Gatra, 27 April 2008
Siapa yang tidak kenal Profesor Johan Galtung; sosiolog, pemikir, dan
aktivis perdamaian kelahiran 24 Oktober 1930 di Oslo, Norwegia. Karya-karyanya telah jadi rujukan
dunia pada saat orang berbicara tentang perdamian, konflik, perang, dan
cara-cara mengatasinya. Kritiknya terhadap penghasut perang terasa pedas
sekali, tidak peduli siapa pun yang melakukan. Pada usia 12 tahun, Galtung pernah ditahan Nazi. Maka, mulailah ia mengerti betapa jahat dan
kejamnya peperangan.
Galtung adalah pengagum Mahatma Gandhi, tokoh anti-kekerasan India yang
legendaris. Pada 1970-an,
Galtung pernah meramalkan keruntuhan Uni Soviet, yang kemudian menjadi
kenyataan. Imperium Amerika sekarang ini juga diperkirakannya tidak akan
bertahan lama, karena politik luar negerinya yang ekspansif dan cuek terhadap
hukum internasional, sedangkan di dalam negeri, demokrasi dan hak-hak asasi
manusia seperti dihormati.
Pada 14 September 2002 di Koln, di depan 25.000 pendukung gerakan
perdamaian Jerman, setahun
pasca-tragedi 11 September 2001, Galtung berseru: "Moderates all over the world, unite!
(Kaum moderat sedunia, bersatulah!)". Di forum inilah
Galtung berbicara tentang tiga corak fundamentalisme yang telah menjadikan penduduk bumi sebagai
tawanannya.
Berbeda dari
kebanyakan pers Barat yang membidikkan tombak fundamentalisme yang mengerikan
itu lebih banyak kepada orang Islam pasca-tragedi September, Galtung
meneropong bahwa ada tiga kekuatan fundamentalis yang berasal dari kultur
berbeda tapi filosofinya serupa: pertama, faksi Wahabi Osama bin Laden; kedua, faksi
puritan Protestan yang semula berasal dari Inggris, kemudian menyebar ke
Amerika Serikat; ketiga, ini jarang didengar tapi yang tidak kurang
kejamnya: fundamentalisme pasar.
Menurut Galtung, fundamentalisme corak pertama adalah yang bertanggung
jawab terhadap perbuatan kriminal di belakang tragedi September. Baik faksi Wahabi maupun faksi
Protestan sama-sama merasa dirinya sebagai manusia pilihan Tuhan. Keduanya
berpikir sebagai orang yang mendiami Tanah yang Dijanjikan yang suci. Keduanya
sama-sama menganut doktrin: "...
he who is not with me is against me" (orang yang tidak ikut saya adalah
musuh saya). Keduanya memandang enteng kematian orang lain. Keduanya begitu
mirip, sehingga George bin Laden dan Osama Bush dapat bertukar percakapan.
Keduanya merasa bahagia dengan membunuh ribuan manusia.
Anda bisa
membayangkan, pada saat nama George W. Bush sedang melambung tinggi
pasca-tragedi September, Galtung telah "menobatkannya" sejajar dengan
Osama, dengan daya bunuh lebih dahsyat. Sungguh tidak banyak penduduk bumi yang
punya reputasi internasional tapi berani bersuara lantang membongkar
kebiadaban, kezaliman, dan kejahatan terhadap kemanusiaan seperti Galtung.
Saya rasa, umat
manusia berutang budi pada sosok manusia dengan integritas pribadi yang prima
dan konsisten ini. Jika ia menyerang praktek biadab, di saat yang sama
ditunjukkannya bagaimana hidup secara beradab itu. Tidak sebaliknya, pada saat
sementara orang berbicara tentang kasih sayang, perbuatannya malah mengobarkan
budaya kebencian dan kekerasan. Ketika sementara pihak berbicara tentang
demokrasi dan hak-hak asasi manusia, bangsa-bangsa lain dijadikan mangsa untuk
dibinasakan dengan cara-cara brutal.
Galtung bertutur: "Dunia
sarat dengan masalah, yang satu lebih besar dari yang lain. Masalah itu punya
satu nama. Nama itu adalah Amerika Serikat, geofasis, di dalamnya ada sedikit
demokrasi, di luar fasis(gerakan sosial). Mereka berpikir berada di atas hukum, langsung
di bawah Tuhan, sehingga tidak ada ruang bagi PBB, hukum internasional, dan
hak-hak asasi manusia." Gatung pun membidik Israel yang juga dikuasai kaum fundamentalis,
resolusi-resolusi PBB ditentang secara sistematis.
Corak ketiga adalah fundamentalisme pasar. Kata Galtung, Amerika Serikat ditunggangi oleh tipe
fundamentalisme lain: fundamentalisme pasar. Ada manusia pilihan di situ, yaitu
CEOs (chief executive officers) dengan korporatnya. Di situ ada pula tanah suci: pasar.
Mereka berjuang
di sana. Kata Galtung: "Siapa
pun yang tidak percaya kepada pasar yang "tak terkekang" (unfettered)
tapi punya gagasan dan cita-cita ekonomi yang lain harus diperlakukan sebagai
pengkhianat. Dan mereka memandang hidup orang demikian ringannya, seperti
100.000 kematian saban hari, terutama karena pasar tidak dapat memenuhi
keperluan pokok mereka untuk makanan dan kesehatan, seperempat di antaranya
semata-mata karena lapar."
Pungkasannya,
kita ulangi seruan Galtung:
"Kaum moderat sedunia, bersatulah!" Saya iringi: "Semua
corak fundamentalisme adalah musuh sejati kemanusiaan, sekaligus musuh
bebuyutan akal sehat!"
0 komentar:
Posting Komentar