Universe sedang menuju kehancurannya! Ini menjadi ‘konsekuensi logis’ dari
dari hukum alam yang kita tempati sekarang, dimana entropinya terus membesar.
Begitulah hukum Termodinamika II menyimpulkan. Seiring dengan bertambahnya
waktu, tingkat kekacauan dan kerusakan alam semesta menjadi semakin parah.
Sampai suatu ketika, seluruh materi alam semesta, termasuk makhluk hidup di
dalamnya tak mampu menanggung lagi.
Kenapa entropi alias ‘kekacauan’ alam semesta bertambah parah? Karena alam
semesta ternyata sedang mengembang, ibarat sebuah balon udara yang sedang
ditiup. Sehingga, dimensi ruang alam semesta ini membesar. Dampaknya, seiring
dengan bertambahnya waktu, jarak antar-materi akan semakin renggang, dan energi
alam semakin mendingin.
Ibarat manusia, alam semesta sedang menuju kematiannya. Tidak bisa tidak.
Merenggangnya materi memunculkan kekacauan, sedangkan mendinginnya energi akan
‘membunuh’ dan ‘membekukan’ seluruh makhluk yang ada di dalamnya. Seluruh
bintang, matahari dan galaksi bakal padam. Tentu, tak ada kehidupan yang bisa
bertahan di dalam alam semesta yang seperti itu.
Kecuali, alam semesta ini berhenti mengembang. Yakni, saat volumenya
mencapai ukuran maksimum dan kemudian mengerut kembali. Apakah hal ini mungkin?
Secara teori mungkin, yaitu jika jumlah materi di alam semesta ini cukup besar
sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang menghalangi pengembangan tiada henti.
Dan kemudian alam akan ditarik kembali menuju pusat alam semesta.
Analoginya, mirip dengan batu yang kita lontarkan ke angkasa. Ada tiga
kemungkinan yang bakal terjadi. Yang pertama, jika tenaga lemparan kita
sedemikian kuatnya, sehingga mengalahkan gaya gravitasi Bumi. Maka batu
tersebut akan melesat lepas keangkasa luar. Dan lenyap.
Kemungkinan yang kedua, kekuatan lemparan kita seimbang dengan gaya
gravitasi Bumi. Maka, batu tersebut akan melesat ke angkasa, melambat, dan
kemudian tertahan di ketinggian tertentu, di angkasa sana. Sedangkan
kemungkinan yang ketiga, gaya lemparan kita kalah besar dibandingkan gaya gravitasi
Bumi. Hasilnya, batu tersebut akan melambat, melambat, dan melambat, akhirnya
berhenti. Lantas, jatuh kembali ke permukaan Bumi disebabkan tarikan gravitasi.
Nah, sampai sekarang, para ahli astronomi sedang sibuk mencari sumber
gravitasi yang diharapkan bisa menghalangi mengembangnya alam semesta menuju
ketiadaan itu. Secara berangsur-angsur, mereka menemukan sejumlah ‘materi
gelap’ dan ‘energi gelap’ di kedalaman alam semesta. Meskipun jumlahnya belum
memadai untuk mengimbangi gerakan mengembang sang universe. Tetapi, ke masa
depan diyakini materi dan energi gelap itu bakal mencapai jumlah kritis yang
dibutuhkan. Hmm, ternyata sains pun disandarkan pada sebuah 'keyakinan'
meskipun belum terbukti.
Jika, dark matter dan dark energy tersebut kelak terbukti
mencukupi, maka secara teoritis bisa dipastikan alam semesta yang mengembang
ini tidak akan mengembang seterusnya. Melainkan, akan berhenti di suatu jarak
tertentu, dan kemudian mengerut kembali menuju pusat alam semesta. Alam ini
bakal lolos dari kematian ‘skenario pertama’. Yakni, tidak jadi mati dengan
cara mendingin... :)
Universe lantas mengerut dan mengecil kembali. Dan itu, lantas akan
menaikkan kembali suhu alam semesta, serta merapatkan kerenggangan materinya.
Yang terjadi, adalah sebuah proses pemampatan kembali, sehingga suhu alam
semesta akan semakin panas, dan semakin panas, seiring dengan merapatnya
seluruh materi, serta menciutnya ruang jagad raya.
Alih-alih mati mendingin, alam semesta kini terancam mati kepanasan..!
Bahkan, terancam hancur lebur saat runtuh di pusat alam semesta kesedot
gravitasi tiada tara dari sebuah blackhole maha raksasa. Materi, energi,
ruang, dan waktu bakal hilang lenyap ditelan ketiadaan... :(
Sebagian ahli Astrofisika masih berharap, alam semesta yang lenyap itu bisa
muncul kembali disebabkan adanya ‘gaya osilasi’ di pusat alam semesta. Sehingga
seperti sebuah bola karet yang jatuh ke permukaan bumi, ia terpental naik lagi.
Tapi semua pembicaraan ini masih dalam tataran teori yang bukti-buktinya masih
terus digali. Belum ada bukti empiris yang utuh, kecuali baru tanda-tanda, dan
kecenderungan ke masa depan dengan berbagai alternatifnya.
Namun setidak-tidaknya, kita punya dasar argumentasi yang masuk akal dalam
mendekati masalah ini. Daripada sekedar bicara ngelantur, yang nggak
keruan jluntrungannya yang didasari cerita-cerita mistis. Atau, sekedar
dugaan-dugaan yang bersifat skeptis.
Lantas, kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh
kemantapan pemahaman tentang masa depan alam semesta? Karena secara tidak
langsung, ini juga berbicara tetang nasib kita, dan nasib kemanusiaan di
seluruh penjuru dunia.
Alhamdulillah kita sebagai orang muslim memiliki sebuah ‘kitab ajaib’
bernama Al Qur’an. Yang ternyata, bercerita tentang trend alam semesta
ke masa depan tersebut. Memang sih belum teruji secara empiris juga,
tetapi bisa dikaji dan didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana
‘teori-teori di atas kertas’ yang kita bicarakan di atas.
Ayat-ayat berikut ini bercerita tentang trend berkembangnya alam semesta,
sesuai dengan fakta ilmiah yang diperoleh para ahli astronomi. Bahwa
benda-benda langit sedang menjauh satu sama lain. Atau, jika dilihat dari
planet bumi terkesan ‘meninggi’ ke segala arah seperti disebutkan ayat berikut
ini. Atau meluas, karena faktanya memang sedang meninggi ke berbagai penjuru.
QS. Al
Ghaasyiyah (88): 18
Dan (apakah mereka tidak
memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan?
QS. Adz
Dzaariyat (51): 47
Dan langit itu Kami bangun
dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya
(mengembang).
Dan yang menakjubkan, Allah lantas menginformasikan, bahwa pengembangan itu
tidak akan terjadi terus menerus. Karena, Allah ‘menahannya’ untuk tidak
lenyap. Ini mirip dengan skenario kedua yang telah kita bahas di atas. Dimana,
alam semesta bakal tidak mendingin terus menerus, sehingga mati. Dalam ayat
berikut ini, Allah memberikan penegasan bahwa alam semesta tidak bakal mati
dengan cara kedinginan seperti itu.
QS. Faathir
(35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit
dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap
tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Yang terjadi, adalah sebaliknya: alam semesta bakal mengerut kembali.
Ibarat lembaran-lembaran kertas yang digulung lagi setelah selesai digelar. Dan
kemudian, kelak akan runtuh di pusat alam semesta dimana proses itu dimulai.
Keruntuhan yang menghancurkan, dengan kehancuran yang sangat dahsyat. Dan
melenyapkan segala isi jagad raya.
QS. Al Anbiyaa’
(21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung
langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami
telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya.
Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan
melaksanakannya.
Yang lebih menarik, Allah masih memberi tambahan informasi: ‘’ Sebagaimana
Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya…’’.
Ini mengindikasikan, bahwa setelah kehancuran itu, boleh jadi alam semesta akan
muncul lagi, dengan mekanisme seperti sebelumnya. Dalam teori kosmologi di
atas, diibaratkan bola yang jatuh ke tanah akan terpental kembali, dikarenakan
adanya gaya pegas alias gaya osilasi...!
Saya tidak akan meneruskan pembahasan kiamat ini lebih detil, disebabkan
halaman yang sangat terbatas. Tetapi bagi Anda yang tertarik, bisa membacanya
di buku serial ke-2: Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Dalam kesempatan ini, saya
hanya ingin menyampaikan, bahwa pendekatan saintifik telah memberikan arah
pemahaman yang jelas kepada kita tentang bakal kiamatnya alam semesta. Dengan
cara apa pun. Mungkin mendingin, mungkin memanas, ataupun runtuh serta lenyap
menuju pada ketiadaan.
Dan, salah satu dampak dari mengerutnya alam semesta itu adalah entropi
yang menurun. Yakni berbalikan dengan hukum dunia. Jika alam semesta sekarang
ini sedang semakin kacau, maka di alam semesta yang mengerut itu alam akan
kembali tertata. Meskipun waktu terus berjalan ke arah depan, ruang jagad
semesta ternyata bergerak berbalik arah, mengecil kembali. Materi-materinya
merapat, dan energinya memanas kembali.
Inilah yang dalam buku saya itu saya sebut sebagai alam yang memiliki hukum
terbalik. Jika di alam yang sedang mengembang sekarang, semua menuju pada
kerusakan, maka di alam yang berjalan terbalik itu, justru menuju tertata. Jika
di dunia ini semua makanan selalu menuju pada membusuk, maka kelak makanan
justru bakal bertambah segar. Jika sekarang manusia menuju pada kematiannya,
maka kelak manusia justru akan mengalami kebangkitannya dari dalam kubur, hidup
kembali dan tak pernah bisa mati lagi sampai lenyapnya alam semesta.
Ibarat sebuah film dokumenter yang diputar secara terbalik. Awalnya, kita
merekam ada sebuah gelas jatuh dari meja, yang kemudian pecah berkeping-keping.
Maka, ketika rekaman itu diputar secara terbalik, urutan kejadian di dalam film
tersebut menjadi: kepingan-kepingan gelas kaca yang behamburan di lantai
tiba-tiba bergerak naik ke atas meja kembali, membentuk gelas yang utuh.
Begitulah, analogi sederhana dari sebuah alam yang entropinya berjalan menurun.
Efeknya, sungguh sangat dahsyat bagi kehidupan kita. Itulah yang oleh Al
Qur’an disebut sebagai ‘Hari Berbangkit’. Manusia akan bangkit kembali dari
dalam kuburnya, disebabkan Allah membalik entropi alam semesta. Mirip dengan
gelas yang sudah pecah berhamburan, menjadi utuh kembali..!
QS. Al Qiyamah
(75): 3-4
Apakah manusia mengira, bahwa kami
tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya (yang sudah hancur
berserakan)? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun jari
jemarinya dengan sempurna (seperti sediakala).
Dan yang kedua, efek ‘pembalasan' akan muncul di fase itu. Orang-orang yang
di dunia (fase entropi naik) selalu berbuat kejahatan, ia akan memperoleh
balasan berupa kejahatan pula di akhirat (fase entropi menurun). Dan,
orang-orang yang selalu berbuat kebajikan, dengan sendirinya akan memperoleh
balasan kebajikan. Mekanismenya sangat sederhana: kalau di dunia banyak memberi
energi positip, kelak akan menerima energi positip. Dan jika di dunia
banyak mengambil energi (berbuat negative), ia akan kehilangan
energi (balasan negative). Begitulah mekanisme surga dan neraka, dipandang dari
sudut perubahan entropi.
Maka, ‘kiamat’ dan ‘alam pengadilan’ dengan mekanisme ‘balasan perbuatan’,
adalah sebuah keniscayaan. Dilihat dari sisi science maupun apalagi ethics.
Bahwa kehidupan ini tidak hanya akan berhenti di alam dunia. Karena, memang
kematian bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan justru menjadi pintu gerbang
dari fase kehidupan berikutnya. Sayang, kelak banyak orang yang menyesal karena
salah mengira...! Bersambung sekali lagi… :)
QS. Al Haaqqah
(69): 27
Wahai kiranya kematian itulah
yang menyelesaikan segalanya…
~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar