Sebenarnya,
alam semesta bukan hanya terdiri dari ruang dan waktu. Karena, ruang dan waktu
itu hanya sebagai akibat saja dari variabel yang lebih substansial, yaitu
materi dan energi yang telah kita bahas di bagian sebelum ini.
Ruang dan waktu adalah konsekuensi dari materi
yang berdinamika mengembang ke segala penjuru alam semesta. Karena proses merenggang antar materi
itulah, maka terbentuk ruang. Dengan kata lain, jika materi tidak merenggang,
tidak akan terbentuk ruang. Alias tidak ada ruang. Nol. Dan para ilmuwan
pun ‘kebingungan’ memahami paradoks ini. Karena tanpa ruang, berarti materi
tidak memiliki tempat untuk eksis. Jika materi kuantum sudah bisa berfluktuasi, itu artinya sudah ada
ruangan. Jadi, kenapa dia menyebut ruang dan waktu terbentuk dari fluktuasi
kuantum? Sebuah asumsi yang sangat rancu.
Demikian pula dengan variabel ‘waktu’, ia
terbentuk dikarenakan materi-materi penyusun alam Termasuk materi kuantum yang diasumsikan Hawking
mengalami fluktuasi di awal waktu itu. semesta ini bergerak. Jika materi-materi itu tidak bergerak,
alias diam, maka tidak ada waktu. Semua isi alam semesta menjadi statis. Tidak
ada peristiwa. Tidak ada dinamika. Tidak ada ‘waktu’, karena ‘waktu’ adalah
penanda dinamika peristiwa.
Kerancuan asumsi
Hawking juga terjadi ketika menyebutkan fluktuasi kuantum bisa menyebabkan
munculnya waktu - bersamaan dengan ruang. Padahal, yang namanya fluktuasi itu
adalah besaran yang bergerak seiring waktu. Artinya, jika materi kuantum sudah
bisa berfluktuasi, dengan sendirinya sudah ada waktu. Lha, definisi ‘fluktuasi’
itu kan ‘perubahan keadaan seiring waktu’? Bagaimana bisa terjadi fluktuasi
jika tidak ada waktu? Sehingga, asumsi fluktuasi kuantum sebagai penyebab
terciptanya alam semesta dengan sendirinya adalah asumsi yang rancu dan
dipaksakan.
Ruang dan waktu
mestinya bukan muncul dari fluktuasi kuantum, melainkan sebelum itu. Dua
variabel penyusun alam semesta itu muncul seiring dengan materi dan energi. Begitu muncul materi, secara bersamaan muncul juga energi
yang menjadi daya penggerak dinamika alam semesta. Dan seiring dengan dinamika,
terbentuklah ruang dan waktu. Sehingga setelah 13,7 miliar tahun kemudian kita bisa menyaksikan alam
semesta berbentuk seperti sekarang ini.
Ilmu pengetahuan atau sains, masih kebingungan
untuk menjelaskan dari mana asal muasal materi yang jumlahnya sangat besar di
alam semesta ini. Dan darimana pula energi raksasa yang menjadi daya penggerak benda-benda
langit secara kolosal itu bersumber, sehingga terbentuk ruang dan waktu. Maka saya mengusulkan adanya variabel
kelima sebagai pembentuk alam semesta itu, yakni variabel Informasi,
sebagaimana telah saya bahas dalam buku-buku saya terdahulu, diantaranya DTM-21
yang berjudul: MEMBONGKAR TIGA RAHASIA.
Di setiap
bagian materi ternyata selalu tersimpan informasi. Sejak awal keberadaan alam
semesta. Sehingga variabel informasi itu layak disebut sebagai variabel dasar
pembentuk alam semesta. Mulai
dari quark sebagai penyusun dasar materi alam semesta, partikel-partikel
subatomik, partikel-partikel kuantum, sampai pada sistem atomik, molekuler, dan
seterusnya yang membentuk benda-benda skala besar dalam dunia makrokosmos, di
dalamnya selalu terdapat infomasi secara inheren.
Karena ada
variabel informasi itulah maka setiap partikel menjadi memiliki fungsi yang
khas. Proton berbeda dengan neutron, berbeda dengan elektron, berbeda dengan
neutrino, berbeda dengan foton, berbeda dengan gluon, dengan W-Z Boson, dengan
graviton dan sebagainya. Semua itu dikarenakan ada informasi pembeda yang inheren.
Jadi, informasi-informasi itulah yang sebenarnya
lebih mendasar dan berperan memunculkan dinamika alam semesta. Memunculkan materi, memunculkan
energi, memunculkan ruang dan waktu. Dan memunculkan alam semesta dengan segala
peristiwanya. Semua itu dipengaruhi oleh sistem informasi yang berdinamika di
dalam segala variabel alam semesta.
Sistem informasi itu berisi perintah-perintah khas
untuk melakukan sesuatu. Partikel kuantum W-Z Boson ‘diperintahkan’ untuk mengikat sejumlah quark
menjadi partikel-partikel subatomik seperti proton dan neutron.
Partikel
kuantum Gluon diperintahkan untuk mengikat sejumlah proton dan neutron itu
untuk membentuk sistem atomik dengan variasi komposisi yang khas. Sehingga di
alam semesta ada lebih dari seratus unsur yang menjadi pondasi dari segala
macam benda dan peristiwa.
Partikel
kuantum Foton ditugasi untuk melakukan interaksi antar atom, antar molekul dan
benda-benda supaya terjadi reaksi-reaksi kimia, reaksi kelistrikan, reaksi
kemagnetan, dan reaksi-reaksi gerakan dalam skala menengah. Disinilah peristiwa
kehidupan sehari-hari terjadi.
Dan akhirnya
partikel graviton yang sekarang masih dalam penyelidikan diberi tugas untuk
mengikat benda-benda langit dalam skala raksasa untuk tetap berada di dalam
sistem universal. Yang
jika tugas ini ‘dilalaikan’ oleh partikel graviton, alam semesta bakal kacau
dan runtuh kembali. Partikel Higgs Bosson yang menjadi trending topic beberapa
waktu yang lalu dipersepsi sebagai partikel Graviton ini, yang bertanggungjawab
atas munculnya materi bermassa di awal terbentuknya alam semesta.
Menarik juga,
sebuah partikel dipersepsi sebagai aktor yang bertanggungjawab atas munculnya
materi awal di alam semesta. Yang jika materi itu tidak muncul, akibatnya tidak
akan ada gaya gravitasi. Dan jika gaya gravitasi tidak ada, maka alam semesta
tidak akan ada pula. Karenanya ruang dan waktu tidak akan pernah terbentuk.
Padahal Higgs Bosson adalah benda mati, yang tak punya tujuan apa-apa. Tidak punya
kehendak sedikit pun.
Meskipun di dalamnya memang ada program berupa komposisi informasi yang
menyebabkan dia memiliki fungsi khas memunculkan gravitasi.
Pertanyaannya,
siapa yang menulis program itu? Siapa yang berada di balik ‘perintah’ yang
menjadikan setiap partikel memiliki tugas sendiri-sendiri tersebut? Ini mengingatkan kita pada penelitian genetika yang dikemukakan oleh Kazuo
Murakami.
Bahwa gen-gen
tak lebih adalah benda mati yang tersusun secara khas. Tapi, susunan benda mati
itu ternyata memiliki makna alias informasi yang berfungsi sebagai perintah
untuk membentuk sistem yang lebih besar. Bukankah mustahil, benda mati bisa
memberikan perintah sedemikian kompleks dan teratur? Siapakah aktor di balik
molekul-molekul yang sedang memberikan perintah itu? Karena, susunannya
sedemikian indah dan menakjubkan. Dan lantas menghasilkan tatanan yang luar
biasa mempesona, mengarah kepada sistem yang sangat kompleks dalam drama
kehidupan manusia.
Ya, siapakah yang sedang ‘berkirim surat’ lewat
segala macam partikel penyusun alam semesta ini? Para atheis menghindari
suasana yang sangat mempesona itu, dengan memutus penelusuran lebih dalam
kepada ‘Sesuatu’ yang Maha Agung di baliknya.
Semua variabel
alam semesta yang empat itu - ruang, waktu, materi, energi - semata-semata
benda mati yang tidak punya tujuan. Tidak punya program. Dan tidak punya
kehendak. Sistem informasi itulah yang telah menginisiasi empat variabel untuk
bergerak secara terprogram mengarah pada tujuan tertentu.
Bagi orang
semacam Murakami, hal ini sudah cukup menjadi bukti adanya Tuhan. Dan bagi Ibrahim, itu pun sudah cukup untuk menggetarkan sendi-sendi
jiwanya, menyambut ‘uluran tangan’ dari Sang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, lagi
Maha Bijaksana..!
QS. Fushshilat (41): 53-54
Kami akan
memperlihatkan kepada mereka (orang-orang yang percaya kepada Allah)
tanda-tanda (keberadaan) Kami di seluruh penjuru Bumi dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu benar. Tidak cukupkah
(bagimu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menyaksikan segala sesuatu?
Ketahuilah,
sesungguhnya mereka (orang-orang yang tidak percaya Tuhan itu) berada di dalam
keraguan tentang pertemuan dengan-Nya. (Padahal) ingatlah, sesungguhnya Dia
(sudah hadir) meliputi segala sesuatu.
~ wallahu a'lam
bishshawab ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar