Sejak zaman baheula manusia sudah
merasakan dan menyadari adanya ‘sesuatu’ yang menggiring perjalanan hidup
mereka menuju ‘terminal-terminal kehidupan’. Terlahir sebagai bayi, menjadi
kanak-kanak, remaja, pemuda-pemudi, menua, dan kemudian mati. Bukan hanya pada
diri manusia, melainkan juga terjadi pada ‘apa saja’ di lingkungan sekitarnya.
Manusia melihat tetumbuhan dan hewan-hewan juga demikian. Bebatuan, sungai,
lembah, dan ngarai. Pegunungan, awan, angin, dan cuaca. Juga bulan, matahari
dan bintang-bintang. Semuanya mengalami perubahan dalam fase-fase tertentu. Ya,
alam semesta dengan segala peristiwanya
sedang bergerak maju, dan tak pernah kembali ke masa lalu.
Apakah yang menggerakkan semua ini? Ilmu
pengetahuan akhirnya memahami, bahwa semua benda di alam semesta ini memang
tidak ada yang diam. Semuanya bergerak. Baik dalam skala makro maupun mikro. Planet-planet, bulan dan matahari,
bintang-bintang dan galaksi, semuanya bergerak saling menjauh, seperti
dilontarkan oleh kekuatan maha raksasa di masa lalu.
Demikian pula dalam skala mikrokosmos,
molekul-molekul, atom-atom, dan partikel-partikel, semuanya sedang bergerak,
bergetar, dan berubah. Semua itu memunculkan wajah alam semesta yang tak pernah
sama dari waktu ke waktu. Ya, manusia lantas memahami istilah ‘masa lalu’ dan ‘masa depan’ untuk
menandai perubahan yang sedang terjadi. Termasuk pada dirinya sendiri.
Maka, manusia pun menyimpulkan adanya dua
variable alam yang sangat erat kaitannya dan tak terpisahkan: ruang dan waktu.
Keduanya bergerak tak pernah berhenti. Ruang alam semesta terus membesar,
menyebabkan jarak antara benda di skala makro maupun mikro terus menjauh.
Sedangkan waktu terus ‘menua’menyebabkan terjadinya ‘masa lalu’ dan ‘masa
depan’ untuk menandai semua kejadian yang terjadi dalam pergerakan ruang alam
semesta itu.
Dikarenakan ruangan terus membesar, maka jarak
antar-benda menjadi semakin menjauh dan memunculkan kekacauan. Bayangkanlah, ada sejumlah bola bilyar ditata berdempetan di atas meja.
Dalam kondisi tanpa jarak itu, tak ada peluang untuk kacau. Tetapi, begitu Anda
menabrakkan sebuah bola bilyar ke kumpulan bola itu, maka energi tabrakan itu
akan melontarkan bola-bola tersebut ke segala arah, menjadi kacau. Sebuah
kekacauan yang bertambah seiring waktu yang juga terus bertambah.
Begitulah kurang lebih keadaan alam semesta. Dalam pengamatan menggunakan
teleskop, diketahui benda-benda langit bergerak saling menjauh ke segala arah.
Ruangan alam bertambah besar. Waktunya
semakin menua. Kerapatan materinya semakin rendah. Dan suhu alam semesta
semakin mendingin, alias kerapatan energinya semakin turun. Ini sudah
berlangsung selama belasan miliar tahun. Sehingga diambil kesimpulan begini: kalau semua benda langit bergerak
menjauh, berarti dulunya berada pada posisi lebih dekat. ‘Semakin dulu’,
semakin dekat. Dan ‘paling dulu’, di masa lalu, semua benda langit itu sangat
dekat, bahkan berhimpitan, dan melebur ke dalam satu formasi tunggal.
Karena adanya energi maha raksasa yang meledakkan
pusat alam semesta itulah, maka seluruh materi dan energi terlontar ke segala
penjuru ruang yang mengembang, dalam ukuran waktu yang terus bertambah. Keadaan
itu dikenal sebagai alam semesta yang memiliki ruangan nol, di waktu ke nol.
Atau secara awam disebut ‘tak ada ruang’ dan ‘tak ada waktu’. Alias sebuah ketiadaan.
Maka, kalau kita buat grafik Ruang dan Waktu, kita akan memperoleh bentuk
kurva melengkung. Dimana X adalah sumbu mendatar yang menggambarkan perubahan
dimensi Waktu, sedangkan Y adalah sumbu tegak yang menggambarkan perubahan
dimensi Ruang. Saat Waktu X=nol, maka Ruang Y=nol. Seiring dengan waktu yang
terus bertambah (bergerak ke kanan dalam sumbu X), ruang alam semesta juga
bertambah (bergerak ke atas dalam sumbu Y). Sehingga kurva pergerakan alam
semesta akan bergerak diagonal dalam sumbu Cartesian itu.
Namun, pergerakan itu tidak linear membentuk sudut 45 derajat. Karena pergerakan alam semesta ternyata juga
tidak linear, melainkan berubah secara beraturan. Logikanya, perubahan itu
terjadi secara melambat. Karena kekuatan ledakan alam semesta mestinya paling
besar di saat awal terjadinya ledakan. Setelah itu tinggal gemanya yang
menyisakan daya lontar semakin rendah.
Nah, karena daya lontar itu semakin
rendah, maka kita akan memperoleh sebuah kurva berbentuk lengkung, mirip bentuk
lintasan batu yang dilemparkan oleh seorang atlet lempar martil atau lempar
lembing. Awalnya, batu itu dilempar ke depan, bergerak melambat sampai mencapai
puncak lemparan di angkasa, lantas si batu akan turun lagi ke tanah dengan
gerakan mencepat kembali, dan jatuh di kejauhan sana. Begitulah kurang lebih,
bentuk grafik alam semesta jika dilihat dari sisi perubahan Ruang dan Waktunya.
Artinya, dimensi ruang alam semesta ini sekarang sedang mengembang seiring
dengan waktu yang terus bertambah. Dan suatu ketika, akan mencapai puncak
pengembangannya, lantas jatuh kembali ke pusat alam semesta mirip batu yang
dilontarkan tadi. Ini adalah salah satu teori yang paling banyak dianut oleh
para ahli kosmologi, disamping teori-teori lain yang masih terus dikembangkan.
Jika Anda ingin memahami kurva Ruang-Waktu itu secara tiga dimensi, Anda
bisa membayangkan bola bumi alias globe. Bayangkanlah garis-garis bujurnya
sebagai dimensi waktu, dan garis-garis lintangnya sebagai dimensi ruang.
Lantas, ibaratkanlah pergerakan alam semesta terjadi dari kutub utara
menuju kutub selatan. Di kutub utara itu dimensi ruang = nol, dan dimensi waktu
= nol. Tetapi seiring dengan garis bujur ke arah kutub selatan, kita akan
mendapati volume bola bumi itu semakin membesar. Dan kemudian maksimum di
bagian perutnya, alias katulistiwa.
Setelah itu, ukurannya akan mengecil kembali seiring dengan posisi menuju
ke kutub selatan. Dan ruangannya menjadi nol kembali di kutub selatan. Tetapi,
waktu tidak pernah berjalan mundur. Waktu tetap bertambah, dan bergerak maju
dari arah kutub utara menuju kutub selatan. Meskipun volumenya berubah dari nol
di kutub utara, dan maksimum di bagian katulistiwa, serta mengecil mencapai nol
lagi di kutub selatan.
Mudah-mudahan penjelasan saya diatas bisa tertangkap dengan baik, meskipun
agak abstrak. Pada intinya, saya cuma ingin mengatakan bahwa dimensi ruang itu
memiliki kurva berbentuk lengkung sebagaimana garis lintang di permukaan globe.
Dan demikian pula kurva waktu itu juga berbentuk lengkung sebagaimana garis
bujur dalam globe.
Nah, karena bentuknya lengkung, maka kita bisa melihat masa depan dari
kedalaman ruang bola, kalau globe itu terbuat dari bahan transparan. Inilah
yang saya maksudkan, bahwa ruang dua dimensi di permukaan bola itu ternyata bisa
di-bypass dari ruang tiga dimensi di dalam bola. Itu pula yang saya jelaskan
dalam buku ‘Terpesona di Sidratul Muntaha’, bahwa langit dunia yang berdimensi
tiga ini bisa di-bypass dari langit kedua yang berdimensi empat…!
Allah menciptakan ruang dan waktu ini lengkung.
Dan membukakan sebagian rahasia masa depan bagi orang-orang yang
dikehendaki-Nya.
QS. Al Baqarah (2): 33
… Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku
katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan
mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?"
QS. Ath Thalaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan
seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui
bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah,
ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
~ Salam Merenungi Misteri Alam Semesta ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar