PENGEMBANGAN KOGNITIF, BAHASA, DAN EMOSI
PADA KANAK-KANAK AKHIR
DAN IMPLEMENTASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah
Psikologi Perkembangan
Dosen
Pengampu: Dra. Nadlifah, M.Pd
Disusun Oleh :
Ahmad
Rifai (11470085)
KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
Kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan. Dalam
perkembangannya, masa kanak-kanak dibagi menjadi dua golongan, yaitu masa
kanak-kanak awal yang kurang lebih mulai dari umur 2 sampai 6 tahun, dan masa
kanak-kanak akhir yang berkurang lebih periodenya antara 6 sampai 12 tahun.
Masa
kanak-kanak akhir merupakan masa dimana seorang anak dapat ditandai dengan
masuk ke dalam sekolah dasar (SD) / MI. Masuknya seorang anak ke dalam sekolah
merupakan peristiwa penting bagi seorang anak untuk mengembangkan kognitif,
emosi, bahasa dan aspek-aspek lainnya sehingga terjadi perubahan dalam diri
seorang anak dari cara berfikir, bertindak, sikap, nilai, dan perilakunya yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk
mengembangkan psikologi seorang anak, perlunya diterapkan pedoman atau didikan
kepada anak supaya seorang dapat membedakan hal baik maupun hal buruk supaya
seorang anak nantinya dapat menerapakn akhlak moralnya, dapat berfikir secara kritis
dan cemerlang, dapat mengontrol emosinya, yang semuanya dalam diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Makna
kanak-kanak akhir
2. Perkembangan
kognitif kanak-kanak akhir
3. Perkembangan
Bicara kanak-kanak akhir
4. Perkembangan
Emosi kanak-kanak akhir
5. Implementasi
terhadap pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna
Masa Akhir Kanak-kanak
Masa
akhir kanak-kanak sering disebut sebagai masa tamyiz, masa sekolah atau masa
sekolah dasar. Masa ini dialami anak usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas
dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun.[1] Masa
akhir anak-anak sukar ditentukan, oleh karena ada sebagian dari anak-anak yang
cepat menjadi remaja dan sebagian yang lain adalah lambat. Periode ini dimulai
setelah anak melewati masa degil, dimana proses sosialisasi telah dapat
berlangsung lebih efektif, dan menjadi matang ketika memasuki sekolah.
Masa
anak sekolah diawali dengan tercapainya kematangan bersekolah (S.C.Utami
Munandar, 1991: 1). Seseorang anak dapat dikatakan matang untuk bersekolah
apabila anak telah mencapai kematangan fisik, intelektual, moral, dan sosial.[2]
Matang secara fisik maksudnya, apabila anak telah sanggup untuk menuruti secara
jasmaniah tata tertib sekolah. Misalnya, duduk dengan tenang, tidak makan di
dalam kelas ketika berlangsungnya pembelajaran, dan lain sebagainya. Matang
secara intelektual maksudnya, apabila anak telah sanggup menerima pelajaran
secara sistematis, terus menerus, dapat menyimpannya dan nantinya dapat
memproduksi pelajaran tersebut. Matang secara moral, jika anak telah sanggup
menerima pelajaran moral, misalnya pelajaran budi pekerti, etiket, serta telah
sanggup melaksanakannya. Telat juga ada rasa tanggung jawab untuk melaksanakan
peraturan sekolah sebaik-baiknya. Matang secara sosial, apabila anak telah
sanggup untuk hidup menyesuaikan diri dengan masyarakat sekolah.
Masa
akhir kanak-kanak menurut psikologi islam adalah tahap tamyiz, fase ini anak
mulai mampu membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah. Pada
usia ini Nabi muhammad memberikan contoh bahwa anak sudah diperintahkan untuk
melakukan shalat sebagaimana Hadits Nabi: Artinya:....... Perintahlah anak-anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia tujuh
tahun, dan pukullah ia jika meninggalkannya apabila berusia sepuluh tahun dan
pisahkan ranjangnya (HR. Abu Dawud dan al-Haki dari Abd Allah ibn Amar).
Hadis tersebut mengisyaratkan ketika anak berusia tujuh tahun memerintahkan
orang tua untuk memukul anaknya yang meninggalkan sholat, makna memukul tidak
bersifat biologis, tetapi secara psikologis dengan mengingatkan yang dapat
menggugah kesadarannya untuk melakukan shalat.[3]
B.
Perkembangan
Kognitif Kanak-Kanak Akhir
Sejalan
dengan meluasnya dunia anak ketika mulai masuk sekolah, minat dan
pengalaman bertambah, sehingga ia lebih
dapat memahami orang-orang, obyek-obyek, dan situasi-situasi di sekitarnya.
Pada usia ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan menghitung).
Ditinjau
dari perkembangan kognitif Jean Piaget, masa kanak-kanak akhir (anak sekolah
dasar) berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-11 tahun),
dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar
dan tidak jelas hingga menjadi lebih konkret dan tertentu. Tahap operasi
konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang
kelihatan nyata / konkret. Anak masih menerapkan logika berfikir pada
barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis. Anak
masih kesulitan untuk memecahkan masalah yang mempunyai banyak variabel. Oleh
karena itu, meskipun intelegensi pada tahap ini sudah sangat maju, namun cara
berfikirnya masih terbatas yakni berdasarkan sesuatu yang konkret. Akan tetapi,
pemikirannya tidak sekabur seperti pada masa kanak-kanak, melainkan menjadi
lebih spesifik dan konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar
menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Di samping itu, ia
memperoleh dan arti baru melalui media massa, terutama film, radio, dan telivisi.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman ini, ia membentuk konsep-konsep tentang
angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, hidup dan mati, konsep tentang
dirinya, peran sosial, peran jenis kelamin, moral, dan sebagainya.
Ketika
anak membaca buku pelajaran di sekolah dan mencari keterangan dari ensiklopedia
atau sumber-sumber informasi lain, ia tidak hanya mempelajari arti baru untuk
konsep tetapi juga memperbaiki arti yang salah yang dihubungkan dengan konsep lama. Pengalaman sendiri juga
memberikan makna bagi konsepnya. Pengalaman berwisata, misalnya akan mewarnai
konsep tentang pariwisata.
Periode
ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu
mengklarifikasikan (mengelompokkan), menyusun atau mengasosiasikan
(menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan dengan perhitungan (angka), seperti menambah, mengurangi,
mengalihkan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah
memilki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
Dalam
rangka mengembangkan kemampuan mental-inteketual, maka sekolah (guru)
seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan,
memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang dibacanya
atau dijelaskan guru, membuat laporan (hasil study tour) atau diskusi kelompok.[4]
C.
Perkembangan
Bicara Kanak-Kanak Akhir
Berbica
merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak belajar bagaimana
berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya
kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak
perbendaraan kata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang
bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh
orang lain.
Usia
SD merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai
perbendaraan kata (vocabulary). Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan
berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan
cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini, karena dibarengi dengan taraf
berfikir yang sudah maju maka dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab
akitab.
Terdapat
dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai
berikut:
a. Proses
jadi matang dalam hal organ-organ suara / bicara sudah berfungsi untuk
berkata-kata.
b. Proses
belajar, maksudnya bahwa anak yang telah matang untuk berbicara, lalu
mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan atau
kata-kata yang didengarnya.
Kedua
proses tersebut berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada saat
masuk SD anak sudah sampai pada tingkat dapat membuat kalimat yang mendekati
sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dan dapat menyusun dan mengajukan
pertanyaan.
Dengan
meluasnya cakrawala anak-anak, mereka menemukan bahwa berbicara merupakan
sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam kelompok. Dalam hal ini yang
terpenting adalah bahwa ia mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau
anak tidak dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain, tidak saja bahwa dia
tidak diterima dalam kelompok.
Bantuan
untuk memperbaiki pembicaraan pada masa kanak-kanak akhir menurut Hurlock,
berasal dari empat sumber. Antara lain; orang tua, radio, televisi, dan
sekolah. Setelah anak belajar membaca ia menambah kosa kata dan terbiasa dengan
bentuk kalimat yang benar. Setelah anak mulai sekolah, kata-kata yang salah
ucap dan arti-arti yang salah biasanya cepat diperbaiki oleh guru[5].
D.
Perkembangan
Emosi Kanak-Kanak Akhir
Emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, termasuk pula
perilaku belajar. Emosi yang positif, sepertiperasaan senang, bergairah,
bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk konsentrasi
terhadap aktifitas belajar. Sebaliknya, jika emosi negatif seperti perasaan
tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajarakan mengalami
hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk
belajar.
Hurlock
(1991), tetap memandang pentingnya faktor kematangan pada masa kanak-kanak
terkait dengan masa kritis perkembangan, yaitu saat-saat ketika anak siap
menerima sesuatu dari luar. Kematangan yang telah dicapai dapat dioptimalkan
dengan pemberian rangsangan yang tepat (Patmonodewo, 1993). Contoh dalam perkembangan
emosi, pengendalian pola reaksi emosi yang diinginkan, sebagai tindakan
preventif. Apabila pola reaksi emosi yang tidak diinginkan dipelajari dan
membaur dalam pola emosi anak, akan semakin sulit mengubahnya dengan
pertambahan usia yang dialami anak. Bahkan mungkin reaksi ini akan tertanam
hingga masa dewasa dan membutuhkan bantuan ahli untuk mengubahnya[6].
Menginjak
usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa mengungkapkan emosi secara kasar
tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk
mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi
diperoleh dari meniru dan latihan. Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua
dalam mengendalikan emosinya sangat berpengaruh. Apabila anak berkembang dalam lingkungan
keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak
cenderung stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan
usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa
ingin tahu, dan kegembiraan.
Pada
umunya, masa kanak-kanak akhir merupakan periode yang relatif tenang yang
berlangsung sampai mulainya masa puber. Ini disebabkan oleh beberapa hal; pertama, peranan yang harus dilakukan
anak yang lebih besar sudah terumus dengan jelas. Kedua, permainan dan olah raga merupakan bentuk pelampiasan emosi
yang tertahan, terakhir, dengan
meningkatnya keterampilan yang dikuasai dan dilakukan oleh anak, mereka tidak
mengalami kekecewaan dalam usahanya untuk menyelesaikan berbagai macam tugas
dibandingkan usia sebelumnya.
Pola
emosional pada masa kanak-kanak akhir umumnya berbeda dengan masa kanak-kanak
awal dalam dua hal. Pertama, jenis
situasi yang membangkitkan emosi, dan kedua,
bentuk ungkapannya, keduanya tersebut merupakan akibat dari pengalaman dan
belajar. Pola emosi yang umum adalah; amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri
hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.
E.
Implementasi
Terhadap Pendidikan
Dalam
mempelajari psikologi perkembang pada masa kanak-kanak akhir, telah dijelaskan
aspek perkembangan kognitif, bicara (bahasa), serta emosional anak, sangat
bermanfaat bagi kita semua sebagai calon orang tua, dan bagi seorang guru,
bagaimana cara untuk mengajar murid-murid kita yang masih berada pada masa
kanak-kanak ahir atau mendekati remaja.
Dalam hal untuk menigkatkan kognifit anak,
guru dapat melakukan hal-hal bisa membuat anak semangat untuk belajar dengan
cara membuat diskusi kecil melakukan tanya jawab dan membuat
pertanyaan-pertanyan, karena pada masa ini anak sudah mampu berfikir dengan ditandai
dengan adanya aktifitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami dan mampu
memecahkan masalah. Anak sudah mampu berfikir, belajar, mengingat, dan
berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih
egois. Dan ada hal yang harus di hidari guru, yaitu janga samapi mengekan anak
dan jangan samapi tidak membirikan tanggapan atas pertanyan anak, karena pada
masa ini sikap egois anak sangat tinggi atau masih sensitif sekali.
Dalam
minyikapi perkembangan bahasa anak guru juga dapat melaukan hal-hal yang dapat
menigkatkan kemampun bahasa anak yaitu dengan cara mengajak berkomunikasi dan
bercerita dan mengajak untuk gemar membaca karena dengan membaca akan meltih
ketrampilan bahsa anak.
Serta dalam menyikapi emosi anak guru harus
hati-hati dan extra sabar karena pada masa ini emosi-emosi yang secara umum
dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu,
iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. Hal tersebut sering
membuat kondisi kelas kurang kondusif. Jadi pinter-pintarlah guru menyikapi hal
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejalan
dengan meluasnya dunia anak ketika mulai masuk sekolah, minat dan
pengalaman bertambah, sehingga ia lebih
dapat memahami orang-orang, obyek-obyek, dan situasi-situasi di sekitarnya.
Pada usia ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau
melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan menghitung).
Berbica
merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak belajar bagaimana
berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya
kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak
perbendaraan kata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang
bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh
orang lain.
Emosi
merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, termasuk pula
perilaku belajar. Emosi yang positif, sepertiperasaan senang, bergairah,
bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk konsentrasi
terhadap aktifitas belajar. Sebaliknya, jika emosi negatif seperti perasaan
tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses belajarakan mengalami
hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk
belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayati,
Wiji, dan Sri Purnami. 2008. Psikologi
Perkembangan. BA UIN Suka: Yogyakarta
Hurlock,
Elizabeth. 2005. Psikologi Perkembangan.
Erlangga: Jakarta
Mashar,
Riana. 2011. Emosi Anak Usia Dini dan
Strategi Pembelajarnnya. Kencana: Jakarta
Yulia
Rochmah, Elfi. 2005. Psikologi
Perkembangan. Teras: Yogyakarta
[1] Dra Wiji Hidayati, dkk, Psikologi
Pengembangan, (Yogyakarta, BA UIN Suka, 2008), hlm 130
[2] Elfi Yuliani Rochmah Mpd I, Psikologi
Pengembangan, (Yogyakarta, TERAS, 2005), hlm 163
[3] Dra Wji Hidayati, dkk, Psikologi
Pengembangan, (Yogyakarta, BA UIN Suka, 2008), hlm 130
[4] Dra Wiji Hidayati, M.Ag, dkk, Psikologi Pengembangan, (Yogyakarta, BA
UIN Suka, 2008), hlm 168
[5] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta, Erlangga, 1980), hlm 151
[6] Riana Mashar, M.Si, Emosi Anak
Usia Dini dan Strategi Pembelajrannya, (Jakarta, Kencana, 2011), hlm 20
0 komentar:
Posting Komentar