Salah satu
pembahasan yang terpenting dalam kajian Metode Struktur dan Format Al Quran
adalah struktur abjad (huruf hijaiyyah).
Struktur huruf
menurut prespektif kajian ini merupakan representasi dari organ atau
titik-titik (sub struktur) dalam tubuh manusia secara fisik namun lebih lengkap
dan detil dibandingkan dengan struktur 'ain. Karena struktur 'ain hanya
representasi dari organ-organ vital manusia.
Pada awalnya,
pemaknaan masing-masing huruf menjadi sebuah representasi dari organ tertentu,
memang menggunakan pendekatan mistis, tetapi kemudian dikembangkan dan
diterapkan sehingga bersifat empiris.
Riwayat Sejarah
1.
Dari Abdurrahman bin Usman, dari Qasim
bin Asbagh, dari Ahmad bin Zuhair, dari al Fadl bin Dakkin, dari Wail dari Jabir
dari Amir dari Samurah bin Jundab, ia berkata: "Saya telah melakukan
pengkajian terhadap asal muasal tulisan Arab. Saya temukan tulisan Arab telah
ada dan digunakan suku Al Anbar sebelum suku Hiyarah mempergunakanya”.
2.
Dari Ibnu Affan dari Qasim dari Ahmad
dari az Zubair bin Bakkar, dari Ibrahim bin al Mundzir, dari Abdul Aziz bin
lmran, dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Hubaib dari Dawud bin Husain dari
lkrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Orang yang pertama kali mengucapkan
bahasa Arab dan membuat tulisan lafalnya adalah Ismail bin Ibrahim."
3.
Dari Ahmad bin Ibrahim bin Faras Al
Makky, dan Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad, dari kakeknya, dari Sufyan
bin 'Uyainah dari Mujalid, dari as Sya'by, ia berkata: "Kami ditanya orang-orang
muhajirin: "dari mana kalian belajar menulis? Kami menjawab: "dari
penduduk suku Hiyarah. Kemudian orang-orang Muhajirin mengklarifikasi berita
itu kepada penduduk Hiyarah. Mereka bertanya: "Dari mana kalian belajar
menulis? Penduduk suku Hiyarah menjawab: "Kama belajar dari: suku
Anbar".
Abu 'Amr
mengatakan: "Dalam kitab Muhammad bin Sahnun terdapat riwayat sebagai
berikut: Dari Abul Hajjaj yang mempunyai nama asli Sakan bin Tsabit berkata:
dad. Abdullah bin Farukh dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An'am al Mu'afiry dari
ayahnya Ziyad bin An'am ia berkata: "saya berkata kepada Abdullah bin
Abbas: "Wahai suku Quraisy, apakah kalian pada zaman jahiliyyah menulis
dengan tulisan Arab seperti ini, kalian menggabungkan huruf tertentu dan
memisah huruf tertentu, ada alif, lam, mim, syakl, qath' dan lain-lain sebelum
Allah mengutus Nab' SAW?"
Ia menjawab: “ya”,
Lalu aku
berkata: ‘Siapa yang mengajari kalian menulis?”.
Ia menjawab: “Harb
bin `Umayyah”.
Aku bertanya
lagi: "Lalu siapa yang mengajari Harb bin Umayyah?”.
Ia menjawab: “Abdullah
bin Jud'an”.
Aku bertanya
lagi: “Siapa yang mengajari Abdullah bin Jud'an?”.
Ia menjawab: "Penduduk
Al Anbar".
Aku bertanya
lagi: “Siapa yang mengajari penduduk Al Anbar?”.
Ia menjawab: “Seseorang
yang datang dari tanah Yaman, dari suku Kindah”.
Aku bertanya
lagi: “Lalu siapakah yang mengajarkan seseorang tersebut?”.
Ia menjawab: "Al
Juljan bin Al Muhim, ia adalah sekretaris nabi Hud as untuk menuliskan Wahyu
dari Allah SWT."
Dari Ibnu
Affan, dari Qasim, dari Ahmad bin Abi Khaitsamah ia berkata: "Huruf
Hijaiyyah berjumlah 29 huruf, semua lafal dan tulisan Arab tidak bisa lepas
dari huruf tersebut."
Dari Ibrahim
bin Al Khattab al Lama'iy, dari Ahmad bin Khalid, dari Salamah bin Al Fadl,
dari Abdullah bin Najiyah dari Ahmad bin Musa bin Ismail al Anbary dari
Muhammad bin Hatim Al Muaddib dari Ahmad bin Ghassan dari Hamid bin Al Madainy
dari Abdullah bin Said, ia berkata: “Telah sampai kepada kita sebuah riwayat
bahwa ketika huruf-huruf Mu'jam yang berjumlah 29 menghadap Yang Maha Pengasih,
huruf Alif merendahkan diri dihadapan-Nya. Allah terkesan dengan sikap rendah
hatinya, lalu Dia menjadikan alif sebagai awalan dari nama-Nya (Allah)”.
Abu Amr
berkata: “Sebagian ahli bahasa mengatakan alasan alif menempati urutan pertama
karena alif merupakan representasi dari hamzah yang menjadi awal kalimat, alif
layyinah, dan hampir semua hamzah.”
Kemudian alif
hanya menjadi awal kalimat tatkala huruf yang lain yaitu wawu dan yaa ikut
merepresentasikan dirinya yang pada keadaan yang lain berbentuk hamzah di
tengah dan di akhir.
Abu Amr berkata
“Alasan kenapa setelah huruf alif adalah huruf baa, taa, tsaa adalah karena
huruf tersebut adalah huruf yang paling banyak menyerupai huruf yang lain, di
mana jika huruf yaa dan nuun terletak pada awal kalimat atau di tengah kalimat
maka akan menyerupainya sehingga kalau di jumlah ada 5 huruf yang berkarakter
sama. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dan mencari jalan keluamya adalah
dengan mendahulukan urutannya. Kemudian urutan setelah baa, ta’, tsa’ adalah
jiim, ha’, kha’."
Tertib urutan
huruf yang serupa (mutasyabihat) dan Mazdujat (dal, dzal, ra' dan lain-tain)
adalah sesuai dengan sedikit atau banyaknya frekwensi dipergunakan dalam
percakapan. Jadi semakin depan urutannya, semakin banyak digunakan dalam
percakapan. Kecuali untuk huruf nun dan yaa sekalipun kedua huruf tersebut
diakhirkan namun ia mempunyai derajat yang sama dengan huruf yang menempati
urutan di depan karena huruf yang menyerupai karaktemya telah di tempatkan di
depan (ba, ta, tsa).
Selanjutnya Abu
Amr mengatakan diantara huruf ada juga yang tidak bisa disambung dengan huruf
yang lain setelahnya. Jumlahnya ada 6 yaitu : alif, dal, dzal, ra, za, dan
wawu.
Alasan kenapa
huruf tersebut tidak bisa disambung dengan huruf yang lain juga sama dengan di
atas yaitu untuk menghindari keserupaan antar huruf. Andaikata alif bisa
disambung dengan huruf lain setelahnya, akan serupa dengan huruf lam, dan wawu
akan sama dengan huruf fa dan qaf, dan dal, dzal, ra, za akan sama dengan yaa dan
ta.
Alasan lain
yang dikemukakan Abu Amr tentang rahasia di batik urutan huruf hijaiyyah
adalah: Alif menempati urutan pertama karena dua alasan yaitu berdasarkan
Khabar (tentang sikap rendah diri Alif di hadapan Allah) dan Nadzar (pemyataan
ahli bahasa yang telah dijelaskan di atas).
Selain itu
karena Alif menjadi awal dari ayat surat Al Fatihah yang merupakan induk Al
Quran dan karena seringnya digunakan dalam tulisan dan percakapan.
Bisa
disimpulkan huruf alif adalah huruf yang hampir seluruh kata tidak bisa dan
tidak mungkin terlepas darinya dan paling banyak diulang dan digunakan dalam
percakapan.
Kemudian huruf
setelah alif adalah huruf baa, taa, tsaa. Oleh karena ketiga huruf tersebut
yang terbanyak mempunyal karakter yang sama maka tradisi pun mengikutinya untuk
menulisnya setelah alif.
Alasan kenapa
huruf ba terletak setelah huruf alif adalah karena huruf ba menjadi awal dari
Basmalah setelah sebelumnya huruf alif menjadi awal Ta'awwudz. Selain itu, ba
menempati urutan kedua setelah alif dalam rumusan huruf Arab (hija) kuno yaitu
lafal AB' JADIN.
Alasan lain
yaitu karena ba bertitik satu, ta bertitik dua, dan tsa bertitik tiga. Jadi
sesuai dengan urutan angka. Oleh karena itu ba menempati urutan pertama, ta
kedua dan tsa ketiga.
Ada juga yang
mengatakan alasannya adalah karena sedikit atau banyaknya frekwensi
penggunaannya dalam kalimat sehingga yang didahulukan adalah yang paling banyak
frekwensinya.
Kemudian huruf
jim, ha, dan kha. Ketiganya paling banyak mempunyai karakter dibanding huruf
yang lain. Alasan setelah tsa dan jim adalah karena bersambungnya huruf jim
setelah ba pada lafal ABI JAD.
Selain itu ha
diletakkan sebelum kha’ karena sesuai dengan urutan makhraj (tempat keluarnya
huruf) dimana huruf ha keluar dari tengah tenggorokan dan kha dari tenggorokan
bagian atas. Sehingga ha diletakan lebih dulu dari kha.
Setelah itu
huruf dal dan dzal. Keduanya berkarakter sama. Dal ditempatkan lebih dulu
karena terletak setelah huruf jim pada lafal ABI JAD.
Kemudian ra dan
za. Keduanya juga mempunyai karakter sama. Semua huruf yang berpasangan
diletakkan secara berurutan dengan alasan yang sama.
Sampai disini
urutan penulisan huruf hijaiyyah tidak mengalami perbedaan, baik pada penduduk Masyriq
dan Maghrib.
Setelah huruf
ra dan za penduduk Masyriq dan Maghrib berbeda pendapat tentang urutan huruf
setelahnya. Penduduk Masyriq menulis setelah huruf ra dan za adalah sin dan
syin dengan alasan za dan sin mempunyai sifat yang sama: as Shafir.
Sin terletak
lebih dahulu ketimbang syin karena yang asal adalah huruf tanpa titik sehingga
huruf yang sama karaktemya namun bertitik diletakkan sesudahnya. Yang asal
selalu diletakkan pertama dan lebih dahulu ketimbang yang sifatnya far'i
(cabang).
Setelah sin dan
syin adalah shad dan dhad. Huruf ini pun berkarakter sama dan diletakkan
setelah sin karena huruf shad mempunyai sifat sama dengan sin yaitu shafir
dan hams.
Kemudian tha
dan dza. Keduanya mempunyai karakter yang sama dan sebagaimana huruf-huruf yang
lalu tha dan dza mempunyai sifat yang sama yaitu ithbaq dan isti'la.
Tha terletak
lebih dahulu karena tha adalah yang asal (tanpa titik). Selain itu dalam lafal
ABI JAD tha lebih dahulu.
Huruf
selanjutnya adalah ain dan ghain, sebagaimana huruf-huruf Mazduj
(berpasangan) yang lain. Ain didahulukan dari ghain dengan alasan Thariqul
Makhraj (urutan tempat keluarnya huruf) dan Jihatul I'jam (yang
tidak bertitik didahulukan).
Setelah
huruf-huruf yang berpasangan adalah huruf-huruf yang terpisah (tidak
berpasangan). Yaitu fa' dan qaf. Fa' dalam lafal ABI JAD ditulis setelah Ain
begitu juga dengan qaf.
Kemudian huruf
kaf, lam, mim, dan nun sesuai dengan urutan penulisannya dalam lafal KALAMUN.
Urutan huruf tersebut juga sesuai dengan urutan tempat keluarnya huruf mulai
dari tenggorokan bagian atas.
Lam diletakkan
terlebih dahulu ketimbang mim dan nun karena lam sama karaktemya dengan huruf
alif yang berada pada urutan pertama.
Mim terletak
sebelum nun karena mim lebih dominan dan tampak dalam pengucapan, tidak seperti
nun yang misalnya dengan hukum idhgham pengucapannya tidak nampak bahkan hilang
(Khaisyum).
Selain itu mim
sama makhrajnya dengan huruf ba yang menempati urutan kedua setelah alif
dan nun akan hilang pengucapannya jika bertemu ba.
Setelah itu
huruf wawu, ha, dan yaa. Wawu diletakkan lebih dahulu karena wawu mempunyai
kemiripan karakter dengan huruf fa'. Ha terletak sebelum yaa karena lebih
dahulu dalam lafal ABI JAD.
Ya menempati
urutan terakhir dalam huruf hijaiyyah karena uniknya huruf yaa tersebut ketika
terletak pada akhir kalimat berbeda dengan ketika berada di awal dan di tengah.
Penduduk
Maghrib menuliskan setelah ra adalah huruf za, tha dan dza. Karena tha sama
makhrajnya dengan huruf dal dan dza dengan dzal, Tha terletak sebelum dza
karena alasan Plain (sama dengan argumentasi penduduk Masyriq di atas).
Kemudian kaf,
lam, mim, dan nun sesuai dengan urutan lafal kalimna dan sesuai dengan lafal
ABI JAD.
Setelahnya
adalah shad dan dhad sesuai dengan urutan penulisan lafal setelah KALAMUN yaitu
SHA'AFADHUN. Selain itu karena shad asli dan tidak bertitik. 'Ain dan ghain,
fad dan qaf, sin dan syin, alasannya adalah karena masalah makhraj dan i'jam.
Terakhir adalah
ha, wawu, dan yaa. Ha terletak lebih dahulu sebelum wawu dan yaa karena ha
berada di awal pada Lafal HAWAZUN. Begitu juga wawu pada lafal HATHIYYUN.
Dari Ibrahim
bin Khuttab, dari Ahmad bin Khalid, dari Salamah bin Al Fadl, dari Abdullah bin
Najiyah, dari Ahmad bin Badil Al Ayyamy, dari Amr bin Hamid hakim kota ad
Dainur, dari Farat bin as Saib dari Maimun bin Mahran, dari Ibnu Abbas, ia
berkata: “Segala sesuatu ada penjelasan (tafsir)nya yang diketahui oleh
orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak
mengetahuinya”.
Kemudian ia
menjelaskan makna dari:
ABU JAD (aba
adamu at ta'ah / Adam enggan taat dan bersikukuh untuk memakan buah pohon
larangan),
HAWAZUN (zalla
fa hua minas samai wal ardl/ tereliminasi dari langit dan bumi),
HATHIYYUN
(hutthath 'anhu khatayahu / Adam diampuni kesalahannya),
KALAMUN (akala minas
syajarah wa munna `alaihi bit taubah/ memakan buah dari pohon larangan dan
dianugerahi ampunan),
SHA'AFADHUN
(asha fa akhraja minan na'im ilan nakdy / ia berbuat maksiat sehingga Allah
mengeluarkannya dari kenikmatan (surga) menuju kepayahan (dunia),
QURAISIYAT
(aqarra bidz dzanbi fa amanal 'uqubah/ ia mengakui kesalahan- nya dan akhirnya
selamat dari siksa).
Dari Abdur
Rahman bin Ahmad al Harwy dalam kitabnya, dari Umar bin Ahmad bin Syahin dari
Musa bin Ubaidillah dari Abdullah bin Abi Sa'id dari Muhammad bin Hamid dad
Salamah bin Al fadl dad Abu Abdillah al Bajaly, ia berkata: “Abu Jad, Hawaz,
Hathy, Kalamun, Sha'afadlun dan Quraisiyat adalah nama-nama raja Madyan”.
Adapun nama
raja Madyan yang ada pada kisah dalam Al Quran pada zaman Nabi Syu'aib yang
terkenal dengan tragedi yaumudz dzullah adalah Kalamun.
Abu Amr
berkata: “Sebagian ahli nahwu mengatakan bahwa lafal Abu Jad, Hawaz, Hathiy,
adalah lafal Arab seperti halnya lafal Zaid dan Amr dalam hal tashrif. Adapun
Kalamun, Sha'afashun dan Quraisiyat bahasa Arab sehingga tidak bisa ditashrif,
kecuali untuk fatal Quraisiyat bisa ditasrif seperti lafal Arafat dan Adzri'at”
Ibnu an Nadim
pada salah satu bab berjudul Al Kalam ala al Qalamil 'Araby dalam kitab At
Fihrist mengatakan: “Terdapat perbedaan pendapat tentang siapakah yang
pertama kali membuat tulisan Arab”.
Hisyarn al
Kalby mengatakan: “Orang yang pertama kali membuatnya adalah sebuah kaum
dari Arab, 'Aribah yang singgah pada kabilah 'Adnan bin Ad. Nama-nama mereka
adalah Abu Jad, Hawaz, Hathiy, Kalamun, Sha'afasadlun, Quraisat”, demikianlah
menurut Ibnul Kufy.
Kemudian mereka
membuat tulisan yang didasarkan kepada sama-nama mereka. Kemudian mereka
menemukan huruf-huruf yang tidak ada dalam nama mereka yaitu tsaa ﺙ,
khaa ﺥ,
dzal, dza, syin dan ghain.
Mereka
menamakan huruf-huruf ini dengan istilah ar Rawadif (yang sama). Ia berkata: “Mereka
adalah nama raja-raja Madyan. Mereka binasa pada tragedi yaumudz dzullah pada
zaman Nabi Syu'aib”.
Quthrub
mengatakan dalam penulisan Abu tidak memakai wawu dan Jad tidak memakai alif.
Ada sebagian orang yang pantang mengulang huruf yang telah disebutkan (alif).
Karena pada
dasarnya penulisan wawu pada Abu dan alif pada Jad adalah sebagai penambahan
dalam cara baca. Oleh karena itu bagi yang sudah tahu tidak perlu menuliskannya
demi menjaga keotentikan lafal tersebut.
32 Huruf dalam
Metode Struktur dan Format Al Quran
Orang yang
pertama kali mengembangkan huruf hijaiyyah menjadi 32 huruf adalah ilmuwan
muslim berkebangsaan India bemama Fadlullah Astarabadi pada akhir abad
ke 14.
Sejarah
membuktikan antara angka Arab dan India mempunyai kaitan erat. Misalnya angka
Nol yang memungkinkan terbentuknya operasi matematika yang sangat rumit. Jauh
sebelum Ilmuwan Islam mengenal nol, bangsa India telah mengenalnya sebagai
"Shunya" atau kekosongan.
Dalam kajian
metode struktur dan Format Al Quran, kita mengenal 32 huruf hijaiyyah. Huruf ke
31, dalam kajian ini karakter huruf lam dan alif [ﺍﻝ]
yaitu huruf ke 27 dikembangkan melalui sebuah kajian yang intensif dan bersifat
empiris spiritual dengan meletakan alif yang asalnya di depan menjadi di
belakang dan diletakkan dalam urutan huruf ke 31.
Sedangkan huruf
ke 32, Ta' marbuthah merupakan pengembangan karakter huruf Ta' maftuhah (huruf
ke 3) ketika terletak di belakang kata.
Uniknya,
sekalipun huruf hijaiyyah sudah dikembangkan sedemkian rupa menjadi 32 huruf
tetap saja imbang. Artinya, 16 huruf mu'jam (bertitik) dan 16
huruf Ghairul Mu'jam (tanpa titik). Semoga bermanfaat.
Keterangan:
Makhraj-Makhraj Huruf
Makhraj ialah
tempat menahan/menyekat udara ketika bunyi huruf dilafazkan. Huruf yg
dimaksudkan ialah huruf Hija'iyah bahasa arab yg mengandungi 28 huruf. Menurut
pendapat Imam Al-Khalil Bin Ahmad dan kebanyakan Ahli Qiraat serta Ulama Nahu
antaranya Imam Ibnu Al-Jazari. Jumlah bilangan makhraj yg umum terbahagi kepada
5 Bagian.
o
Bagian rongga mulut dan rongga kerongkong ( Al-Jauf )
o
Bagian kerongkong ( Al-Khalk )
o
Bagian lidah ( Al-Lisan )
o
Bagian bibir mulut ( Asy-Syafatan )
o
Bagian hidung ( Al-Khaisyum )
0 komentar:
Posting Komentar