Sejarah pendidikan islam islam abad 19 sampai 20


Dalam penulisan sejarah islam di Indonesia, ada dua periode yang mendapatkan perhatian khusus, yakni periode masuknya islam di indonesia dan zaman reformis pada abad ke 20. Abad ke 20 merupakan abad dimana islam di indonesia mengalami pembaharuan. Tentunya pembaharuan yang dilakukan pada islam di indonesia mempunyai sebab tersendiri. Terkait dengan islam di Indonesia abad ke 19 belum ada suatu studi yang menyeluruh dan penelitian tentang aliran modernis pada abad ke 19 hanya sebagai titik tolak saja. Pemikiran para tokoh aliran reformis bahwa islam sedang tenggelam dalam suasana yang suram, beku, kolot dan tidak setia lagi pada ajaran islam yang murni. Pintu ijtihad sudah ditutup dan sikap taqlid pun telah menguasai pendapat umum. Kenyataan ini mengambarkan terjadinya kemunduran islam.
Berbicara terkait kemunduran islam, sebenarnya merupakan isltilah yang kurang cocok bagi islam di indonesia. Sebab pada abad ke 13 islam sudah masuk di indonesia secara besar-besaran. Namum pada kenyataanya islam pada waktu sedang menglami kemunduran khususnya dibidang politik dan intelektual. Walapun pada waktu itu islam dalam masa kemunduran masih banyak ditemukan karya-karya para ilmuan islam dalam bidang tasawuf dan sastra yang bisa menjadi tolak ukur bahwasannya islam tidak seutuhnya mundur.
Gambaran tentang zaman kemunduran islam lebih kompleks dari pada gambaran yang sering diberikan oleh ilmu sejarah yang di dominasi oleh nasionalisme arab. namun islam masuk ke indonesia tidak begitu kreatif lagi dalam bidang politik dan ilmu.
Gambaran diatas berlanjut sampai abad ke 19 yang menyebabkan islam di indonesia dalam dalm perkembangan ilmu mengalami kelemahan. Kelemahan ini diakibatkan oleh kemunduran islam secara internasional. Disamping itu sistem kolonial juga merupakan unsur yang mengakibatkan kemunduran, pihak kolonial menganggap bahwa islam sabagai unsur yang membahayakan.
Perkembangan islam di indonesia melalui berbagai jalan. Mulai dari pendidikan, perdagangan, perkawinan dsb. Dalam bidang pendidikan sendiri, islam disebarkan melalui guru. Secara garis besar guru pada saat itu terbagi menjadi lima golongan yaitu : Guru ngaji qur’an, Guru kitab, Guru tarekat, guru untuk ilmu ghaib, guru yang tidak menetap dalam satu tempat.
Di indonesia guru yang disebutkan diatas beberapa masuk dalam naungan suatu lembaga, yakni pesantren. Pesantren merupakan suatu lembaga yang menjadi basis pengajaran islam baik dalam hal syari’ah maupun ibadah. Dalam pesantren ini terdapat satu pemimpin yang dinamakan kyai. Kyailah yang menjadi panutan bagi seluruh warga pesantren karena dianggap memiliki ilmu keagamaan yang tinggi dan karisma yang kuat.
pada permulaan abad ke 19 muncul perbedaan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan sesudah pengajian alqur’an yang ada hampir diseluruh wilayah indonesia. Pada masa itu pemerintah kolonial mulai membukan lembaga pendidikan sendiri, yang sama sekali tidak berhubungan dengan sistem pendidikan islam.
Perbedaan antara pendidikan umum dan agama berawal dari surat keputusan tanggal 8 maret 1819, bahwasannya gubernur jendral van der capellen mengadakan suatu penelitian tentang pendidikan masyarakat jawa dengan tujuan meningkatkan kemampuan membaca dan menulis dikalangan mereka. Dari hasil penelitian tersebut diharapkanpelaksanaan undang-undang dan peraturan pendidikan dapat diperbaiki.secara khusus diteliti juga apakah sebaiknya guru yang ada dimanfaatkan dan diberi motivasi dan peraturan yang sesuai atau perlu menciptakan peraturan yang berbeda sama sekali.
Setelah keluarnya surat tersebut semua residen mendapatkan daftar pertanyaan, namun hanya 12 orang saja yang memberikan jawaban. Sepintas studi ini hanya melaporkan adanya pendidikan islam dengan memakai bahasa arab, yang merupakan lembaga pendidikan paling  penting diantara orang-orang jawa.
Sekitar seabad kemudian, Brugmans membicarakan penelitian tersebut dan menduga bahwa gubernur jendral Van Der Capellen hendak melaksanakan satu jenis pendidikan yang berdasarkan pribumi murni dan disesuaikan dengan masyarakat desa. Dengan gaya optimis Brugmans menghubungkan pendapatnya tersebut dengan seluruh kebijaksanaan politik pendidikan belanda, wlaupun kadang-kadang lemah dan seringkali terputus, kebijaksanaan pemerintah belanda hampir selalu sama yaitu harus menghormati unsur pribumi dalam masyarakan dan keengganan dalam menolak kebudayaan asli dalam hubungannya dengan kebudayaan asing yang bercorak barat.
Dalam usaha pengembangan pendidikan islam yang sudah ada, memang pada akhir abad lalu, beberapa kali diusulkan agar lembaga pendidikan islam yang ada agar dimanfaatkan pada kebijaksanaan untuk mengembangkan sistem pendidikan umum. Akan tetapi pada reorganisasi dan pengembangan sistem kolonial, pada kenyataanya pemerintah selalu memilih jalan lain dari pada menyesuaikan diri dengan pendidikan islam.
Tokoh pertama dikalangan pegawai pemerintahan yang bekerja dalam pendidikan orang bukan eropa adalah inspektur pendidikan pribumi yang pertama yang bernama J.A Van Der Chijs. Setahun setelah menjabat sebagai inspektur pendidikan, va der chijs sudah menolak menyesuaikan pendidikan islam yang ada. Penolakan ini berdasarkan pada alasan alasan teknis pendidikan. “walaupun saya setuju sekolah pribumu diselingi dengan kebiasaan pribumi, namun saya tidak menerima karena kebiasaan tersebut terlalu jelek, sehingga tidak dapat dipakai dalam sekolah pribumi. Yang dimaksud kebiasaan jelek itu terutama pada metode membaca teks arab yang hanya dihafal tanpa pengertian. Demikian pula para sarjan lain sependapat bahwa tradisi didaktis pendidikan pribumi begitu jeleknya, sehingga tidak dapat dimanfaatkan sebagai titik tolak untuk mengembangkan suatu sistem pendidikan umum.
Keinginan untuk mengembangkan sistem pendidikan umum bagi semua orang  pada pergantian abad ke 20, beberapa tokok berpikir untuk mencari kemungkinan melibatkan pendidikan islam dalam pengembangan tersebut. Hal itu disebabkan kerena pendidikan islam dibiayai oleh rakyat sendiri, dengan demikian pendidikan umum dapat direalisasikan dengan biaya yang relatif lebih murah. Akan tetapi karena alasan politis, penggabungan sistem tersebut tidak terlaksana, sebagai akibat kosekuensi logis akibat kebijaksanaan pemerintah belanda yang tidak mau campur tangan dengan dalam persoalan islam dan menolak untuk memberikan subsidi terhadap sekolah-sekolah islam karena tidak mau mengorabankan keuangan negara.
Pada akhirnya didirikanlah apa yang disebut sekolah desa, sebuah lembaga pendidikan sederhana yang membuka jalan terbentuknya pendidikan umum. Kemudian sekolah islam mengambil jalan sendiri lepas dari gubermen, tetap berpegang pada tradisi yang sudah dilakukan. Oleh karena itu sebenarnya sistem pendidikan umum bukan lahir dari penyesuaian sistem pendidikan tradisional. Sebaliknya sistem pendidikan islam seperti yang terlihat sekarang ini, lama kelamaan akan menyesuaikan diri dan masuk ke dalam sistem pendidikan umum.
Kemudian pada waktu itu di indonesia terdapat dua sistem pendidikan yang berdiri sendiri-sendiri dengan pola pendidikan yang berbeda pula. Pendidikan islam yang tergabung dalam lembaga pendidikan pesantren dengan menggunakan pola pendidikan tradisional dan pendidikan umum yang didirikan oleh pemerintah belanda dengan pola pendidikan yang baru tanpa campur tangan pendidikan islam.
Dengan berdirinya pendidikan umum kemudian mulailah pendidikan liberal dikenalkan kepada rakyat pribumi. Orang-orang yang bisa mengenyam pendidikan umum pada saat itu Cuma kalangan berada. Dalam rangka mengakomodir seluruh rakyat maka didirikan sekolah rakyat untuk semua kalangan sampai kepelosok desa. Perluasan pendidikan pedesaan bagi seluruh lapisan masyarakat baru telaksana permulaan abad ke 20 yang disebut etiche politiek.

0 komentar:

Posting Komentar