Berdasarkan hasil diskusi kelompok
kemarin, kami dapat mengambil kesimpulan sesuai dengan pemahaman kami terkait
dengan poligami, nikah sirri dan nikah mut’ah.
1. POLIGAMI
Poligami
adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan seseorang menikah lebih dari
satu kali dan belum bercerai dengan istri yang pertama.
Kasus
poligami menjadi santer diberitakan karena ada sebagian orang yang setuju
dengan poligami ada pula yang tidak setuju dengan poligami. Islam tidak menjadikan poligami sebagai
sebuah kewajiban atau hal yang disunnahkan bagi muslim, tetapi hanya
menjadikannya sebagai sesuatu yang mubah, yakni boleh dilakukan jika memang tujuan
orang tersebut baik dan dikehendaki/mendapat persetujuan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan (Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomer 1 tahun 1974)
2. NIKAH
SIRI
Nikah
sirri, atau yang bagi masyarakat awam disebut pula nikah bawah tangan, memiliki
dua pengertian. Pertama, nikah sirri secara fiqh, yaitu nikah
yang dirahasiakan dan hanya diketahui pihak yang terkait. Pihak terkait ini
merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorang pun dari mereka diperbolehkan
menceritakan akad tersebut kepada orang lain.
Kedua,
nikah sirri dalam persepsi masyarakat, yakni pernikahan yang tidak dicatatkan
secara resmi ke KUA. Masyarakat menganggap, pernikahan yang dilaksanakan
walaupun tidak dirahasiakan, tetap dikatakan sirri selama belum
didaftarkan secara resmi ke KUA.
Jadi, nikah sirri secara agama dianggap sah (asalkan
telah memenuhi rukun syarat pernikahannya), akan tetapi jika di lihat dari segi hukum (peraturan
perundangan) pernikahan ini dianggap tidak sah.
3. NIKAH
MUT’AH
Nikah mut’ah sering disebut juga dengan kawin
kontrak. Nikah mut’ah berarti, seseorang menikah dengan seorang wanita dalam
batas waktu tertentu, dengan pemberian sesuatu kepadanya, berupa harta,
makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya (perjanjian wakyu) telah
selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah tanpa kata thalak dan tanpa
pemberian warisan (yang sah secara
hukum).
Nikah mut’ah hukumnya adalah haram (fatwa Majelis Ulama
Indonesia tanggal 25 Oktober 1997) dan pelaku nikah dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
0 komentar:
Posting Komentar