Kumpulan E-Book ada di sini

E-Book berbagai disiplin ilmu ada di sini. Cari pada label sesuai dengan keinginan anda. Dapat di download secara gratis.

Berita Seputar Dunia Pendidikan

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kumpulan Artikel, Makalah, Opini, Cerpen, Resensi, dll

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MANUSIA ADALAH MAKHLUK HIDUP ‘KHAS PLANET BUMI’


Hmm, akhirnya saya tergoda juga untuk menulis satu note tambahan. Ini karena, tulisan saya di note sebelumnya masih belum dipahami dengan baik. Sehingga terjadi distorsi yang ‘membahayakan’ pemahaman holistiknya. Yaitu, yang terkait dengan pendapat: ‘’… bisa saja kita bilang manusia diciptakan dari bintang di langit, toh unsurnya juga pasti sama (dengan bumi. pen.)…’’

Pendapat yang sepintas ‘terasa benar’ ini sungguh bisa ‘menyesatkan’. Karena sesungguhnya manusia adalah PRODUK PLANET BUMI. Bukan produk matahari, atau bintang-bintang. Bahkan, juga bukan produk planet Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, ataupun Mercurius dan Venus. Jadi, generalisasi tubuh manusia terbentuk dari unsur-unsur bintang itu tak memperoleh pijakan data yang valid… :(

Marilah saya jelaskan lebih jauh. Memang, kalau tubuh manusia dilihat unsur-unsur penyusunnya, sebagian besar terdiri dari atom Hidrogen, yang ini juga menjadi unsur dominan di matahari dan bintang. Tetapi point utamanya bukan pada atom, melainkan MOLEKUL dan SEL. Kalau Anda cuma bicara atom, maka itu sekedar bicara 'debu' yang memang berhamburan di angkasa raya. Karena ia adalah sisa-sisa ledakan kuno: big bang. Hidrogen adalah atom paling tua di seluruh penjuru alam semesta yang jumlahnya melimpah dimana-mana.

Tapi, masalah utamanya tubuh manusia bukan hanya terdiri dari Hidrogen. Melainkan H2O. Dan ini tidak terdapat di bintang atau matahari. Dikarenakan suhunya yang sangat tinggi, sehingga tidak mampu menghasilkan H2O. Bahkan, juga tidak terjadi di planet-planet tatasurya kita lainnya yang tidak mendukung munculnya kehidupan disana. Juga, belum diketemukan di planet-planet mirip bumi yang konon tersebar di berbagai galaksi, ataupun matahari selain yang kita miliki. MANUSIA adalah makhluk hidup KHAS BUMI.

Maka, sama sekali bukan hal sepele, jika kita menyimpulkan manusia diciptakan dari unsur bintang. Dampaknya, sebagaimana saya tulis dalam note sebelumnya, bisa memunculkan kesimpulan yang terdistorsi. Bahwa, berita Al Qur’an tidak saintifik, filososinya gak jelas, dan teologinya kacau. Saya berharap kawan-kawan bisa melihat hal ini lebih jernih. Jangan ini dianggap terlalu membesarkan-besarkan contoh sepele. Karena, justru dari ‘pemilihan contoh’ itulah tergambar konsep berpikir pencetusnya.

Penjelasan ini, akan menjadi lebih gamblang ketika kita menelusuri lebih jauh. Bahwa, H2O itu baru syarat dasar. Masih ada molekul-molekul gula, protein, lemak, dan berbagai mineral. Yang semua itu tidak terdapat di bintang dan matahari. Semua MOLEKUL pembentuk sel itu terdapat di Bumi, sebagai hasil proses pen-saripati-an oleh makhluk-makhluk hidup berderajat rendah secara evolusi.

Karena itu, saya sempat mengatakan di note sebelumnya: bahwa tidak ada data secuil pun yang menunjukkan tubuh manusia terbentuk dari bintang atau matahari. Karena, unsur-unsurnya belum mencukupi untuk membentuk tubuh manusia. Adalah sebuah simplifikasi yang berlebihan, ketika kawan kita memberikan argumentasi: ‘’karena sebagian besar tubuh manusia terdiri dari Hidrogen, maka bolehlah manusia disebut dibuat dari unsur-unsur bintang’’.

Tolong dipahamkan lagi, tubuh manusia TIDAK AKAN terbentuk, jika bahan dasarnya hanya HIDROGEN. Ia membutuhkan puluhan jenis unsur yang harus klop supaya bisa membentuk tubuh manusia yang hidup. Dan itu HANYA ada di BUMI: berupa ‘saripati tanah’ dan air. (Apa yang kita bicarakan ini baru seputar bahan dasar, belum mekanisme munculnya kehidupan, yang demikian canggih lewat sebuah mekanisme ‘Random yang Terkendali’..! Bukan seperti teori Darwinian yang sepenuhnya berdasar pada konsep ‘acak tak terkendali’).

Gambarannya akan tampak lebih jelas ketika kita bicara sel hidup. Yang ini justru menjadi kekhasan manusia sebagai makhluk paling kompleks di muka bumi. Bahkan di seluruh penjuru alam semesta. Bahwa manusia bukanlah seonggok kapur yang menyusun tulang belulangnya. Juga bukan seonggok lemak dan protein yang membentuk daging serta ototnya. Juga bukan seember air yang melarutkan keping-keping darah, keringat, dan berbagai cairan tubuh. Melainkan sebuah organisme hidup yang tersusun dari triliunan sel yang berkoordinasi dengan sangat canggih dan menakjubkan. Yang saya kira, saya tak perlu menjelaskan ini lebih jauh, karena sudah saya jelaskan dalam sejumlah buku saya, yang bercerita tentang penciptaan manusia.

Point yang ingin saya sampaikan sebenarnya bukanlah soal bahan baku tubuh manusia itu, melainkan POLA PIKIR yang ada di balik pengambilan contoh tersebut. Terjadi generalisir, yang saya sebut sebagai ‘kesembronoan’ dalam mengambil kesimpulan. Sehingga, sempat membuat kawan kita ‘pusing’, karena saya dianggap membesar-besarkan masalah … :)

Tapi mudahan-mudahan dengan adanya ‘note tambahan’ ini, kawan-kawan bisa semakin jernih memahami tulisan saya sebelumnya. Bahwa berita al Qur’an demikian clear secara saintifik. Filosofinya pun sangat jelas, tidak ada kontradiksi. Dan, teologinya tidak rancu dan complicated. Malahan, sangat sederhana. Apalagi bagi orang yang mau membuka ‘hatinya’. Karena, pendekatan logika dan rasionalitas yang menjadi dasar berpikir ilmiah itu sebenarnya memang ‘sangat kering’…

QS. Ar Ruum (30): 53
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta (mata hatinya) dari ketersesatannya. Dan kamu tidak dapat memperdengarkan (petunjuk Tuhan) melainkan kepada orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami. Mereka itulah orang-orang yang telah muslim (berserah diri hanya kepada-Nya)…


~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

 Agus Mustofa

TUBUH MANUSIA BUKAN BERASAL DARI BINTANG DI LANGIT


Sekitar 70 % tubuh manusia dewasa terdiri dari air, sisanya adalah saripati tanah. Pada anak kecil, kurang lebih 80 % tubuhnya tersusun dari air, dan sisanya saripati tanah. Sedangkan pada janin di dalam rahim, tak kurang dari 90 %  tubuhnya adalah air, sisanya adalah saripati tanah. Dan ujung-ujungnya, sekitar 95 % bahan sperma adalah air, sisanya saripati tanah…!

Sebuah korelasi yang sangat menakjubkan antara data-data empiris dengan ayat-ayat Al Qur’an. Allah menyebut manusia berasal dari campuran air yang berpadu dengan unsur-unsur saripati tanah. Bukan berasal dari bintang di langit yang unsur-unsurnya 99 % berupa campuran Hidrogen dan Helium. Apalagi, sudah pasti, disana tidak ada air.

Jadi, adalah sebuah kesimpulan yang ‘sembrono’ ketika ada pendapat yang mengatakan: ‘’… bisa saja kita bilang manusia diciptakan dari bintang di langit, toh unsurnya juga pasti sama (dengan bumi. pen.)…’’. Semata-mata, hanya karena ingin mengatakan bahwa berita Al Qur’an ‘meragukan secara ilmiah’, ‘tidak jelas secara filosofis’, dan ‘rancu secara teologis’.

‘Kesembronoan’ itu memang sudah terlihat dari cara membangun pijakan berpikir yang lemah, dengan mengatakan bahwa ‘bisa saja manusia tercipta dari bintang’. Yakni sebuah pendapat yang tidak didukung oleh data empiris secuil pun. Sehingga, hanya dengan satu pertanyaan yang sangat sederhana, seluruh kerangka pikiran yang dibangun sesudahnya bisa runtuh.

Cobalah ditanyakan: adakah ‘satu data’ saja yang menunjukkan bahwa makhluk hidup berasal dari bintang dan matahari? Tentu saja, jawabnya sangat gamblang: tidak ada. Dengan demikian, kita bisa mengambil kesimpulan pertama, bahwa cara berpikir semacam inilah yang justru ‘meragukan secara ilmiah’. Meminjamkan istilah kawan kita yang atheis: ‘scientifically meragukan’… ;)

Ini sangat berbalikan dengan informasi Al Qur’an yang sangat clear secara scientific. Bahwa manusia diciptakan dari campuran air dan unsur-unsur yang berasal dari tanah, dan kemudian diproses menjadi air mani alias sperma dan ovum. Sehingga kalau ditanyakan: apakah ada bukti empirisnya bahwa tubuh manusia tersusun dari air dan unsur-unsur tanah? Ooh, silakan dicek sendiri aja ke sekitar. Jumlahnya miliaran, sebanyak manusia penghuni bumi… :)

QS. Al Furqaan (25): 54
Dan Dia (Allah) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan kekerabatan. Dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

QS. As Sajdah (32): 8
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).

QS. Al Mukminuun (23): 12-13
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (yang berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikan saripati itu air mani di dalam tempat yang kokoh (rahim).

Jadi, adalah sebuah ‘kesimpulan yang fatal’ jika dia berpendapat bahwa Al Qur’an tidak saintific ketika berlawanan dengan teori evolusi Darwin. Itu terungkap dari kalimatnya: 1. Al Qur’an bilang manusia dari tanah. 2. Science bilang manusia bukan dari tanah. 3. Apakah manusia dari tanah? 4. Kalau jawabannya ‘dari tanah’, berarti Al Qur’an benar. Kalau sebaliknya, science yang benar. Lebih lanjut, kalau Darwinian evolution itu benar maka manusia tidak dari tanah (Btw, saya tidak bilang mana yang benar dan mana yang salah. “KALAU”) Sehingga menjadi complicated ketika seseorang bilang Al Qur’an yang benar, tetapi juga percaya bahwa Darwinian evolution benar.

Kesimpulan yang menurutnya complicated ~ rumit dan rancu ~ itu sebenarnya dibuat-buat sendiri, hanya karena ingin mempertahankan pendapat bahwa Al Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan. Kesalahan-kesalahan itu muncul karena: 1. Dia sudah berasumsi Qur’an dan Sains tidak bisa disatukan. 2. Menggeneralisir bahwa saintifik itu harus seperti Darwinian. Artinya, jika tidak Darwinian pasti tidak saintifik. 3. Telah terjadi simplifikasi yang berlebihan dalam mengambil kesimpulan tentang ayat-ayat Qur’an yang bercerita ‘penciptaan manusia dari tanah’ itu, sehingga hasilnya distorsi. 4. Akhirnya lahirlah kesimpulan: ‘Philosophically Gak Jelas’ dan ‘Theologically Complicated’… :(

Padahal, kesimpulannya akan menjadi sangat jernih, jika asumsinya tanpa pretensi dan open minded. Yaitu, terima sajalah apa pun kemungkinannya, bahwa: 1. Al Qur’an bisa seiring dengan sains ataupun sebaliknya. 2. Yang disebut saintifik itu tidak harus seperti yang dikemukakan oleh teori Darwin. Karena Teori Darwin memiliki banyak kelemahan. 3. Berhati-hatilah menyimpulkan proses penciptaan manusia yang diceritakan al Qur’an, agar tidak terjebak pada simplifikasi yang distortif. Karena itu, meskipun sudah saya singgung serba sedikit di awal tulisan ini, jika ingin detil Anda bisa membacanya dalam buku saya yang berjudul: ‘Ternyata Adam Dilahirkan’ dan ‘Bersyahadat di Dalam Rahim’, tentang bagaimana memahami proses penciptaan manusia dari ayat-ayat Qur’an secara ilmiah.

Hal berikutnya, yang sempat membingungkan kawan kita ini, adalah soal proses random dalam evolusi. Dia mengatakan begini: ‘’… bagaimana Tuhan mengarahkan sebuah proses yang seharusnya tidak diarahkan? Bagaimana Tuhan punya tujuan untuk proses yang seharusnya tidak bertujuan? That’s the logical problem here.’’

Artinya, menurutnya adalah ‘tidak logis’ menyimpulkan sebuah teori ‘Evolusi yang Bertuhan’. Yang saya menyebutnya di dalam buku ‘Ternyata Adam Dilahirkan’ sebagai ‘Penciptaan Bertingkat’. Atau, kalau istilah kawan kita adalah: Godly Evolution.

Hmm, lagi-lagi ia terjebak pada asumsi yang dibikin ribet sendiri.. ;) Bahwa, jika prosesnya evolusi maka tidak mungkin melibatkan Tuhan. Alias, kalau melibatkan Tuhan pasti harus bukan proses evolusi. Sebuah paradigma yang tidak open minded. Padahal, jika ia mau membuka ‘hatinya’ secara jernih (Hhehe, saya lupa kalau di dunia ilmiah tidak ada istilah ‘hati’…), sebenarnya, sangat mudah untuk memadukan keduanya. Yakni, adalah mungkin-mungkin saja, Tuhan menciptakan makhluk hidup secara evolutif. No problemo.

Problem yang menghalangi kawan kita, ternyata hanyalah soal makna kata ‘Random’. Yakni, bahwa seleksi alam adalah sebuah peristiwa yang random, acak, tak punya tujuan, dan tidak bisa dikendalikan. Saya ingin menambahkan informasi, bahwa ‘random’ itu bukan hanya terjadi di dunia biologi, khususnya seleksi alam. Melainkan juga terjadi di dunia Fisika dengan teori kuantumnya. Salah satu pelopornya yang sangat terkenal adalah Werner Heisenberg, yang kemudian melahirkan Teori Ketidakpastian Heisenberg.

Inti ‘teori ketidakpastian’ itu adalah bahwa semua peristiwa berjalan secara acak. Sehingga, tidak ada yang pasti di alam ini. Hanya ada satu yang boleh disebut pasti, yaitu ‘ketidakpastian’ itu sendiri.  Ia sempat ditentang oleh Einstein sampai akhir hayatnya, karena menurut pelopor teori relativitas itu segala sesuatu berjalan dengan pasti dan terukur. Tapi kelak, ternyata teori kedua tokoh Fisika yang berseberangan itu bisa digabungkan oleh Feynman menjadi teori Elektrodinamika Kuantum, yang melahirkan berbagai pengembangan teknologi mutakhir seperti TV, laser, microchip computer, bom atom, dan lain sebagainya.

Sesuatu yang acak, ternyata bukan tidak bisa dikendalikan. Bahkan, sudah terbukti bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi mutakhir. Ini mirip dengan rekayasa genetika yang berbasis pada ‘mutasi random’, yang dipermasalakan oleh kawan kita itu. Kini ilmu rekayasa genetika berkembang luar biasa dahsyatnya. Bahwa mutasi genetika yang dulu dianggap sebagai sesuatu yang tak bisa dikendalikan itu sekarang malah jadi ‘mainan’ para ahli untuk dikendalikan dan dimanfaatkan. Lha, kalau manusia aja bisa, apalagi Tuhan. Sama sekali tidak ada kontradiksi di dalamnya. Baik-baik saja.

Bahkan genome sudah dipetakan. Kemudian diutak-atik untuk menghasilkan mutasi yang terarah. Muncullah teknologi transgenic yang sudah merambah tanaman dan hewan. Mis: binatang-binatang kini bisa dibikin berpendar, mulai dari ikan, kelinci, monyet, anjing, dlsb. Demikian pula padi, kapas, jagung, tomat, dan berbagai buah-buahan sudah bisa dimutasi-genetik-kan menjadi memiliki sifat berbeda dari aslinya. Bahkan, dengan adanya teknologi cloning serta stem sel, kini rekayasa genetika telah melampaui seleksi alam yang konon random dan tak terkendali itu. Kenapa tidak..?!

Jadi, sama sekali tidak ada philosophy yang tidak jelas dalam hal ini. Yang ada hanyalah sudut pandang yang terlalu sempit, sehingga menganggap alam semesta tidak punya kecerdasan yang mengendalikan seluruh proses evolusi. Saya adalah penganut teori evolusi, tetapi bukan evolusi Darwin yang sempit. Melainkan Evolusi Ketuhanan (Godly Evolution) dengan segala kecanggihan desain-Nya yang sangat menakjubkan..!

QS. Luqman (31): 10-11
Dia (Allah) menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia menempatkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu. Dan mengembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.

Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah kepadaku apa yang telah diciptakan oleh tuhan-tuhan  selain Allah. Sebenarnya orang-orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.


~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

 Agus Mustofa

DUNIA PASTI KIAMAT, DAN KITA PASTI DAPAT BALASAN


Universe sedang menuju kehancurannya! Ini menjadi ‘konsekuensi logis’ dari dari hukum alam yang kita tempati sekarang, dimana entropinya terus membesar. Begitulah hukum Termodinamika II menyimpulkan. Seiring dengan bertambahnya waktu, tingkat kekacauan dan kerusakan alam semesta menjadi semakin parah. Sampai suatu ketika, seluruh materi alam semesta, termasuk makhluk hidup di dalamnya tak mampu menanggung lagi.

Kenapa entropi alias ‘kekacauan’ alam semesta bertambah parah? Karena alam semesta ternyata sedang mengembang, ibarat sebuah balon udara yang sedang ditiup. Sehingga, dimensi ruang alam semesta ini membesar. Dampaknya, seiring dengan bertambahnya waktu, jarak antar-materi akan semakin renggang, dan energi alam semakin mendingin.

Ibarat manusia, alam semesta sedang menuju kematiannya. Tidak bisa tidak. Merenggangnya materi memunculkan kekacauan, sedangkan mendinginnya energi akan ‘membunuh’ dan ‘membekukan’ seluruh makhluk yang ada di dalamnya. Seluruh bintang, matahari dan galaksi bakal padam. Tentu, tak ada kehidupan yang bisa bertahan di dalam alam semesta yang seperti itu.

Kecuali, alam semesta ini berhenti mengembang. Yakni, saat volumenya mencapai ukuran maksimum dan kemudian mengerut kembali. Apakah hal ini mungkin? Secara teori mungkin, yaitu jika jumlah materi di alam semesta ini cukup besar sehingga menghasilkan gaya gravitasi yang menghalangi pengembangan tiada henti. Dan kemudian alam akan ditarik kembali menuju pusat alam semesta.

Analoginya, mirip dengan batu yang kita lontarkan ke angkasa. Ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi. Yang pertama, jika tenaga lemparan kita sedemikian kuatnya, sehingga mengalahkan gaya gravitasi Bumi. Maka batu tersebut akan melesat lepas keangkasa luar. Dan lenyap.

Kemungkinan yang kedua, kekuatan lemparan kita seimbang dengan gaya gravitasi Bumi. Maka, batu tersebut akan melesat ke angkasa, melambat, dan kemudian tertahan di ketinggian tertentu, di angkasa sana. Sedangkan kemungkinan yang ketiga, gaya lemparan kita kalah besar dibandingkan gaya gravitasi Bumi. Hasilnya, batu tersebut akan melambat, melambat, dan melambat, akhirnya berhenti. Lantas, jatuh kembali ke permukaan Bumi disebabkan tarikan gravitasi.

Nah, sampai sekarang, para ahli astronomi sedang sibuk mencari sumber gravitasi yang diharapkan bisa menghalangi mengembangnya alam semesta menuju ketiadaan itu. Secara berangsur-angsur, mereka menemukan sejumlah ‘materi gelap’ dan ‘energi gelap’ di kedalaman alam semesta. Meskipun jumlahnya belum memadai untuk mengimbangi gerakan mengembang sang universe. Tetapi, ke masa depan diyakini materi dan energi gelap itu bakal mencapai jumlah kritis yang dibutuhkan. Hmm, ternyata sains pun disandarkan pada sebuah 'keyakinan' meskipun belum terbukti.

Jika, dark matter dan dark energy tersebut kelak terbukti mencukupi, maka secara teoritis bisa dipastikan alam semesta yang mengembang ini tidak akan mengembang seterusnya. Melainkan, akan berhenti di suatu jarak tertentu, dan kemudian mengerut kembali menuju pusat alam semesta. Alam ini bakal lolos dari kematian ‘skenario pertama’. Yakni, tidak jadi mati dengan cara mendingin... :)

Universe lantas mengerut dan mengecil kembali. Dan itu, lantas akan menaikkan kembali suhu alam semesta, serta merapatkan kerenggangan materinya. Yang terjadi, adalah sebuah proses pemampatan kembali, sehingga suhu alam semesta akan semakin panas, dan semakin panas, seiring dengan merapatnya seluruh materi, serta menciutnya ruang jagad raya.

Alih-alih mati mendingin, alam semesta kini terancam mati kepanasan..! Bahkan, terancam hancur lebur saat runtuh di pusat alam semesta kesedot gravitasi tiada tara dari sebuah blackhole maha raksasa. Materi, energi, ruang, dan waktu bakal hilang lenyap ditelan ketiadaan... :(

Sebagian ahli Astrofisika masih berharap, alam semesta yang lenyap itu bisa muncul kembali disebabkan adanya ‘gaya osilasi’ di pusat alam semesta. Sehingga seperti sebuah bola karet yang jatuh ke permukaan bumi, ia terpental naik lagi. Tapi semua pembicaraan ini masih dalam tataran teori yang bukti-buktinya masih terus digali. Belum ada bukti empiris yang utuh, kecuali baru tanda-tanda, dan kecenderungan ke masa depan dengan berbagai alternatifnya.

Namun setidak-tidaknya, kita punya dasar argumentasi yang masuk akal dalam mendekati masalah ini. Daripada sekedar bicara ngelantur, yang nggak keruan jluntrungannya yang didasari cerita-cerita mistis. Atau, sekedar dugaan-dugaan yang bersifat skeptis.

Lantas, kalau begitu, bagaimana caranya agar kita bisa memperoleh kemantapan pemahaman tentang masa depan alam semesta? Karena secara tidak langsung, ini juga berbicara tetang nasib kita, dan nasib kemanusiaan di seluruh penjuru dunia.

Alhamdulillah kita sebagai orang muslim memiliki sebuah ‘kitab ajaib’ bernama Al Qur’an. Yang ternyata, bercerita tentang trend alam semesta ke masa depan tersebut. Memang sih belum teruji secara empiris juga, tetapi bisa dikaji dan didekati dengan kaidah-kaidah ilmiah sebagaimana ‘teori-teori di atas kertas’ yang kita bicarakan di atas.

Ayat-ayat berikut ini bercerita tentang trend berkembangnya alam semesta, sesuai dengan fakta ilmiah yang diperoleh para ahli astronomi. Bahwa benda-benda langit sedang menjauh satu sama lain. Atau, jika dilihat dari planet bumi terkesan ‘meninggi’ ke segala arah seperti disebutkan ayat berikut ini. Atau meluas, karena faktanya memang sedang meninggi ke berbagai penjuru.

QS. Al Ghaasyiyah (88): 18
Dan (apakah mereka tidak memperhatikan) langit, bagaimana ia ditinggikan?

QS. Adz Dzaariyat (51): 47
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuatan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya (mengembang).

Dan yang menakjubkan, Allah lantas menginformasikan, bahwa pengembangan itu tidak akan terjadi terus menerus. Karena, Allah ‘menahannya’ untuk tidak lenyap. Ini mirip dengan skenario kedua yang telah kita bahas di atas. Dimana, alam semesta bakal tidak mendingin terus menerus, sehingga mati. Dalam ayat berikut ini, Allah memberikan penegasan bahwa alam semesta tidak bakal mati dengan cara kedinginan seperti itu.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Yang terjadi, adalah sebaliknya: alam semesta bakal mengerut kembali. Ibarat lembaran-lembaran kertas yang digulung lagi setelah selesai digelar. Dan kemudian, kelak akan runtuh di pusat alam semesta dimana proses itu dimulai. Keruntuhan yang menghancurkan, dengan kehancuran yang sangat dahsyat. Dan melenyapkan segala isi jagad raya.

QS. Al Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

Yang lebih menarik, Allah masih memberi tambahan informasi: ‘’ Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya…’’. Ini mengindikasikan, bahwa setelah kehancuran itu, boleh jadi alam semesta akan muncul lagi, dengan mekanisme seperti sebelumnya. Dalam teori kosmologi di atas, diibaratkan bola yang jatuh ke tanah akan terpental kembali, dikarenakan adanya gaya pegas alias gaya osilasi...!

Saya tidak akan meneruskan pembahasan kiamat ini lebih detil, disebabkan halaman yang sangat terbatas. Tetapi bagi Anda yang tertarik, bisa membacanya di buku serial ke-2: Ternyata Akhirat Tidak Kekal. Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin menyampaikan, bahwa pendekatan saintifik telah memberikan arah pemahaman yang jelas kepada kita tentang bakal kiamatnya alam semesta. Dengan cara apa pun. Mungkin mendingin, mungkin memanas, ataupun runtuh serta lenyap menuju pada ketiadaan.

Dan, salah satu dampak dari mengerutnya alam semesta itu adalah entropi yang menurun. Yakni berbalikan dengan hukum dunia. Jika alam semesta sekarang ini sedang semakin kacau, maka di alam semesta yang mengerut itu alam akan kembali tertata. Meskipun waktu terus berjalan ke arah depan, ruang jagad semesta ternyata bergerak berbalik arah, mengecil kembali. Materi-materinya merapat, dan energinya memanas kembali.

Inilah yang dalam buku saya itu saya sebut sebagai alam yang memiliki hukum terbalik. Jika di alam yang sedang mengembang sekarang, semua menuju pada kerusakan, maka di alam yang berjalan terbalik itu, justru menuju tertata. Jika di dunia ini semua makanan selalu menuju pada membusuk, maka kelak makanan justru bakal bertambah segar. Jika sekarang manusia menuju pada kematiannya, maka kelak manusia justru akan mengalami kebangkitannya dari dalam kubur, hidup kembali dan tak pernah bisa mati lagi sampai lenyapnya alam semesta.

Ibarat sebuah film dokumenter yang diputar secara terbalik. Awalnya, kita merekam ada sebuah gelas jatuh dari meja, yang kemudian pecah berkeping-keping. Maka, ketika rekaman itu diputar secara terbalik, urutan kejadian di dalam film tersebut menjadi: kepingan-kepingan gelas kaca yang behamburan di lantai tiba-tiba bergerak naik ke atas meja kembali, membentuk gelas yang utuh. Begitulah, analogi sederhana dari sebuah alam yang entropinya berjalan menurun.

Efeknya, sungguh sangat dahsyat bagi kehidupan kita. Itulah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai ‘Hari Berbangkit’. Manusia akan bangkit kembali dari dalam kuburnya, disebabkan Allah membalik entropi alam semesta. Mirip dengan gelas yang sudah pecah berhamburan, menjadi utuh kembali..!

QS. Al Qiyamah (75): 3-4
Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya (yang sudah hancur berserakan)? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun jari jemarinya dengan sempurna (seperti sediakala).

Dan yang kedua, efek ‘pembalasan' akan muncul di fase itu. Orang-orang yang di dunia (fase entropi naik) selalu berbuat kejahatan, ia akan memperoleh balasan berupa kejahatan pula di akhirat (fase entropi menurun). Dan, orang-orang yang selalu berbuat kebajikan, dengan sendirinya akan memperoleh balasan kebajikan. Mekanismenya sangat sederhana: kalau di dunia banyak memberi energi positip, kelak akan menerima energi positip. Dan jika di dunia banyak mengambil energi (berbuat negative), ia akan kehilangan  energi (balasan negative). Begitulah mekanisme surga dan neraka, dipandang dari sudut perubahan entropi.

Maka, ‘kiamat’ dan ‘alam pengadilan’ dengan mekanisme ‘balasan perbuatan’, adalah sebuah keniscayaan. Dilihat dari sisi science maupun apalagi ethics. Bahwa kehidupan ini tidak hanya akan berhenti di alam dunia. Karena, memang kematian bukanlah akhir dari segalanya. Melainkan justru menjadi pintu gerbang dari fase kehidupan berikutnya. Sayang, kelak banyak orang yang menyesal karena salah mengira...! Bersambung sekali lagi… :)

QS. Al Haaqqah (69): 27
Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segalanya…

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

Agus Mustofa

ALLAH: SANG PENCIPTA YANG MAHA BIJAKSANA


Pertanyaan ketiga yang disodorkan oleh kawan kita yang atheis adalah: apakah Tuhan yang Menciptakan alam semesta ini Maha Suci dan Maha Bijaksana? Karena menurutnya, jika Tuhan memang Maha Suci dan Bijaksana, seharusnya tidak perlu menciptakan musibah, bencana, kemiskinan, peperangan, kejahatan, dan seterusnya. Apakah Tuhan tidak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Kalau begitu, lantas buat apa bertuhan kepada Tuhan yang demikian?

Inilah salah satu alasan mendasar yang menjadi background kenapa seseorang menjadi atheis. Memang, secara umum, ada dua kelompok atheis. Yang pertama, adalah orang atheis yang ingkar dan jahat. Yakni, orang-orang yang ‘memusuhi’ Tuhan dan memusuhi kebajikan. Inilah yang di dalam Surat Alfatihah disebut sebagai kelompok Al maghdluubi ‘alaihim ~ orang-orang yang ‘dimarahi’. Dan kelompok kedua adalah orang-orang yang atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah. Belum paham Islam. Yang demikian ini disebut sebagai Adh dhoollin, alias orang-orang yang tersesat.

Dalam kesempatan yang terbatas ini, saya tidak ingin membahas kelompok pertama: mereka yang atheis karena memusuhi Tuhan. Dan ingin lebih fokus kepada kelompok kedua, yang menjadi atheis dikarenakan ‘belum kenal’ Allah saja. Saya kira, pembahasan ini lebih relevan dalam kajian kali ini. Terutama terkait dengan pertanyaan kawan kita di atas: apakah Tuhan Maha Suci dan Maha Bijaksana.

Saya ingin memulai pembahasan ini dari pertanyaan terakhir: Apakah Tuhan tak mampu menciptakan kehidupan yang tanpa penderitaan? Yaitu: tanpa hal-hal negative, tanpa musibah, tanpa bencana, tanpa kemiskinan, tanpa penyakit, tanpa kejahatan, tanpa kelaparan dan kehausan, tanpa korupsi dan kekerasan, tanpa keserakahan, tanpa iri, dengki, dan berbagai keculasan..? Ooh, tentu saja mampu. Lha, kalau tidak mampu, buat apa kita bertuhan kepada ‘sesuatu’ yang tidak mampu seperti itu? Cari Tuhan yang mampu sajalah... ;)

Tetapi kalaupun Tuhan lantas membuat semua variable kehidupan ini menjadi positive, tanpa ada negative, apakah hidup kita akan menjadi lebih menyenangkan? Hmm, jangan-jangan kita salah duga. Apakah Anda pernah membayangkan betapa ‘tidak nikmatnya’ makan, ketika kita sedang kenyang. Dan betapa ‘tidak nikmatnya’ minum, ketika sedang tidak haus? Dengan kata lain, lapar dan haus itu sangat penting, karena dengan adanya lapar & haus itu kita menjadi bisa merasakan nikmatnya makan dan minum. Kalau tidak percaya cobalah sendiri: makanlah ketika sedang kenyang, dan minumlah ketika tidak haus. Rasanya ‘hambar’ atau bahkan menjadi 'eneg' karenanya. Sebaliknya, betapa nikmatnya makan ketika kita sedang kelaparan dan kehausan. So, rasa lapar dan haus itu sengaja diciptakan Tuhan untuk kenikmatan manusia.

Pernah jugakah Anda membayangkan, betapa nikmatnya beristirahat setelah kecapekan? Woow, tidur menjadi lelap, dan terasa nikmat luar biasa. Sebaliknya, betapa pusing dan sakitnya kepala, tidur yang ‘dipaksa-paksakan dikarenakan badan memang tidak sedang kelelahan. Jadi, betapa bijaksananya Allah yang telah menciptakan variabel ‘kelelahan’ itu. Karena dengannya, DIA sedang memberikan karunia berupa ‘referensi’ tentang nikmatnya tidur.

Pernahkah juga Anda membayangkan betapa nikmatnya perasaan dan jiwa kita, sesaat setelah lepas dari masalah berat? Dan betapa hambarnya hidup orang-orang yang tidak pernah punya masalah? Yang tidak punya ‘tantangan’ untuk ditaklukkan. Yang tidak punya ‘problem’ untuk diselesaikan. Yang tidak punya ‘harapan-harapan’ indah di masa depan, karena semua sudah tercukupi sekarang. Hhhh, betapa hambarnya. Sebuah kehidupan yang tanpa gairah..!

Justru hidup ini menjadi demikian indah, karena kita punya gairah dan harapan ke masa depan. Dan harapan-harapan itu muncul dikarenakan kita merasa bahwa hari ini belum mencapai sesuatu yang kita inginkan. Belum mencapai kesempurnaan. Kalau semua harapan sudah pupus sekarang, untuk apa kita melanjutkan hidup? Di-tamat-kan sajalah, karena sudah tak menggairahkan lagi… ;)

Justru hidup ini menjadi demikian indah karena ada penderitaan, sehingga kita punya harapan untuk memupus penderitaan itu. Baik pada diri sendiri maupun pada orang lain. Hidup ini juga menjadi indah karena ada kejahatan, sehingga kita bergairah untuk menebar kebaikan. Hidup ini pun menjadi indah, karena ada kemiskinan, sehingga kita bisa merasakan sejahteranya menjadi orang kaya, dan bersemangat untuk memberantas kemiskinan agar mereka juga merasakan bahagia seperti kita. Woow, betapa indahnya kehidupan ini. Mestinya kita berterima kasih kepada Tuhan, karena DIA telah menciptakan kehidupan yang demikian dinamis, penuh harapan dan gairah.

Pernahkah Anda bayangkan ketika semua orang di dunia ini kaya raya? Saya jamin, Anda akan merasakan betapa sulitnya hidup. Karena, tidak ada lagi yang mau menanam padi, membudidayakan buah-buahan, susah-susah beternak, dan menyiapkan segala makanan, serta memproduksi pakaian, mendirikan industri kendaraan, menggelar hiburan. Pokoknya, tidak ada yang mau repot bekerja, semuanya ingin jadi Big Boss. Kira-kira, tambah nyaman ataukah malah rumit kehidupan ini?

Pernahkah Anda membayangkan, jika semua orang di dunia ini adalah penguasa? Hhehe, tidak ada yang mau menjadi rakyat jelata..! Pernahkah juga Anda membayangkan, jika Tuhan menjadikan semua manusia di dunia ini  sebagai pemimpin? Ehhmm, tidak ada yang mau jadi bawahan. Atau semua orang diciptakan pintar, tak ada yang bodoh? Jadi nggak tahu dong, seseorang itu pintar kalau tidak ada yang bodoh? Dst, dlsb.

Karena ada orang sakit, lantas ada dokter. Karena ada penjahat, maka muncullah profesi jaksa, hakim dan polisi. Karena ada pencuri dan perampok, muncullah pabrik alarm, teralis besi, dan kunci pengaman. Karena ada orang miskinlah, yang menyebabkan munculnya para dermawan. Dan, karena ada orang yang terzalimi, maka muncullah para pahlawan. Dan seterusnya, dan lain sebagainya..!

Jika permukaan bumi ini datar, maka air tak akan pernah mengalir ke tempat yang lebih rendah. Kalau suhu udara di bumi ini sama di semua kawasan, maka tak ada udara yang bergerak. Lantas tak terjadi musim. Tak ada hujan. Dan kemudian, tak ada tumbuhan. Terus, tak ada binatang. Dan akhirnya, tak ada manusia! Tak ada kehidupan..!

Jika tidak ada binatang buas yang menjadi predator, maka rantai makanan tidak akan bergerak.  Rantai biologi menjadi stagnan. Akan muncul ketidakseimbangan sistem kehidupan. Jika tidak ada bakteri pembusuk, virus, berbagai macam penyakit, dan semacamnya, maka bisa dipastikan bumi ini sudah penuh dengan sampah, atau dengan manusia yang tak mati-mati karena sehat terus.. ;(

Demikian juga dengan peperangan, pembunuhan, musibah dan bencana. Semua itu adalah variable negative dari drama kehidupan yang di sisi lain justru menegaskan adanya variable positive. Dimana ada penderitaan disitu juga bakal muncul kebahagiaan. Dimana ada kegagalan, maka disitu juga bakal ada kesuksesan. Dimana ada kesedihan, maka disitu pula bakal muncul kegembiraan. Dimana pun ada variable negative, maka disitu pula muncul variable positive. Dan karenanyalah, drama kehidupan ini menjadi demikian indah dan dinamis.

QS. Adz Dzaariyaat (51): 49
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu ingat akan kebesaran Allah.

QS. Ar Ra’d (13): 3
Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Allah) bagi kaum yang (mau) menggunakan akalnya.

Oooh, betapa Maha Bijaksananya Allah, Sang Tuhan Yang Maha Pandai. Hanya karena kebodohanlah, lantas kita berprasangka buruk kepada-Nya. Padahal, Dia sedang menginginkan kita bisa merasakan nikmat dan karunia-Nya. Dia Maha Suci dari segala yang kita prasangkakan. Karena, kemampuan-Nya memang jauh di luar perkiraan pikiran manusia yang sangat terbatas. Tapi, justru karena gap antara DIA dan kita yang sedemikian 'tak berhingga' itulah, lantas menjadi menarik dan menggairahkan untuk bertuhan kepada-Nya... :)

Akhirnya, jika masih ada orang yang tetap ngeyel, dengan mengatakan: apakah Tuhan tidak bisa menciptakan kehidupan yang variabelnya positip semua, tetapi nikmat buat manusia? Pokoknya, seperti yang saya maui-lah. Hhehe.., maka cukuplah Anda katakan: ‘’gimana kalau tuhannya sampeyan saja mas?’’

Tapi, sungguh ‘tidak menarik’ dan 'tidak menggairahkan' bertuhan kepada orang yang memahami hal yang 'demikian gamblang’ saja nggak ngerti-ngerti… :) ~ (Bersambung…)

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

Agus Mustofa

ALAM SEMESTA PUN BEREVOLUSI DI DALAM SUNNATULLAH


Alam semesta dengan segala isinya ini tidak muncul tiba-tiba. Ia mengalami proses bertahap selama miliaran tahun, sehingga menjadi seperti sekarang. Dan itu bukan hanya terjadi pada makhluk hidup (biologi) saja, melainkan di seluruh penjuru alam semesta. Semuanya melewati proses evolusi..!

Virus dan kuman berevolusi. Ikan-ikan berevolusi. Ular, kadal dan reptil-reptil berevolusi. Demikian pula berbagai binatang buas, binatang ternak, burung, dan segala macam jenis hewan lainnya, serta manusia. Tapi, jangan salah, Bumi dan planet-planet pun mengalami evolusi. Atmosfernya berevolusi, daratan dan lautan berevolusi. Gunung-gunung, bebatuan, tambang-tambang minyak, batubara, emas, tembaga, nikel, uranium, dan sebagainya mereka semua mengalami evolusi selama berjuta-juta tahun. Bahkan bumi sudah berevolusi sekitar 5 miliar tahun.

Termasuk juga tatasurya kita ini berevolusi. Mataharinya juga. Pun bintang-bintang di angkasa raya. Galaksi-galaksi, super kluster, dan seluruh isi alam semesta ini sedang mengalami evolusi selama lebih dari 13 miliar tahun. Begitulah memang mekanisme alam, yang di dalam Islam dikenal sebagai sunnatullah.

Bentuk bumi, planet-planet, bintang, galaksi, dan berbagai benda langit, miliaran tahun yang lalu tidak seperti yang kita lihat sekarang. Demikian pula, miliaran tahun mendatang, tidak juga seperti sekarang. Semuanya sedang berubah secara bertahap lewat ‘seleksi alam’…

Wah, jadi ada ‘seleksi alam’ kah di seluruh penjuru jagad semesta ini? Bukan hanya untuk makhluk hidup to? Jawabnya lugas: jelas ADA. Tentu saja bagi yang mau berpikir terbuka. Dan mau menyaksikan perubahan yang sedang terjadi di seluruh jagad raya. Semua benda sedang berubah menuju bentuk, tatanan, bahkan fungsi yang berbeda seiring dengan perjalanan waktu. Hanya saja, peristiwa-peristiwa makrokosmos memang terjadi dalam skala miliaran tahun. Sehingga seakan-akan tidak terjadi perubahan berarti dalam kurun usia seorang manusia.

‘Seleksi alam’ adalah hukum alam yang inheren dalam eksistensi universe dengan segala isinya. Siapa atau apa saja, yang  bisa bertahan terhadap seleksi alam bakal bisa meneruskan drama ‘kehidupannya’. Sebaliknya yang tak mampu bertahan, bakal ‘mati’ dan musnah. Binatang, tumbuhan, dan manusia sebagai makhluk hidup, terkena seleksi alam itu. Dan planet, bulan, matahari, serta bintang-bintang pun terkena seleksi alam. Ada yang tetap berada di dalam tatanannya. Ada yang mencelat dari orbitnya. Ada yang meledak menjadi supernova, dan ada juga yang kesedot lenyap ke dalam black hole.

Bahkan dalam skala miliaran tahun sejarah universe, kita ‘menyaksikan’ evolusi telah dan sedang terjadi, mulai dari skala mikrokosmos sampai ke makrokosmos. Mulai dari quark, partikel-partikel sub atomic, atom, molekul, sampai munculnya benda-benda raksasa yang mengisi ruang jagad raya. Awalnya alam semesta hanya berupa ‘lautan energi’ sop kosmos, yang kemudian meledak dan mengembang, sehingga menghasilkan partikel-partikel, disusul terbentuknya atom berinti sederhana – proton tunggal – yang kita kenal sebagai Hidrogen. Lantas, muncullah atom berinti proton & neutron ganda seperti Helium, meningkat lagi menjadi Berelium, dan seterusnya. Sehingga, sekarang di alam semesta ada lebih dari seratus jenis atom, dengan intinya berisi ratusan proton dan neutron. Begitulah evolusi yang terjadi di lingkungan benda mati.

‘Seleksi alam’ pula yang menyebabkan partikel-partikel bebas itu bergabung menjadi atom, menjadi molekul, menjadi gas, padatan atau pun cairan, dan kemudian bergerombol membentuk planet, tatasurya, galaksi, dan sebagainya. Ringkas kata, saya hanya ingin meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam dan evolusi hanya terjadi pada makhluk hidup alias ranah biologi saja.

Evolusi dan seleksi alam adalah hukum alam yang sudah menyatu di seluruh penjuru jagad semesta. Mikorokosmos maupun makrokosmos. Biologi maupun non biologi. Bahkan termasuk peristiwa-peristiwa sosial, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya. Ini adalah mekanisme dasar ‘drama kehidupan’ alam semesta.

Masalahnya, dalam konteks ‘ketuhanan’ yang sedang kita bicarakan ini adalah: apakah seleksi alam itu berlangsung secara ‘sengaja’ atau ‘tidak sengaja’? Ada yang ‘mengendalikan’ ataukah berjalan secara ‘liar’? Ada ‘kecerdasan’ yang terlibat di dalamnya ataukah ‘menggelinding’ begitu saja?

Menjadi agak lucu juga, ketika seleksi alam disebut sebagai ‘alternative ketiga’ dari pilihan: by accident ataukah by design. Kebetulan ataukan diciptakan. Karena yang ditanyakan itu justru adalah tentang ‘seleksi alam’ itu sendiri.Ketika ditanyakan: mekanisme seleksi alam tersebut terjadi sengaja ataukah tidak sengaja? Dijawab: ya, terjadi lewat seleksi alam. Lha iya, ada yang mengendalikan atau tidak? Jawabnya: ya, terjadi melalui seleksi alam. Walahh, susah amat sih berkomunikasinya… :(

Padahal dengan sangat sederhana bisa dijawab. Misalnya, kalau memang mau ‘menghindari’ jawaban bahwa seleksi alam itu bukan atas ‘campur tangan Tuhan’ (karena memang atheis), ia bisa menjawab: semua itu terjadi ‘dengan sendirinya’, tidak ada yang mengendalikan, dan bukan kebetulan, serta tidak ada kecerdasan apa pun yang terlibat di dalam proses itu. Pokoknya, ya terjadi begitu saja… ;)

Maka, marilah kita runtutkan cara berpikir kita dengan jernih. Yang pertama, pahamilah dulu bahwa alam semesta ini memiliki hukum termodinamika yang menjelaskan adanya implikasi entropi. Bahwa alam semesta ini sudah terbukti menuju pada proses kerusakan dan kekacauan yang semakin tinggi.

Benda-benda langit semakin hari semakin tua, dan kemudian akan mati pada waktunya. Bumi juga semakin lama semakin tua, dan kelak pun bakal mati sebagaimana benda-benda langit lainnya. Isi bumi ini, termasuk manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan juga semakin lama semakin tua dan kemudian mati. Maka, menurut hukum termodinamika kedua, untuk mempertahankan agar semua itu tidak segera mati, harus ada energi ataupun usaha yang dimasukkan ke dalam sistem, sehingga mengkompensasi entropi yang terus meningkat.

Misal, agar mesin mobil tidak segera mati, ya harus diberi bensin. Agar manusia tidak segera mati, mesti dimasuki makanan, minuman, dan oksigen. Agar buah tidak membusuk, haruslah diawetkan. Agar dunia tidak tenggelam oleh sampah, ya harus dibersihkan. Agar kita menjadi pintar, ya harus belajar. Agar hidup kita sukses, ya harus ada usaha dan perjuangan. Dan seterusnya. Dan lain sebagainya. Itulah hukum entropi alam semesta yang berlaku pada makhluk hidup maupun benda mati. Sebuah hukum yang bersifat universal..!

Maka bagaimana bisa ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa seleksi alam bisa berjalan dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari luar sistem? Tanpa ada bensin yang dimasukkan ke mesin mobil, tanpa ada makanan dan oksigen yang kita konsumsi, tanpa ada usaha dan pembelajaran..?! Ini sungguh-sungguh menyalahi hukum alam yang paling dasar.

Alam semesta ini tidak akan bisa bertahan selama miliaran tahun seperti ini, jika tidak ada  CAMPUR TANGAN dari luar sistem. ‘Usaha’ yang berasal dari luar jagad raya itu sendiri. Energi yang tidak berasal dari dalam ruang, waktu, materi & energi universe. Siapa saja yang menganggap alam semesta bisa berjalan dengan sendirinya, ia telah menabrak hukum ilmiah yang paling dasar. Dengan kata lain, ia mulai berpikir dengan cara meninggalkan kaidah-kaidah saintifik.

Jika alam semesta tidak memperoleh tambahan ‘usaha’ atau energi dari luar sistem, alam ini sudah runtuh dan hancur lebur sejak ledakan pertama: big bang. Dalam alam yang entropinya meningkat seperti alam kita ini, ledakan tidak pernah menghasilkan suatu ‘sistem yang tertata’ seperti jagad raya sekarang. Dimana partikel-partikel sub atomik berangsur-angsur menjadi atom, dan atom-atom menjadi molekul dengan keseimbangan gaya yang luar biasa. Lantas berangsur-angsur menjadi unsur-unsur alam semesta penyusun benda-benda langit dalam skala maha raksasa. Dan kemudian memunculkan gaya nuklir kuat, nuklir lemah, elektromagnetik, serta gravitasi secara berurutan. Sebuah LEDAKAN selalu menghasikan kerusakan dan KEKACAUAN. Lha ini kok malah menghasilkan KETERATURAN..!

Kenapa semua ini bisa terbentuk sedemikian harmonisnya? Karena ada FAKTOR dari luar sistem yang memasukkan ‘usaha’ sebagai bentuk campur tangan agar hukum entropi tidak menghancurkannya. Siapakah DIA? Itulah yang oleh orang-orang atheis disebut sebagai FAKTOR X. Dan kita, umat Islam menyebut-Nya sebagai Allah Azza Wajalla..! Zat yang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, dan Maha Bijaksana.

QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

QS. Al Infithaar (82): 6-8
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (sehingga kamu mengingkari) Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (struktur tubuh)-mu seimbang, dalam kecanggihan bentuk yang Dia kehendaki, Dia telah menyusun tubuhmu.

Allah yang Maha Sempurna telah menciptakan mekanisme hukum alam yang sangat menakjubkan. Kecelakaan, kematian dan kehancuran, bukanlah tanda tidak sempurnanya desain penciptaan universe, tetapi justru menunjukkan betapa sempurnanya sunnatullah yang telah menyeimbangkan antara hukum entropi dengan keniscayaan adanya campur tangan Sang Maha Perkasa. (Bersambung… )

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

Agus Mustofa

KEIMANAN DOGMATIS & KEIMANAN SAINTIFIK


Saya ingin memulai tulisan kedua ini dengan mengenalkan KEIMANAN Islam kepada kawan kita yang mengaku atheis, terkait dengan konsep ‘bertuhan’. Pemahaman tentang ‘iman’ yang tidak tepat akan menghasilkan persepsi ketuhanan yang juga keliru. Setidak-tidaknya, nggak sesuai dengan yang dimaksudkan oleh al Qur’an.

Ada keimanan yang bersifat DOGMATIS, dan ada keimanan yang berdasar BUKTI-BUKTI. Keimanan di dalam Islam adalah keimanan yang dibangun berdasar bukti-bukti dengan memanfaatkan fungsi akal. Karena itu, menjadi keliru jika memahami keimanan Islam hanya berdasar dogmatisme, sebagaimana agama lain.

QS. Al Anbiyaa’ (21): 56
Ibrahim berkata: "Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu".

QS. An Naml (27): 64
Atau siapakah yang menciptakan (manusia), kemudian mengulanginya? Dan siapakah yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".

Maka substansi keimanan terhadap adanya Tuhan - di dalam Islam - justru didasarkan pada eksplorasi akal terhadap segala realitas sekitar. Tujuannya adalah menemukan Kekuatan Maha Dahsyat yang menguasai dan mengendalikan alam semesta ini. Sebagaimana yang diceritakan Al Qur'an tentang 'pencarian Tuhan' oleh Nabi Ibrahim. Sehingga, keimanan di dalam Islam bukanlah keimanan yang sekedar ikut-ikutan berdasar tradisi sebagaimana dipersepsi oleh mereka yang tidak memahami Islam. Justru, yang demikian ini dikecam di dalam al Qur’an.

QS. Al Baqarah (2): 170
Dan bila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami terima dari (tradisi) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun, dan tidak mendapat petunjuk?"

QS. Yusuf (12): 108
Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah dengan argumentasi yang jelas. Maha Suci Allah, dan aku bukan termasuk orang-orang yang menyekutukan (bertuhan kepada selain Allah)".

Maka, keimanan Islam harus dibangun berdasar eksplorasi akal dengan berpedoman pada kitab sucinya. Al Qur’an tidak mendogma penganutnya untuk ikut-ikutan dalam beragama, melainkan sebaliknya mendorong untuk bersikap kritis dan mencari bukti-bukti kebenaran yang terhampar di alam semesta. Inilah bedanya keimanan Islam dengan keimanan agama lain.

QS. Ali Imran (3): 7
… Dan tidak bisa mengambil pelajaran (dari Al Qur’an) kecuali orang-orang yang menggunakan akal.

QS. Ali Imran (3): 191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (eksistensi Tuhan) bagi orang-orang yang berakal,

QS. Yunus (10): 100
Dan tidak ada seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah marah besar kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.

Sengaja saya kutipkan ayat-ayat Qur’an sebagai argumentasi, bahwa Islam mengajarkan keimanan yang berdasar pada ‘akal sehat’. Bukan dogma-dogma dan doktrin-doktrin tak berdasar. Itulah akal yang digunakan untuk memahami kebenaran dalam bertuhan. Bukan akal yang digunakan untuk ‘mengakal-akali’ kebenaran. Atau malah menjauhi Tuhan.

Klarifikasi yang kedua, adalah kaitan antara SAINS dengan KEIMANAN Islam. Boleh jadi di agama lain, keimanan bertabrakan dengan sains. Sebagaimana terekam dalam sejarah perkembangan agama Kristen di Eropa, misalnya. Tetapi, itu tidak pernah terjadi (dan seharusnya memang tidak terjadi) pada keimanan Islam. Justru, sejarah menunjukkan bahwa sains dan teknologi berkembang pesat di zaman keemasan Islam. Ilmu kedokteran, matematika, astronomi, kimia, metalurgi, filsafat, ekonomi, sosial, politik, tatanegara, dst, dlsb, justru memperoleh tempat yang terhormat. Sekaligus mendorong kualitas keimanan umat Islam kepada Tuhannya. Dan yang demikian memang didorongkan oleh al Qur’an, sebagai pedoman dalam beriman kepada Allah.

QS. Al Ghaasiyah (88): 17
Maka apakah mereka tidak mengobservasi unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

QS. An Nahl (16): 79
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi orang-orang yang beriman.

QS. Asy Syu’araa (26): 7
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik?

QS. An Naml (27): 86
Apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan malam supaya mereka beristirahat padanya dan siang yang menerangi? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (eksistensi Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.

QS. Luqman (31): 31
Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan karunia Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.

QS. Az Zumar (39): 21
Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

QS. Yaa siin (36): 77
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

QS. Shaad (38): 29
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai akal mendapat pelajaran.

QS. Ath Thaariq (86): 5
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?

Dan ratusan ayat lagi yang memiliki semangat keilmuan dalam membangun keimanan kepada-Nya. Yang kalau saya tuliskan disini semuanya, mungkin bakal membosankan orang-orang yang tidak mengakui Tuhan. Tapi sebaliknya, bakal menguatkan orang-orang yang beriman. Mereka bisa merasakan kehadiran Allah sebagai Tuhan yang Maha Dahsyat di seluruh penjuru alam semesta yang diamatinya. Bahwa Allah telah meliputi seluruh horizon pandangannya, di langit dan di bumi, beserta segala yang ada diantara keduanya…

QS. An Nisaa’ (4): 126
Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah Allah Maha Meliputi segala sesuatu.

Maka, bagi seorang muslim, sains adalah alat untuk melakukan pembuktian-pembuktian secara terukur dalam memahami ciptaan Allah yang terhampar di alam semesta. Sebuah mahakarya yang sempurna, dengan segala mekanisme hukum alam yang menyertainya. Manusia terlahir, menua, dan kelak menemui kematiannya. Bumi terlahir, menua, dan kelak juga menemui kehancurannya. Bintang dan matahari terlahir, menua, dan kelak pun menemui akhir masanya. Sebagaimana alam semesta juga terlahir, menua, dan kelak akan menemui keruntuhannya.

Demikian sempurnanya drama alam semesta dengan segala isinya, semata-mata untuk menunjukkan kepada manusia yang tinggi hati ini, bahwa yang kekal hanyalah Allah Tuhan Penguasa Jagad Semesta..! (Bersambung )

~ Salam Beragama dengan Akal Sehat ~

Agus Mustofa