KASUS KETIGA: Substansi Ruang & Waktu.


Sebenarnya, alam semesta bukan hanya terdiri dari ruang dan waktu. Karena, ruang dan waktu itu hanya sebagai akibat saja dari variabel yang lebih substansial, yaitu materi dan energi yang telah kita bahas di bagian sebelum ini.

Ruang dan waktu adalah konsekuensi dari materi yang berdinamika mengembang ke segala penjuru alam semesta. Karena proses merenggang antar materi itulah, maka terbentuk ruang. Dengan kata lain, jika materi tidak merenggang, tidak akan terbentuk ruang. Alias tidak ada ruang. Nol. Dan para ilmuwan pun ‘kebingungan’ memahami paradoks ini. Karena tanpa ruang, berarti materi tidak memiliki tempat untuk eksis. Jika materi kuantum sudah bisa berfluktuasi, itu artinya sudah ada ruangan. Jadi, kenapa dia menyebut ruang dan waktu terbentuk dari fluktuasi kuantum? Sebuah asumsi yang sangat rancu.

Demikian pula dengan variabel ‘waktu’, ia terbentuk dikarenakan materi-materi penyusun alam Termasuk materi kuantum yang diasumsikan Hawking mengalami fluktuasi di awal waktu itu. semesta ini bergerak. Jika materi-materi itu tidak bergerak, alias diam, maka tidak ada waktu. Semua isi alam semesta menjadi statis. Tidak ada peristiwa. Tidak ada dinamika. Tidak ada ‘waktu’, karena ‘waktu’ adalah penanda dinamika peristiwa.

Kerancuan asumsi Hawking juga terjadi ketika menyebutkan fluktuasi kuantum bisa menyebabkan munculnya waktu - bersamaan dengan ruang. Padahal, yang namanya fluktuasi itu adalah besaran yang bergerak seiring waktu. Artinya, jika materi kuantum sudah bisa berfluktuasi, dengan sendirinya sudah ada waktu. Lha, definisi ‘fluktuasi’ itu kan ‘perubahan keadaan seiring waktu’? Bagaimana bisa terjadi fluktuasi jika tidak ada waktu? Sehingga, asumsi fluktuasi kuantum sebagai penyebab terciptanya alam semesta dengan sendirinya adalah asumsi yang rancu dan dipaksakan.

Ruang dan waktu mestinya bukan muncul dari fluktuasi kuantum, melainkan sebelum itu. Dua variabel penyusun alam semesta itu muncul seiring dengan materi dan energi. Begitu muncul materi, secara bersamaan muncul juga energi yang menjadi daya penggerak dinamika alam semesta. Dan seiring dengan dinamika, terbentuklah ruang dan waktu. Sehingga setelah 13,7 miliar tahun kemudian kita bisa menyaksikan alam semesta berbentuk seperti sekarang ini.

Ilmu pengetahuan atau sains, masih kebingungan untuk menjelaskan dari mana asal muasal materi yang jumlahnya sangat besar di alam semesta ini. Dan darimana pula energi raksasa yang menjadi daya penggerak benda-benda langit secara kolosal itu bersumber, sehingga terbentuk ruang dan waktu. Maka saya mengusulkan adanya variabel kelima sebagai pembentuk alam semesta itu, yakni variabel Informasi, sebagaimana telah saya bahas dalam buku-buku saya terdahulu, diantaranya DTM-21 yang berjudul: MEMBONGKAR TIGA RAHASIA.

Di setiap bagian materi ternyata selalu tersimpan informasi. Sejak awal keberadaan alam semesta. Sehingga variabel informasi itu layak disebut sebagai variabel dasar pembentuk alam semesta. Mulai dari quark sebagai penyusun dasar materi alam semesta, partikel-partikel subatomik, partikel-partikel kuantum, sampai pada sistem atomik, molekuler, dan seterusnya yang membentuk benda-benda skala besar dalam dunia makrokosmos, di dalamnya selalu terdapat infomasi secara inheren.

Karena ada variabel informasi itulah maka setiap partikel menjadi memiliki fungsi yang khas. Proton berbeda dengan neutron, berbeda dengan elektron, berbeda dengan neutrino, berbeda dengan foton, berbeda dengan gluon, dengan W-Z Boson, dengan graviton dan sebagainya. Semua itu dikarenakan ada informasi pembeda yang inheren.

Jadi, informasi-informasi itulah yang sebenarnya lebih mendasar dan berperan memunculkan dinamika alam semesta. Memunculkan materi, memunculkan energi, memunculkan ruang dan waktu. Dan memunculkan alam semesta dengan segala peristiwanya. Semua itu dipengaruhi oleh sistem informasi yang berdinamika di dalam segala variabel alam semesta.

Sistem informasi itu berisi perintah-perintah khas untuk melakukan sesuatu. Partikel kuantum W-Z Boson ‘diperintahkan’ untuk mengikat sejumlah quark menjadi partikel-partikel subatomik seperti proton dan neutron.

Partikel kuantum Gluon diperintahkan untuk mengikat sejumlah proton dan neutron itu untuk membentuk sistem atomik dengan variasi komposisi yang khas. Sehingga di alam semesta ada lebih dari seratus unsur yang menjadi pondasi dari segala macam benda dan peristiwa.

Partikel kuantum Foton ditugasi untuk melakukan interaksi antar atom, antar molekul dan benda-benda supaya terjadi reaksi-reaksi kimia, reaksi kelistrikan, reaksi kemagnetan, dan reaksi-reaksi gerakan dalam skala menengah. Disinilah peristiwa kehidupan sehari-hari terjadi.

Dan akhirnya partikel graviton yang sekarang masih dalam penyelidikan diberi tugas untuk mengikat benda-benda langit dalam skala raksasa untuk tetap berada di dalam sistem universal. Yang jika tugas ini ‘dilalaikan’ oleh partikel graviton, alam semesta bakal kacau dan runtuh kembali. Partikel Higgs Bosson yang menjadi trending topic beberapa waktu yang lalu dipersepsi sebagai partikel Graviton ini, yang bertanggungjawab atas munculnya materi bermassa di awal terbentuknya alam semesta.

Menarik juga, sebuah partikel dipersepsi sebagai aktor yang bertanggungjawab atas munculnya materi awal di alam semesta. Yang jika materi itu tidak muncul, akibatnya tidak akan ada gaya gravitasi. Dan jika gaya gravitasi tidak ada, maka alam semesta tidak akan ada pula. Karenanya ruang dan waktu tidak akan pernah terbentuk.

Padahal Higgs Bosson adalah benda mati, yang tak punya tujuan apa-apa. Tidak punya kehendak sedikit pun. Meskipun di dalamnya memang ada program berupa komposisi informasi yang menyebabkan dia memiliki fungsi khas memunculkan gravitasi.

Pertanyaannya, siapa yang menulis program itu? Siapa yang berada di balik ‘perintah’ yang menjadikan setiap partikel memiliki tugas sendiri-sendiri tersebut? Ini mengingatkan kita pada penelitian genetika yang dikemukakan oleh Kazuo Murakami.

Bahwa gen-gen tak lebih adalah benda mati yang tersusun secara khas. Tapi, susunan benda mati itu ternyata memiliki makna alias informasi yang berfungsi sebagai perintah untuk membentuk sistem yang lebih besar. Bukankah mustahil, benda mati bisa memberikan perintah sedemikian kompleks dan teratur? Siapakah aktor di balik molekul-molekul yang sedang memberikan perintah itu? Karena, susunannya sedemikian indah dan menakjubkan. Dan lantas menghasilkan tatanan yang luar biasa mempesona, mengarah kepada sistem yang sangat kompleks dalam drama kehidupan manusia.

Ya, siapakah yang sedang ‘berkirim surat’ lewat segala macam partikel penyusun alam semesta ini? Para atheis menghindari suasana yang sangat mempesona itu, dengan memutus penelusuran lebih dalam kepada ‘Sesuatu’ yang Maha Agung di baliknya.

Semua variabel alam semesta yang empat itu - ruang, waktu, materi, energi - semata-semata benda mati yang tidak punya tujuan. Tidak punya program. Dan tidak punya kehendak. Sistem informasi itulah yang telah menginisiasi empat variabel untuk bergerak secara terprogram mengarah pada tujuan tertentu.

Bagi orang semacam Murakami, hal ini sudah cukup menjadi bukti adanya Tuhan. Dan bagi Ibrahim, itu pun sudah cukup untuk menggetarkan sendi-sendi jiwanya, menyambut ‘uluran tangan’ dari Sang Maha Cerdas, Maha Berkuasa, lagi Maha Bijaksana..!

QS. Fushshilat (41): 53-54
Kami akan memperlihatkan kepada mereka (orang-orang yang percaya kepada Allah) tanda-tanda (keberadaan) Kami di seluruh penjuru Bumi dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu benar. Tidak cukupkah (bagimu) bahwa sesungguhnya Tuhanmu menyaksikan segala sesuatu?

Ketahuilah, sesungguhnya mereka (orang-orang yang tidak percaya Tuhan itu) berada di dalam keraguan tentang pertemuan dengan-Nya. (Padahal) ingatlah, sesungguhnya Dia (sudah hadir) meliputi segala sesuatu.


~ wallahu a'lam bishshawab ~
Agus Mustofa

0 komentar:

Posting Komentar