Dalam bahasa Arab ada ungkapan yang sangat terkenal, yakni Al insaanu
hayawaan naatiq, yang bermakna:
’manusia adalah hewan yang berakal’. Dengan kata lain, jika manusia tidak
menggunakan akalnya akan menjadi seperti binatang. Itu pula yang disebut
al Qur’an dalam QS. 7: 179, yakni orang-orang yang tidak menggunakan
Hati (Qalb), penglihatan (bashar), dan pendengaran (sama’) untuk memahami dan
mengerti suatu masalah yang dihadapinya.
Maka dalam konteks pembahasan otak, kita lantas bisa mencari keterkaitan
antara bagian-bagian otak dengan fungsi akal pada manusia. Binatang punya otak, manusia juga punya otak.
Tetapi, kenapa binatang yang punya otak itu dikatakan tidak punya akal?
Kalau begitu, tidak selalu makhluk yang punya otak disebut ’berakal’. Jadi
rupanya, ’fungsi akal’ itu terkait erat dengan keberadaan ’sesuatu’ di otak
manusia yang tidak terdapat pada binatang. Apakah bagian di otak manusia yang tidak terdapat pada otak binatang?
Secara sederhana, perbedaan yang
mendasar antara otak binatang dan manusia terdapat pada lapisan terluar
otaknya. Inilah yang disebut sebagai Cortex
Cerebri, atau sering disebut Cortex saja. Disinilah
pusat aktifitas ’pikiran’ manusia berada. Dan, ternyata seluruh
peradaban manusia dihasilkan oleh aktifitas kulit otak ini. Itu pula, kenapa
dunia binatang tidak memiliki peradaban seperti manusia – tidak punya sains,
teknologi, seni budaya, bahkan agama – karena mereka tidak mempunyai cortex tersebut di otaknya.
Lebih jauh, adalah menarik
mendapati kenyataan bahwa pusat penglihatan dan pendengaran manusia ternyata
juga terdapat di cortex-nya.
Pusat penglihatan berada di kulit otak
bagian belakang, sedangkan pusat pendengaran berada di bagian samping. Berarti,
proses 'melihat' dan 'mendengar' itu sebenarnya identik dengan proses berpikir.
Orang yang melamun, meskipun bisa melihat dengan mata dan mendengar dengan
telinga, dia tidak bisa ’memahami’ apa yang sedang dilihat dan didengarnya.
Pada saat demikian, dia tidak sedang mengaktifkan daya pikir cortexnya secara
utuh, sehingga bisa disebut setara dengan ’binatang’. Itulah orang yang disebut
’lalai’ oleh al Qur’an.
Penyetaraan manusia dengan binatang bukan hanya
dikaitkan dengan fungsi ’melihat’ dan ’mendengar’ yang tanpa berpikir,
melainkan juga terkait dengan ’merasakan’ getaran Qalb yang melahirkan ’kepahaman’. Seperti sudah kita bicarakan, getaran Qalb yang ada di jantung merupakan
resonansi getaran yang berasal dari Sistem Limbik di otak tengah. Dengan kata
lain, Qalb merupakan cerminan apa yang
terjadi di Sistem Limbik. Masalahnya, getaran apakah yang paling dominan sedang
mengisi Sistem Limbik, maka itulah yang diresonansikan ke jantung.
Apakah Sistem Limbik hanya berisi getaran
emosional yang bersumber dari Amygdala? Ternyata tidak, karena Sistem Limbik
juga merujuk ke getaran rasional yang bersumber dari Hipocampus. Getaran yang muncul di otak tengah ini sebenarnya sudah merupakan
'perpaduan' antara emosi dan rasio. Itulah yang dikenal sebagai ’perasaan’ yang
kemudian menggetarkan jantung.
Pada kenyataannya, Hipocampus
merupakan pusat memori yang menyimpan ’kesimpulan’ proses-proses rasional yang
terjadi di Cortex. Secara fisiologis, Hipocampus terbentuk dari
perluasan kulit otak yang melipat ke bagian dalam otak tengah. Bentuknya
seperti huruf C. Dengan demikian, meskipun hipocampus berada di bagian dalam
otak, sebenarnya ia adalah bagian dari cortex yang bekerja secara rasional,
logis, dan analitis pula.
Maka, proses berpikir lewat penglihatan dan
pendengaran yang terjadi di cortex pun bakal masuk dan tersimpan di Hipocampus. Dan setelah dikoordinasikan dengan fungsi amygdala, beserta komponen
Sistem Limbik lainnya, ia akan menjadi getaran yang diteruskan ke jantung
sebagai desiran Qalb. Saat
itulah kita ’merasakan’ sensasi perasaan.
Sehingga, sungguh menarik memahami mekanisme otak terkait dengan yang
disebut AKAL. Ternyata akal adalah PERPADUAN antara fungsi utama otak manusia
yang ada di kulit luar alias Cortex,
dengan emosi yang ada di dalam Amygdala, dan kemudian menimbulkan getaran
perasaan yang terasa di jantung (Qalb). Dengan kata lain, di Cortex-lah terjadi proses berpikir,
di Sistem Limbik terjadi percampuran antara pikiran rasional dan perasaan
emosional, dan di jantunglah indikasi maksimum-tidaknya proses berakal
tersebut.
Yang demikian ini diceritakan di dalam al Qur’an, bahwa orang-orang yang berakal adalah orang-orang yang memadukan fungsi
antara pikiran (cortex) dan perasaan (sistem limbik) secara maksimum, sehingga
ketika memperoleh keyakinan (kesimpulan tertinggi berupa keimanan) bakal
menggetarkan jantung-hati (Qalb), yang berada di dalam dada.
QS. Ali Imran (3): 191
(Orang yang berakal adalah) orang-orang yang mengingat (yadzkuruna) Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka berpikir (yatafakkaruna) tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.
QS. Al Anfaal (8): 2
Sesungguhnya orang-orang yang beriman (yakin
seyakin-yakinnya) itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati (Qalb) mereka, dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
Maka apakah kesimpulan yang bisa diambil terkait dengan Akal dan Otak?
Ternyata peran akal sangat dipengaruhi oleh
keberadaan ’kulit otak’ yang disebut sebagai cortex. Otak binatang tidak memiliki bagian ini, sehingga dia tidak mempunyai akal. Sedangkan ’perasaan’, muncul di otak tengah
yang dikenal sebagai Sistem Limbik. Sistem ini tidak hanya terdiri dari
emosi yang bersumber pada Amygdala belaka, melainkan juga dipengaruhi oleh
pikiran-pikiran rasional yang berasal dari Hipocampus.
Karena itu, kita lantas mengenal adanya 'perasaan
yang rasional' dan 'perasaan yang emosional'. Misalnya,
ada perasaan sedih yang tidak
jelas 'jluntrungannya', tetapi ada juga perasaan sedih yang jelas penyebabnya.
Ada perasaan gembira yang tidak
jelas asal-usulnya, tapi ada pula
yang jelas penyebabnya. Ada perasaan takut dan khawatir
yang muncul tiba-tiba, tapi ada yang didahului suatu peristiwa sebelumnya. Dan
seterusnya. Namun, sangat jelas bahwa
semua perasaan itu tetap saja muncul menjadi getaran Qalb di dalam dada kita...!
Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar