MANFAAT SHOLAT BAGI KESEHATAN MENTAL

 BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Shalat merupakan  rukun Islam yang bersifat amali (perbuatan anggota tubuh) dan merupakan rukun Islam yang ke dua setelah syahadat. Sejak kecil tentunya kita telah banyak belajar dan mempraktekan shalat, meskipun terkadang terpaksa karena takut dengan hukuman dari orang tua jika meninggalkan shalat. Namun setelah dewasa diharapkan kita sadar bahwa shalat merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam.
Dengan shalat jiwa ini akan merasakan ketenangan, karena lebih dekat dengan Allah. Shalat juga sebagai pencegah terhadap gangguan kejiwaan mental. Mungkin ada beberapa dari kita yang ketika dewasa justru shalaltnya semakin jarang bahkan mungkin tidak pernah. Ada beberapa orang yang kehilangan makna hidup, sampai akhirnya orang tersebut mencari jalan untuk melepaskan diri dari ketakutan, kebingungan, kesedihan dan kekecewaan. Jika mereka mendengar seruan Allah untuk sabar dan shalat sebagai penolong, tentunya orang tersebut akan menemui apa yang dicarinya. Untuk membantu manusia dalam menghadapi berbagai masalah, maka Allah menyuruh kita shalat, disamping kita harus bersabar. Dengan shalat manusia tidak akan merasa sendirian dalam menghadapi kesulitan dan masalahnya. Sehingga mental dan jiwa kita tetap terkontrol. Shalat menentramkan batin dan menjadi penolong dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa Pengertian Shalat?
2.    Apa Pengertian Kesehatan Mental?
3.    Bagaimana Manfaat Shalat Bagi Kesehatan Mental?
4.    Bagaimana Hubungan Shalat dengan Kesehatan Mental?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Shalat
Secara bahasa, shalat itu bermakna doa. Shalat dengan makna doa dicontohkan di dalam Al-Quran. Allah befirman : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan shalatlah (berdo'alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do'a) kamu itu merupakan ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103). Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Sedangkan di dalam syara’, shalat ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi allah ta’ala dan disudahi dengan memberi salam.[1]
Shalat adalah jalinan (hubungan) yang kuat antara langit dan bumi, antara Allah dan hamba-Nya. Shalat dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi yaitu sebagai rukun dan tiang agama. Sholat menempati rukun yang kedua setelah membaca kedua syahadat, serta menjadi lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. Pada saat melaksanakan shalat, hamba-hamba Allah berada dalam keadaan bersih dan suci. Mereka bermunajat, berdo’a sembari mengharap kepada Allah agar diberikan keteguhan (istiqomah) dalam beragama dan senantiasa memohon petunjuk-Nya.
Secara dimensi Fiqih shalat adalah beberapa ucapan atau rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, dan menurut syarat-syarat yang telah di tentukan oleh agama (A. Hasan 1999; Ash Shiddieqy, 1993; Bigha 1984; Muhammad bin Qasim Asy-Syifai 1982; Rasjid, 1983).
Shalat adalah ibadah pertama yang diwajibkan oleh Allah. Perintah sholat diterima langsung oleh Rosululloh Saw. Tanpa melalui perantara. Dalam sebuah hadits disebutkan:
Anas berkata, “ sholat diwajibkan kepada Nabi (Muhammad) Saw. Pada malam ketika beliau mengalami isra’ (diperjalanan malam hari); sebanyak 50 kali. Kemudian dikurangi menjadi 5 kali. Lalu muhammad Saw. Dipanggil, ‘Wahai Muhammad, sesugguhnya bagi-Ku (Alloh) tak ada perkataan ynag diganti. Dengan yang (melakukan yang) lima ini, engkau memiliki (pahala yang sama dengan melakukannya sebanyak) lima pulu (kali).’ (HR. Imam Ahmad bin Hambal, an-Nasa’i, at-Turmudzi)[2]
Dalam al-Qur’an juga dijelaskan pentingnya shalat untuk mencegah perbuatan keji dan munkar yang pada akhirnya akan mengganggu perkembangan mental kita. Allah berfirman dalam surat QS. Al-Ankabut : 45 yang berbunyi:
@ø?$#!$tBzÓÇrré&y7øs9Î)šÆÏBÉ=»tGÅ3ø9$#ÉOÏ%r&urno4qn=¢Á9$#(žcÎ)no4qn=¢Á9$#4sS÷Zs?
ÇÆtãÏä!$t±ósxÿø9$#̍s3ZßJø9$#ur3ãø.Ï%s!ur«!$#çŽt9ò2r&3ª!$#urÞOn=÷ètƒ$tBtbqãèoYóÁs?ÇÍÎÈ
Artinya: “Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam surat Al-Mu’minun  ayat 1-2 Allah juga menjelaskan bahwa orang yang beruntung adalah ketika ia menjalankan shalat dengan khusyu. Ayat ini mengandung makna implisit bahwa Allah menganjurkan orang-orang yang beriman untuk shalat dengan khusyu. Berikut firman Allah dalam surat Al-Mu’minun:
s%yxn=øùr&tbqãZÏB÷sßJø9$#ÇÊÈtûïÏ%©!$#öNèdÎûöNÍkÍEŸx|¹tbqãèϱ»yzÇËÈ
Artinya: “ (1) Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (2) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.”
B.     Pengertian Kesehatan Mental
Sehat mental adalah terhindar dari gangguan penyakit kejiwaan (batasan ini mendapat sambutan dari para psikiatri). Ada juga yang berpendapat kesehatan mental adalah kemampuan menyesuaikan diri dalam menghadapi goncangan atau masalah. Sehat mental juga bisa diartikan kemampuan merasakan kebahagiaan, kekuatan, dan harga dirinya.
Di dalam buku Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam  Islam karya Dr.Kartini Kartono dan Dr. Jenni Andary, Ilmu Kesehatn Mental adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan mental/jiwa, yang bertujuan mencengah timbulnya gangguan emosi, dan berusaha menguragi atau menyembuhkan penyakit mental,serta memajukan kesehatan jiwa rakyat.[3]
Dalam bukunya Prof. Dr. Abdul “Aziz El-Quussy menyatakan bahwa apabila orang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bisa dikatakan bahwa kesehatan mentalnya diragukan. Karena manusis dalam melakukan hubungan dan interaksi dengan lingkungannya baik materiil maupun sosial, semua tindakan itu tidak akan keluar dari semacam penyesuasuaian diri terhadap lingkungan. Penyesuaian diri yang seperti itu dapat dinamakan dengan “penyesuaian diri= adjusment.”[4]
Secara umum yang dimaksud kesehatan mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah,  adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan merasa dirinya berharga, berguna dan bahagia serta dapat menggunakan potensinya secara optimal.
Gangguan kesehatan mental dapat mempengaruhi:
1.      Perasaan                      : cemas, takut, sedih, frustasi dll
2.      Pikiran                         :   mudah lupa, daya ingatnya kurang, tidak focus dll
3.      Kelakuan                     : nakal, pendusta, menganiaya dirinya sendiri maupun orang lain
4.      Kesehatan tubuh         : penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh gangguan jasmani[5]

C.    Manfaat Shalat Bagi Kesehatan Mental
Adapun beberapa manfaat shalat bagi kesehatan mental manusia adalah:
1.      Shalat memiliki pengaruh besar dan efektif dalam menyembuhkan manusia dari duka cita dan gelisah. Sikap berdiri pada waktu shalat di hadapan Allah dalam keadaan khusu’, berserah diri dan pengosongan diri dari kesibukan dan permasalahan hidup dapat menimbulkan perasaan tenang dan damai dalam jiwa manusia serta dapat menghilangkan rasa sedih dan gelisah. Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan Hudzaifah, selalu shalat ketika menghadapi kesulitan. Hal ini menjadikan shalat memiliki pengaruh terapi dalam mengatasi stres.
2.      Shalat juga memiliki pengaruh penting dalam menyembuhkan perasaan bersalah yang menimbulkan perasaan gelisah dan stress, yang dianggap biang keladi munculnya penyakit jiwa. Hal itu karena shalat dapat menghapus dosa dan membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran kesalahan serta mebangkitkan harapan meraih ampunan dan ridha Allah swt.
3.      Sholat juga melatih diri untuk mencintai aturan, mematuhi keteraturan dalam pekerjaan dan kehidupan, karena shalat dikerjakan pada waktu-waktu yang teratur. Dengan mengerjakan sholat seseorang akan belajar bagaimana bersaudara, bersikap, bersabar, santun, tenang dan mebiasakan diri memfungsikan pikiran untuk hal-hal yang bermanfaat. Hal ini dikarenakan seseorang akan focus terhadap makna ayat-ayat Al-Qur’an dan menghayati makna shalat dalam shalat.[6]

D.    Hubungan Shalat dengan Kesehatan Mental
Dalam shalat terjadi hubungan rohani atau spiritual antara manusia dengan sang Khaliq. Melalui hubungan vertikal ini kita berdo’a dengan khusyu kepada Allah. Dalam suasana shalat yang khusyu ini kita dapat mengungkapkan segala perasaan, keluhan dan permasalahan kepada Allah. Dengan suasana shalat yang khusu’ ini pula kita memperoleh ketenangan jiwa karena merasa diri dekat dengan Allah dan meperoleh ampunan-Nya. Jika kita melaksanakan shalat (wajib maupun sunnah)dengan tepat waktu dan khusyu maka nilai-nilai kesehatan mental yang terkandung didalam ibadah shalat tersebut akan berpengaruh pada diri kita. Nilai-nilai kesehatan mental yang terdapat dalam ibadah shalat tersebut tertuang dalam bentuk fungsi shalat sebagai pengobat (curative), pencegah (preventive), pembina (constructive), dalam kesehatan mental.[7]
Satu hal yang disebutkan dalam hadits terdahulu, berkaitan erat dengan perawatan kejiwaan, yaitu mendapat ampunan dari Allah, apabila shalat yang lima waktu dengan wudhu yang baik, dilaksanakan pada waktunya dan sempurna rukuknya serta khusuk. Dalam pandangan ahli jiwa, ampunan terhadap dosa dan kesalahan, merupakan obat dari gangguan kejiwaan, karena salah satu penyebab dari gangguan kejiawaan adalah merasa bersalah atau berdosa. Orang akan merasa gelisah dan goncang jiwanya apabila ia merasa bersalah atau berdosa kepada Tuhan. Dalam pengalaman merawat orang-orang yang menderita gangguan kejiwaan, ternyata bahwa banyak orang yang terserang kegoncangan kejiawaan merasa dirinya berdosa.[8]
Dengan shalat manusia berserah diri kepada-Nya, hal ini akan membantu dalam meredakan ketegangan emosi manusia, karena seorang mukmin mempunyai keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya.















BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan beberapa point sebagai berikut: Shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mukallaf. Shalat ialah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Sedangkan mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah,  adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa. Salah satu manfaat shalat bagi kesehatan mental adalah shalat memiliki pengaruh besar dan efektif dalam menyembuhkan manusia dari duka cita dan gelisah, dengan shalat juga akan mententramkan jiwa dan pikiran kita. Shalat yang khusyu dapat digunakan untuk mengungkapkan segala perasaan, keluhan dan permasalahan kepada Allah. Dengan suasana shalat yang khusu’ ini pula kita memperoleh ketenangan jiwa karena merasa diri dekat dengan Allah.

B.   Saran
Demikian makalah yang dapat kami selesaikan. kami menyadari sebagai manusia biasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari teman-teman sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah salanjutnya. 




DAFTAR PUSTAKA
Al-Khuli,Hilmi, Menyingkap Rahasia Gerakan-Gerakan Sholat, Yogyakarta: Diva Press, 2007.
Daradjat, Zakiah, ShalatMenjadikanHidupBermakna. Jakarta: Ruhama, 1996.

Daradjat, Zakiyah,Islam danKesehatan Mental, Jakarta: PT. GunungAgung,1982.

El-Quussy, Abdul Aziz,Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Sabiq,Sayyid,FikihSunnah 1. Bandung: PT Al-Ma’arif, 1993.

Yusak, Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung: Pustaka Setia, 1998.




[1]SayyidSabiq,FikihSunnah 1. (Bandung: PT Al-Ma’arif,1993), hlm. 191.
[2]Hilmi, Al-Khuli, Menyingkap Rahasia Gerakan-Gerakan Sholat, (Yogyakarta: Diva Press, 2007),  hlm. 27-28.
[3]YusakBurhanuddin. Kesehatan Mental,(Bandung: PustakaSetia, 1998),hlm.9-10.
[4] Abdul “Aziz El-Quussy, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm.34
[5] Dr. ZakiyahDaradjat, IslamdanKesehatan Mental, (Jakarta: PT. GunungAgung,1982), hlm.9.
[7]Ibid.,
[8]ZakiahDaradjat,ShalatMenjadikanHidupBermakna. (Jakarta: Ruhama, 1996), hlm.21.

0 komentar:

Posting Komentar