Suatu ketika di tahun 1988, saya membaca koran Jawa
Pos di halaman opini. Salah seorang wartawannya menulis cerita tentang
‘Kematian Bumi’, yang membuat saya tergerak untuk menanggapinya. Waktu itu,
saya memang belum menjadi wartawan koran terbesar di wilayah timur itu.
Tanggapan saya pun bak gayung bersambut, dan memunculkan polemik berbulan-bulan
dengannya. Kami beradu argumentasi tentang kemungkinan matinya planet bumi.
Intinya, bagaimana pun caranya, planet bumi ini pasti akan mengalami kematian
alias kiamat.
Ada beberapa penyebab yang bisa mematikan peradaban di
muka bumi ini. Di antaranya adalah kalau terjadi perang nuklir. Jika semua
negara yang punya bom nuklir bertarung, maka hasilnya tidak akan ada yang
menang. Semuanya kalah, karena akan terjadi kehancuran yang sangat fatal,
ribuan kali lebih fatal dibandingkan apa yang terjadi di Nagasaki dan Hiroshima
saat Perang Dunia II. Itulah sebabnya, tidak ada negara – Blok Barat maupun Blok
Timur – yang berani menyulut perang nuklir. Paling banter hanya gertak-gertakan
belaka. Termasuk kepada Iran sekarang ini, yang diduga sudah bisa memproduksi
bahan bakar bom nuklir sendiri.
Penyebab lainnya, planet bumi akan mengalami kematian
jika sumber energi utamanya, yakni matahari mengalami masalah serius. Misalnya
tiba-tiba terjadi ledakan dahsyat yang lidah apinya menjulur sampai ke bumi.
Planet yang ‘hanya’ berjarak 150 juta kilometer dari gumpalan api raksasa
bernama matahari ini dijamin bakal ‘gosong’ kayak sate kelamaan dipanggang.
Atau sebaliknya, ketika matahari itu kelak padam karena bahan bakarnya habis,
planet bumi bakal mati kedinginan. Meskipun, itu baru akan terjadi miliaran
tahun lagi. Tetapi, yang demikian ini adalah sebuah keniscayaan yang trennya
bisa dihitung dengan sederhana.
Penyebab lainnya lagi, peradaban di muka bumi bakal
mengalami catastrophe alias kiamat jika bumi diserbu oleh bebatuan dari
luar angkasa yang memang begitu banyak berseliweran di angkasa sana. Salah satu
di antaranya adalah yang berasal dari kabut oort – kumpulan miliaran batu komet
yang bergerombol dan ‘bergerak secara akrobatik’ di luar tatasurya kita.
Komet-komet itu diperkirakan sudah memberi masalah beberapa kali ke planet bumi,
dan menghasilkan kiamat-kiamat di masa lalu. Di antaranya, terjadi di zaman
dinosaurus. Saat itu, gerombolan dinosaurus pun mengalami kepunahan massal.
Dan seterusnya, kemungkinan-kemungkinan matinya bumi itu
menjadi pembahasan yang sangat menarik selama berbulan-bulan. Meskipun berbeda
sudut pandang, kami tetap memiliki keyakinan yang sama bahwa bagaimana pun
caranya, bumi suatu ketika pasti akan mengalami kematiannya. Setidak-tidaknya
jika matahari sudah kehabisan bahan bakarnya, dan kemudian meledak sebagai
supernova yang menelan benda-benda langit di sekitarnya. Termasuk bumi.
Maka, secara sederhana bisa disimpulkan bahwa kiamat bumi
adalah sebuah keniscayaan. Pasti terjadi, entah kapan. Cuma soal waktu saja.
Pemahaman tentang trend inilah yang menjadi landasan keyakinan kita semua
tentang kebenaran Al Qur’an, bahwa kiamat itu pasti terjadi. Meskipun waktunya
dirahasiakan oleh-Nya. Kiamatnya bumi, oleh Al Qur’an diceritakan sebagai catastrophe
peradaban diakibatkan oleh serbuan bebatuan dari luar angkasa. Diperkirakan
gerombolan bebatuan itu datang dari kawasan kabut oot tersebut. Allah
menginformasikan dalam sejumlah ayat berikut ini.
QS.
Thaahaa (20): 15
Segungguhnya
hari KIAMAT itu pasti datang. Aku MERAHASIAKAN (waktunya) agar tiap-tiap diri
dibalas dengan apa yang ia usahakan (selama hidup di dunia).
QS. Al
Mulk (67): 16-17
Apakah
kamu merasa aman terhadap yang di langit bahwa Dia akan MENJUNGKIR-BALIKKAN
bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah
kamu merasa aman terhadap yang di langit bahwa Dia akan MENGIRIMKAN BADAI
BERBATU. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (dahsyatnya) peringatan-Ku?
Dalam buku ‘Ternyata Akhirat Tidak Kekal’, saya
menjelaskan secara lebih detil tentang suasana kehancuran peradaban bumi disebabkan
oleh badai berbatu yang dikirim dari luar angkasa itu. Digambarkan oleh ayat di
atas, planet bumi sampai terjungkir balik dibuatnya. Ini menunjukkan dahsyatnya
serbuan bebatuan tersebut.
Untuk bisa menjungkirbalikkan planet bumi, mestinya
bukan hanya bebatuan kecil yang menyerbu bumi, melainkan ada bebatuan raksasa
yang ketika bertabrakan dengan planet ini bisa sampai menggoncang sumbu
rotasinya, dan menjadi terjungkir – kutub utara terbalik menjadi kutub selatan.
Efeknya, bumi bakal berotasi secara terbalik dari arah timur ke barat. Sehingga
matahari yang biasanya terlihat terbit di timur akan menjadi terlihat terbit
dari barat. Persis dengan prediksi Rasululah yang mengatakan bahwa di hari
kiamat kelak matahari bakal terbit dari barat.
Bukan hanya terjungkir balik, menurut ayat di atas, bumi
bakal berguncang-guncang dahsyat disebabkan oleh serbuan badai berbatu itu.
Jika batu yang datang hanya berukuran kecil sampai sedang, efeknya tidak akan
begitu terasa. Paling-paling bebatuan itu terbakar oleh Atmosfer bumi dan
hangus sebagai meteorit. Tetapi, jika batu yang datang berukuran minimal
berdiameter 1 kilometer, efeknya akan benar-benar menghancurkan. Apalagi
jumlahnya banyak.
Ada lima efek catastrophic yang bakal terjadi. Yang pertama, batu raksasa itu akan
memunculkan angin badai saat memasuki atmosfer bumi. Ibaratnya kita naik sepeda
motor berpapasan dengan bus yang melaju kencang, maka kita akan terkena
hembusan angin kencang yang ditimbulkannya. Demikian pula jika ada batu raksasa
memasuki atmosfer bumi, akan terjadi turbulensi udara yang bukan main besarnya
di sepanjang lintasan jatuhnya batu itu.
Saat batu datang, udara akan terdesak ke segala arah.
Dan ketika batu sudah lewat, udara akan berbalik arah mengisi kekosongan di
jalur yang dilintasinya. Maka, udara akan teraduk-aduk di sepanjang lintasan
batu, sampai menghantam permukaan bumi. Dan, gedung-gedung yang berada di
lintasan batu itu akan ambruk terkena turbulensi udara yang mengerikan.
Yang
kedua, lintasan batu bukan hanya
menghasilkan badai, melainkan juga membakar udara akibat gesekan kencang antara
batu dengan atmosfer. Suhunya ribuan derajat di sepanjang lintasannya. Dan
menghasilkan pemandangan seperti panah api raksasa yang melintasi langit.
Celakanya, panah-panah api raksasa berdiameter di atas 1 km itu bergerak menuju
ke permukaan bumi, menghajar kota-kota padat penduduk. Selain hancur karena
angin badai, gedung-gedung dan seluruh isi kota itu bakal hangus terbakar oleh
udara yang membara.
Yang
ketiga, langit akan terlihat gelap
sebagaimana diceritakan oleh Al Qur’an. Karena, bebatuan angkasa yang terbakar
di langit itu meninggalkan abu yang bertebaran di sepanjang lintasan. Atmosfer bumi
akan diselimuti awan gelap, dan cahaya matahari tidak bisa masuk karena
terhalang oleh partikel-partikel debu yang berhamburan dimana-mana.
Yang
keempat, batu-batu raksasa itu bakal
meluncur terus ke permukaan bumi menjadi malapetaka yang tak terbayangkan. Jika
jatuh di daratan, ia bakal menghasilkan gempa di atas 9 skala richter.
Permukaan kerak bumi bakal bergetar dan menghasilkan gelombang permukaan tanah
yang meruntuhkan bangunan-bangunan di atasnya. Mirip dengan riak gelombang air
saat ada batu yang dicemplungkan ke kolam. Bedanya, ini bukan gelombang air,
melainkan gelombang kerak bumi.
Saking kerasnya tumbukan yang terjadi, batu itu
diperkirakan akan amblas ke dalam perut bumi. Dan mendesak kantong-kantong
magma sehingga meluap lewat gunung-gunung berapi. Maka, di hari kiamat itu,
sebagaimana digambarkan Al Qur’an, gunung-gunung berapi bakal meletus
dimana-mana, memuntahkan isi perutnya.
Yang
kelima, jika bebatuan itu jatuh di lautan,
bakal menghasilkan tsunami dengan gelombang setinggi puluhan meter. Gelombang tsunami
itu akan bergerak ke daratan dan menghajar pantai-pantai di seluruh dunia,
menghapus kehidupan di sekitarnya..!
Pendek kata, kiamat bumi adalah sebuah keniscayaan
yang bakal terjadi. Suasananya diceritakan oleh Al Qur’an dengan sangat
mengerikan. Bumi berguncang, lautan meluap-luap, langit gelap, batu-batu pijar
berjatuhan dimana-mana, letusan gunung-gunung susul-menyusul, dan miliaran
tubuh manusia terhambur ke angkasa seperti gerombolan serangga yang
beterbangan.
Kenapa bisa begitu? Sesungguhnyalah planet bumi ini
ibarat pesawat ruang angkasa yang sedang melesat di awang-awang alam semesta.
Kecepatan melintasi orbit revolusinya adalah sekitar 100.000 km/ jam.
Penumpangnya sekitar 6,5 miliar manusia, berada di 'kabin yang terbuka'. Maka,
bisakah Anda bayangkan jika kendaraan yang kita tumpangi ini bertabrakan dengan
benda langit, sehingga berhenti 1 detik saja?
Efeknya, sama dengan sebuah truk yang membawa
penumpang di bak terbuka, lantas menabrak pohon dengan kecepatan 100 km/ jam.
Apa yang terjadi? Truk itu terhenti sesaat ketika menabrak pohon, dan
penumpangnya akan mencelat ke angkasa dengan kecepatan 100 km/ jam. Jika itu
terjadi pada planet bumi, maka saat bumi ini terhenti oleh tabrakannya dengan
batu angkasa – 1 detik saja – seluruh penumpangnya akan terhambur ke angkasa
dengan kecepatan yang bukan main kencangnya: 100.000 km/ jam..!
QS. Al
Zalzalah (99): 1-3
Ketika bumi
digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat). Dan bumi mengeluarkan benda-benda
berat (isi perut)-nya. Dan manusia bertanya-tanya: ‘’Ada apa dengannya?’’
QS. Al
Infithaar (82): 1-3
Apabila
langit (atmosfer) terbelah-belah. Dan ketika bintang-bintang (batu pijar)
berjatuhan dimana-mana. Dan bila lautan meluap-luap.
QS. Al
Qaari’ah (101): 1-5
Hari Kiamat.
Apakah hari Kiamat itu? Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu? (itulah) hari
dimana manusia terhambur (ke angkasa) seperti serangga yang beterbangan. Dan
gunung-gunung menjadi seperti bulu yang ditebar-tebarkan...
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar