Rasulullah saw
tidak khawatir dengan hilangnya ayat-ayat al-Qur`an karena Allah telah menjamin
untuk memeliharanya berdasarkan nash yang jelas:
Innaa nahnu
nazzalna> al-dzikra wa innaa lahu lahaafizhuun
Artinya:
Sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS.
Al-Hijr [15]:9)
Rasulullah saw
gembira dan ridha dengan al-Qur`an sebagai mukjizat terbesarnya yang dapat
digunakan sebagai hujjah terhadap orang-orang Arab maupun orang-orang di
seluruh dunia. Ketika Nabi saw wafat, al-Quran secara keseluruhan sudah
tertulis pada lembaran-lembaran, tulang-tulang, pelepah kurma, dan batu-batu
tipis, dan di dalam hafalan para sahabat ra.
Al-Quran adalah
wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril a’s. Sejarah penurunannya selama 23 tahun secara
berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam kehidupan seluruh
manusia. Di dalamnya terkandung pelbagai ilmu, hikmah dan pengajaran yang
tersurat maupun tersirat.
Sebagai umat
Islam, kita harus berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan
mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan
mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya
sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi.
Mushaf
Al-Qur’an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui perjalanan
panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang silam
dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu
jaminan atas keotentikan Al-Qur’an langsung diberikan oleh Allah SWT yang
termaktub dalam firman-Nya QS.AL Hijr -(15):9: “Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur’an), dan kamilah yang akan menjaganya”
Al-Quran pada zaman Rasulullah SAW.
Pengumpulan
Al-Qur’an pada zaman Rasulullah SAW ditempuh dengan dua cara:
Pertama : al Jam’u fis Sudur
Para sahabat
langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu.
Hal ini bisa dilakukan oleh mereka dengan mudah terkait dengan kultur (budaya)
orang arab yang menjaga Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya
berupa syair atau cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan
kekuatan daya hafalannya.
Kedua : al Jam’u fis Suthur
Yaitu wahyu
turun kepada Rasulullah SAW ketika beliau berumur 40 tahun yaitu 12 tahun
sebelum hijrah ke madinah. Kemudian wahyu terus menerus turun selama kurun
waktu 23 tahun berikutnya dimana Rasulullah. SAW setiap kali turun wahyu
kepadanya selalu membacakannya kepada para sahabat secara langsung dan menyuruh
mereka untuk menuliskannya sembari melarang para sahabat untuk menulis
hadis-hadis beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-Qur’an. Rasul SAW bersabda:
Laa taktubuu
‘annii, wa man kataba ‘annii ghairal qur`aani falyamhuhu
“Janganlah kalian menulis sesuatu dariku
kecuali Al-Qur’an, barangsiapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an
maka hendaklah ia menghapusnya ” (Hadis dikeluarkan oleh Muslim (pada Bab Zuhud)
dan Ahmad (hal 1).
Biasanya
sahabat menuliskan Al-Qur’an pada media yang terdapat pada waktu itu berupa
ar-Riqa’ (kulit binatang), al-Likhaf (lempengan batu), al-Aktaf (tulang
binatang), al-`Usbu ( pelepah kurma). Sedangkan jumlah sahabat yang menulis
Al-Qur’an waktu itu mencapai 40 orang. Adapun hadis yang menguatkan bahwa
penulisan Al-Qur’an telah terjadi pada masa Rasulullah s.a.w. adalah hadis yang
di Takhrij (dikeluarkan) oleh al-Hakim dengan sanadnya yang bersambung pada
Anas r.a., ia berkata: “Suatu saat kita bersama Rasulullah s.a.w. dan kita
menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada kulit binatang “.
Dari kebiasaan
menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyaknya naskah-naskah (manuskrip) yang
dimiliki oleh masing-masing penulis wahyu, di antaranya yang terkenal adalah:
Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit dan
Salim bin Ma’qal.
Adapun hal-hal
yang lain yang bisa menguatkan bahwa telah terjadi penulisan Al-Qur’an pada
waktu itu adalah Rasulullah SAW melarang membawa tulisan Al-Qur’an ke wilayah
musuh. Rasulullah s.a.w. bersabda: “Janganlah kalian membawa catatan Al-Qur’an
kewilayah musuh, karena aku merasa tidak aman (khawatir) apabila catatan
Al-Qur’an tersebut jatuh ke tangan mereka”.
Kisah masuk
Islamnya sahabat `Umar bin Khattab r.a. yang disebutkan dalam buku-bukus
sejarah bahwa waktu itu `Umar mendengar saudara perempuannya yang bernama
Fatimah sedang membaca awal surah Thaha dari sebuah catatan (manuskrip)
Al-Qur’an kemudian `Umar mendengar, meraihnya kemudian memba-canya, inilah yang
menjadi sebab ia mendapat hidayah dari Allah sehingga ia masuk Islam.
Sepanjang hidup
Rasulullah s.a.w Al-Qur’an selalu ditulis bilamana beliau mendapat wahyu karena
Al-Qur’an diturunkan tidak secara sekaligus tetapi secara bertahap.
0 komentar:
Posting Komentar