghindari’ jawaban bahwa seleksi alam itu bukan atas ‘campur tangan Tuhan’
(karena memang atheis), ia bisa menjawab: semua itu terjadi ‘dengan
sendirinya’, tidak ada yang mengendalikan, dan bukan kebetulan, serta tidak ada
kecerdasan apa pun yang terlibat di dalam proses itu. Pokoknya, ya terjadi
begitu saja… ;)
Maka, marilah kita runtutkan cara berpikir kita dengan jernih. Yang
pertama, pahamilah dulu bahwa alam semesta ini memiliki hukum termodinamika
yang menjelaskan adanya implikasi entropi. Bahwa alam semesta ini sudah
terbukti menuju pada proses kerusakan dan kekacauan yang semakin tinggi.
Benda-benda langit semakin hari semakin tua, dan kemudian akan mati pada
waktunya. Bumi juga semakin lama semakin tua, dan kelak pun bakal mati
sebagaimana benda-benda langit lainnya. Isi bumi ini, termasuk manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan juga semakin lama semakin tua dan kemudian mati. Maka,
menurut hukum termodinamika kedua, untuk mempertahankan agar semua itu tidak
segera mati, harus ada energi ataupun usaha yang dimasukkan ke dalam sistem,
sehingga mengkompensasi entropi yang terus meningkat.
Misal, agar mesin mobil tidak segera mati, ya harus diberi bensin. Agar
manusia tidak segera mati, mesti dimasuki makanan, minuman, dan oksigen. Agar
buah tidak membusuk, haruslah diawetkan. Agar dunia tidak tenggelam oleh
sampah, ya harus dibersihkan. Agar kita menjadi pintar, ya harus belajar. Agar
hidup kita sukses, ya harus ada usaha dan perjuangan. Dan seterusnya. Dan lain
sebagainya. Itulah hukum entropi alam semesta yang berlaku pada makhluk hidup
maupun benda mati. Sebuah hukum yang bersifat universal..!
Maka bagaimana bisa ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam
bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari luar sistem? Tanpa
ada bensin yang dimasukkan ke mesin mobil, tanpa ada makanan dan oksigen yang
kita konsumsi, tanpa ada usaha dan pembelajaran..?! Ini sungguh-sungguh
menyalahi hukum alam yang paling dasar.
Alam semesta ini tidak akan bisa bertahan selama miliaran tahun seperti
ini, jika tidak ada CAMPUR TANGAN dari luar sistem. ‘Usaha’ yang berasal
dari luar jagad raya itu sendiri. Energi yang tidak berasal dari dalam ruang,
waktu, materi & energi universe. Siapa saja yang menganggap alam semesta
bisa berjalan dengan sendirinya, ia telah menabrak hukum ilmiah yang paling
dasar. Dengan kata lain, ia mulai berpikir dengan cara meninggalkan
kaidah-kaidah saintifik.
Jika alam semesta tidak memperoleh tambahan ‘usaha’ atau energi dari luar
sistem, alam ini sudah runtuh dan hancur lebur sejak ledakan pertama: big bang.
Dalam alam yang entropinya meningkat seperti alam kita ini, ledakan tidak
pernah menghasilkan suatu ‘sistem yang tertata’ seperti jagad raya sekarang.
Dimana partikel-partikel sub atomik berangsur-angsur menjadi atom, dan
atom-atom menjadi molekul dengan keseimbangan gaya yang luar biasa. Lantas
berangsur-angsur menjadi unsur-unsur alam semesta penyusun benda-benda langit
dalam skala maha raksasa. Dan kemudian memunculkan gaya nuklir kuat, nuklir
lemah, elektromagnetik, serta gravitasi secara berurutan. Sebuah LEDAKAN selalu
menghasikan kerusakan dan KEKACAUAN. Lha ini kok malah menghasilkan
KETERATURAN..!
Kenapa semua ini bisa terbentuk sedemikian harmonisnya? Karena ada FAKTOR
dari luar sistem yang memasukkan ‘usaha’ sebagai bentuk campur tangan agar
hukum entropi tidak menghancurkannya. Siapakah DIA? Itulah yang oleh
orang-orang atheis disebut sebagai FAKTOR X. Dan kita, umat Islam menyebut-Nya
sebagai Allah Azza Wajalla..! Zat yang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, dan Maha
Bijaksana.
QS. Al Mulk
(67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit
bertingkat-tingkat, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
QS. Al
Infithaar (82): 6-8
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu
(sehingga kamu mengingkari) Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah
menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (struktur
tubuh)-mu seimbang, dalam kecanggihan bentuk yang Dia kehendaki, Dia
telah menyusun tubuhmu.
Allah yang Maha Sempurna telah menciptakan mekanisme hukum alam yang sangat
menakjubkan. Kecelakaan, kematian dan kehancuran, bukanlah tanda tidak
sempurnanya desain penciptaan universe, tetapi justru menunjukkan betapa
sempurnanya sunnatullah yang telah menyeimbangkan antara hukum entropi dengan
keniscayaan adanya campur tangan Sang Maha Perkasa. (Bersambung… )
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar