Kita mencoba masuk lebih dalam ke diri manusia. Semakin ke dalam semakin
halus tingkatannya, semakin tinggi frekuensinya, dan semakin dahsyat energinya.
Sekaligus, semakin abstrak bentuknya. Secara
umum, ’tubuh’ manusia bisa dibagi menjadi 3 eksistensi dasar, yaitu: badan,
jiwa, dan Ruh. Badan adalah eksistensi paling kasar, jiwa lebih halus, dan ruh
adalah yang paling halus. Tetapi, karena Jiwa memiliki
tingkatan-tingkatan lagi, maka secara keseluruhan diri manusia lantas terdiri
dari 7 lapisan, yang semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya.
Badan tersusun dari zat-zat biokimiawi seperti C, H, O, N, S, P, Ca, Na,
dan lain sebagainya. Unsur-unsur itu ’dilebur’ dan disenyawakan oleh Sang Pencipta
menjadi susunan tubuh yang terdiri dari susunan atom-atom. Kemudian, menjadi
susunan molekul, menjadi susunan sel, menjadi jaringan sel, organ-organ, dan
akhirnya menjadi tubuh seutuhnya. Inilah karya terbaik yang disebut al Qur’an
sebagai ahsani taqwim ~ ’sebaik-baik bentuk’ makhluk hidup.
Seluruh tubuh itu dikoordinasikan oleh organ komando yang sangat hebat
fungsinya, yakni Otak. Organ berbentuk bubur di dalam kepala ini mengomando
tubuh lewat mekanisme sarafi dan hormonal, sehingga tubuh kita menjadi satu
kesatuan koordinasi yang luar biasa canggihnya.
Otak juga dibantu 6 macam ’radar’ dalam bentuk alat pengindera, yakni:
mata, telinga, hidung, perasa, peraba, dan hati. Semua itu, secara global sudah kita bahas serba
sedikit, agar memperoleh pemetaan masalahnya secara holistik. Dan, semua yang
telah kita bahas itu ternyata baru 'badan kasar' yang berada di lapis pertama
eksistensi manusia.
Badan kasar manusia adalah ’alat’ atau fasilitas yang berfungsi untuk
menjembatani alam dunia dengan sosok yang lebih halus di dalamnya. Itulah yang
dikenal sebagai jiwa. Atau bioplasma, dalam istilah kedokteran jiwa. Inilah
sosok halus badan manusia yang tersusun dari energi. Ada sejumlah lapisan
energi di dalam tubuh manusia yang membentuk badan lebih halus, lebih halus,
dan semakin halus, sampai menuju ke inti eksistensi seorang manusia.
Entah kebetulan atau tidak, banyak kalangan spiritual ~ yang Islam maupun
non ~ memiliki persepsi yang mirip satu sama lain. Bahwa tubuh manusia ini
terdiri dari 7 lapisan badan. Mulai dari yang kasar sampai yang terhalus.
Sebutannya berbeda-beda, tetapi mengacu ke sesuatu yang kurang lebih sama. Ada
yang menyebutnya: nafs, qalb, ruh, sirr, sirr as sirr, khafi dan akhfa.
Ada pula yang meminjam istilah-istilah dalam al Qur’an dengan menyebut urutan: Jism,
Nafs, Aql, Qalb, Fuad, Lubb, dan Ruh.
Di kalangan meditasi juga dikenal istilah: cakra dasar, cakra seks,
cakra solar pleksus, cakra jantung, cakra tenggorok, cakra mata ketiga, dan
cakra mahkota. Dan beberapa lagi istilah yang digunakan oleh beberapa kalangan yang
berbeda, tetapi uniknya mengacu ke jumlah 'tujuh', mirip dengan jumlah langit
yang diceritakan al Qur’an. Saya sendiri mencoba melihat realitas lapisan tubuh
manusia ini dari sisi pemahaman yang berbeda, yakni dalam sudut pandang sains
yang menjadi ’kacamata’ pendekatan Tasawuf Modern.
Selain badan kasar yang berupa material, badan manusia memiliki lapisan
yang lebih halus. Yakni yang kita kenal sebagai jiwa. Sifatnya energial. Dalam sains dipahami, bahwa energi
adalah suatu kuantitas dan kualitas yang terdapat pada materi secara inheren.
Jika di situ ada materi, maka di situ pula ada energi.
Kualitas dan besarnya energi, seiring dengan kualitas susunan materinya. Sebagai
contoh, sebuah kayu memiliki energi yang tersimpan di dalam kayu itu.
Sepotong besi juga memiliki energi di dalamnya. Tetapi, kualitas energi kayu
dan besi berbeda dikarenakan susunan atom-atom dan molekulnya berbeda. Tentu
saja besi lebih kuat dari pada kayu, karena struktur penyusunnya yang lebih
bagus.
Demikian pula dengan tubuh manusia. Setiap kita memiliki susunan
tubuh yang berbeda, sehingga kualitas jiwa kita juga berbeda. Semakin hebat
struktur tubuhnya, terutama otak, maka semakin hebat pula kualitas jiwanya.
Semua manusia memiliki jiwa berupa ’badan energial’ itu di dalam badan
kasarnya.
Susunannya sama dengan badan kasarnya, tetapi dalam bentuk energial. Dia
punya otak energial, punya jantung energial, punya mata energial, telinga
energial, dan anggota badan energial lainnya. Jika badan kasarnya mengalami
kerusakan, maka badan energialnya juga mengalami kerusakan. Jika otak
materialnya mengalami kerusakan, dengan sendirinya, otak energialnya juga
mengalami kerusakan. Itulah sebabnya, kenapa orang gila mengalami kerusakan
otak fisik, sekaligus psikologisnya.
Secara fisika dan sufistik, kita lantas bisa menggambarkan lapisan
badan-badan manusia itu mengikuti tingkat kehalusan energinya. Lapisan
pertamanya adalah material dengan susunan fisikal yang sudah kita bahas. Lapisan
kedua, adalah jiwa energial yang paling rendah kualitasnya, yakni setingkat
getaran mekanik.
Lapisan ketiga, yang lebih halus, adalah setingkat energi elektromagnetik
yang bersumber dari getaran atomik. Lapisan keempat, lebih halus lagi, setara
dengan energi inti atom, atau yang kita kenal sebagai energi nuklir. Lapisan
kelima adalah energi yang bersumber dari partikel di tingkat kwantum. Lapisan
ke enam adalah energi yang muncul dari partikel penyusun paling dasar, yang
kini sedang diteliti . Dan, lapisan yang ketujuh adalah Ruh, yang
berisi sifat-sifat ketuhanan.
Secara energial, jiwa itu semakin ke dalam semakin tinggi kualitasnya. Dan
semakin besar kekuatannya. Energi mekanik kalah besar dibandingkan energi
elektromagnetik. Tapi, energi elektromagnetik kalah hebat dibandingkan energi
nuklir. Dan energi nuklir, kalah dahsyat dibandingkan energi kuantum.
Semakin ke dalam semakin halus, tetapi semakin dahsyat. Eksistensi
materialnya semakin hilang dan bergeser ke eksistensi energial. Jika energi
mekanik masih sangat material, maka yang namanya 'kuantum' itu eksistensi
materialnya sudah bisa dikatakan hampir lenyap. Ia disebut sebagai ‘pilinan
energi’.
Kalau ini kita paralelkan dengan tingkat-tingkat langit secara inner-cosmos
~ dalam jiwa setiap manusia ~ maka kita akan memperoleh tingkatan demikian:
materi berada di langit pertama, getaran energi mekanik di langit kedua.
Getaran energi elektromagnetik berada di langit ke-3. Getaran energi nuklir ada
di langit ke-4. Dan getaran energi kuantum berada di langit ke-5.
Di balik energi kuantum ini masih ada satu level energi lagi, yaitu getaran
partikel yang disebut sebagai ‘god-particle’ dan kini sedang diselidiki
keberadaannya dengan menggunakan mesin pemecah partikel - Large Hadron
Collider (LHC). Mesin raksasa dengan panjang sekitar 27 km itu diinstal di
perbatasan negara Prancis dan Swiss. Partikel yang sedang diteliti itu
diperkirakan adalah partikel yang menjadi asal muasal penyusun alam semesta.
Lebih tua dari energi kuantum yang sekarang dianggap sebagai penyusun segala
jenis benda.
Jika partikel itu diketemukan, maka partikel kuno itu akan menjadi getaran
paling halus di level energi penyusun alam semesta. Partikel itu kini sudah
semakin jelas 'sosok'nya, meskipun masih butuh waktu untuk mengungkapnya secara
lebih gamblang. Maka, inilah getaran energi paling halus yang sejajar dengan
langit ke-6.
Sedangkan langit ke-7 sudah bukan berada di level-level energi itu,
melainkan berada di dimensi Ruh. Apakah Ruh? Dia bukan energi, melainkan
sifat-sifat ketuhanan. Substansi dasarnya tidak diketahui, karena itu Allah
memberikan semacam warning ketika bicara tentang Ruh: tidaklah kalian
diberi ilmunya, kecuali cuma sedikit...!
QS. Al Israa’ (17): 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
SEDIKIT".
Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar