Kalau menjawab pertanyaan ‘KENAPA’ saja Sains tak mampu, apalagi menjawab
hal-hal yang GAIB, seperti: Jiwa, Ruh, Kehendak, Alam Kematian, Alam Akhirat, Kiamat,
Takdir, Malaikat, Jin, dan lain sebagainya. Paling-paling, jawaban yang
keluar dari seorang pakar sains hanyalah: semua itu di luar wilayah sains. Atau,
itu berada dalam wilayah ‘keimanan’… :)
Hanya sebatas itulah memang ‘kemampuan’ Sains. Karena ia dikembangkan
berdasar kemampuan berpikir kulit otak yang bersifat sensorik, berdasar panca
indera. Sehingga, sesuatu baru diakui sebagai evidence atau bukti ketika
bisa dilihat, didengar, dibaui, dikecap, dan diraba. Secara langsung, maupun
setelah ditransfer ke variable-variabel yang bisa diamati oleh panca indera.
Di luar itu, Sains sudah tidak mampu. Tetapi, itu memang ‘tidak salah’. Dan tidak bisa
disalahkan. Karena para pakar Sains memang sudah ‘membatasi diri’ seperti itu. Sehingga,
konsekuensinya, segala sesuatu yang di luar wilayah ‘terbukti’ itu lantas
dinamai dengan: pseudo-science, paranormal, metafisika dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini, saya masih bisa ‘sependapat’ atau setidak-tidaknya
mengapresiasi-lah.
Yang saya menjadi tidak sependapat itu adalah: ketika para pakar Sains
berpendapat bahwa SEGALA SESUATU yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains berarti
TIDAK ADA. Alias bukan realitas. Inilah masalah utamanya, sehingga kenapa saya
mengeluarkan ungkapan: ‘Sains bukan segala-galanya’. Karena, Sains memang tidak
bisa menjelaskan segala-galanya. Dan, sama sekali tidak benar, HANYA Sains saja
yang bisa menjelaskan realitas. Selebihnya tidak bisa. Inilah yang saya sebut
sebagai’ kepongahan’ itu..! Bukan kepongahan sains memang, lebih tepatnya
adalah kepongahan para pakar Sains yang berpendapat seperti itu.
Woow, terlalu banyak hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Sains. Jangankan
yang ‘gaib-gaib’, yang tidak gaib saja sedemikian banyaknya. Melanjutkan
sedikit, tentang ketidakmampuan Sains menjawab pertanyaan ‘kenapa’ di note saya
sebelumnya; situasinya akan menjadi sangat ‘menggelikan’ ketika Anda
mengejar para pakar sains dengan pertanyaan KENAPA itu.
Ketika saya tanyakan: KENAPA ada laki-laki dan perempuan? Dijawabnya:
karena ada kromosom XY dan XX. Tapi cobalah kejar lagi dengan pertanyaan: Lha,
KENAPA ada kromosom XX dan XY? Mungkin dia akan menjawab: karena diatur oleh
sejumlah gen yang ada di dalam kromosom. Kemudian, Anda bertanya lagi: Lha,
KENAPA kok ada gen-gen yang bisa mengatur terjadinya jenis kelamin itu?
Mungkin, dia akan menjawab: yaa, karena ada seleksi alam..!
Hheehe, terus KENAPA ada seleksi alam? Kira-kira jawabannya: Mmm.., ya
karena alam ini memang punya hukum untuk menyeleksi..! Hhahaa, mulai mbulet
kan..?! Tapi, Anda masih bisa terus bertanya dengan ‘KENAPA’. Lhaa iya, KENAPA
kok alam punya kemampuan untuk menyeleksi? Trus dijawab lagi: Ya pokoknya
begitulah…!! Nah, dialog seperti inilah yang akan menjadi ‘akhir’ dari
diskusi antara Atheis dan Tasawuf Modern tentang sains.
Saya tentu tidak pernah menyalahkan sains sabagai ilmu. Lha wong saya juga
penggemar sains. Saya cuma ingin menunjukkan bahwa Sains bukan
segala-galanya. Apalagi, Sains bekerja secara trial & error.
Dicoba, kalau ‘salah’ diluruskan, dan kalau ‘benar’ diteruskan. Sehingga
adalah sebuah ‘kekeliruan besar’ kalau ada orang yang begitu mengagungkan
Sains, sehingga mengira hanya dengan Sains-lah manusia bisa MEMAHAMI seluruh
REALITAS. Hmm, dia sedang bermimpi di siang bolong. Atau, mungkin mimpi sambil
berdiri, kayak foto di wall saya itu… :)
Kecuali, dia sudah mendefinisikan bahwa yang disebut ‘realitas’ itu
HANYALAH yang dipahami oleh Sains. Selebihnya bukan realitas, karena tidak bisa
dipahami oleh sains. Wah, kalau sampai muncul klaim demikian, ini sudah bukan
kepongahan lagi, tapi sudah arogansi. Dan, menjungkir-balikkan makna realitas.
Karena, Sains sendiri masih terus berkembang secara trial & error
untuk memahami realitas yang belum diketahuinya.
Jadi, masalahnya sangat SEDERHANA. Sains itu cuma SECUIL ilmu yang ada
dalam REALITAS. Alam semesta ini adalah SAMUDERA ILMU. Yang sudah
terungkap barulah SETETES saja. Masih jauh lebih banyak yang belum
diketahui daripada yang sudah. Ibarat ruang alam semesta: lebih banyak ruang
GELAP-nya, daripada kerlipan CAHAYA bintang pengisinya. Itulah yang difirmankan
Allah dalam ayat berikut ini.
QS. Luqman (31): 27
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena, dan lautan (menjadi
tinta). Kemudian ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) sesudah
(kering)-nya, niscaya TIDAK akan HABIS-HABIS-nya (dituliskan) kalimat (ilmu)
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala
sesuatu.
Begitulah sahabat, kalau Anda men-challenge Sains dengan
pertanyaan-pertanyaan mendasar secara beruntun, maka diskusinya akan berujung
pada ‘ketidak-tahuan’. Ya memang itulah hakikat sains. Ia berangkat dari ‘ketidaktahuan’ dan akan berakhir
dengan ‘ketidaktahuan’. Karena itu, jangan menjadikan Sains sebagai alat
untuk ‘MELIHAT’ Tuhan. Sehingga, kalau Tuhan tidak bisa ‘dilihat’ dengan Sains
lantas berkesimpulan bahwa TUHAN itu TIDAK ADA. Hhehe.., lha wong
‘peralatannya’ yang keliru, kok menyalahkan Realitas-Nya. Terlalu naïf kawan..!
Manusia memiliki perangkat yang jauh lebih ‘keren’ selain Pikiran Sadar
yang menjadi sumber Sains itu. Yakni, Alam Bawah Sadar. Islam menyebutnya
sebagai Qalb & Fu-aad. Dan kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi HATI. Ada
juga yang menyebutnya sebagai INTUISI. Ada lagi, INDERA KEENAM alias the
sixth sense. Dan sebagainya. Ia memiliki kemampuan mengolah informasi
ratusan ribu kali lipat lebih dahsyat dibandingkan Pikiran Sadar.
Islam mengajarkan PERPADUAN antara Pikiran Sadar dan Bawah Sadar itu secara
simultan dengan panduan firman-firman Sang Pemilik Ilmu. Di dalam Al Qur’an disebut
sebagai ‘tafakur’ dan ‘dzikir’. Atau, ada yang menyebut intetelektualitas dan
hati. Jangan hanya digunakan salah satunya, karena bisa menjebak pada kesalahkaprahan.
Orang yang hanya menggunakan ‘pikirannya’ akan terjebak kepada hal-hal yang
materialistik saja. Sedangkan orang-orang yang hanya menggunakan ‘hatinya’ akan
terjebak kepada ketidakpastian yang tak terkendali. Perpaduannya
menghasilkan kesempurnaan yang disebut sebagai kualitas ULUL ALBAB. Tipikal
orang seperti inilah yang kata Al Qur'an bakal bisa mengambil pelajaran dari
Firman-Nya dengan sebaik-baiknya.
QS. Ali Imran (3): 7
… Dan TIDAK DAPAT mengambil PELAJARAN kecuali orang-orang yang menggunakan
akal (ulul albab).
Maka, bagi agama Islam, pembelajaran SAINS adalah sebuah KENISCAYAAN.
Sebagaimana niscayanya penggunaan HATI. Itulah yang tergambar dalam ratusan
ayat-ayat Al Qur’an yang selalu menjadi landasan saya dalam menulis buku-buku
Diskusi Tasawuf Modern. Sebuah pembelajaran dengan mekanisme Ulul Albab.
QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL ALBAB),
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah (DZIKRULLAH) sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka TAFAKUR (berpikir secara ilmiah)
tentang penciptaan langit dan bumi (sampai menyimpulkan): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
Dengan perpaduan antara dzikir dan tafakur itulah umat Islam tidak
TERBELENGGU ke dalam pemahaman PARSIAL dalam memahami REALITAS. Mulai dari yang bersifat
materialistik, energial, maupun spiritual. Mulai dari alam dunia, alam barzakh,
sampai alam akhirat. Atau, dari yang bersifat badaniyah, nafsiyah, sampai
ruhiyah. Islam mengajarkan SAMUDERA ILMU kepada hamba-hamba-Nya yang ingin
memahami realitas dalam arti yang sebenar-benarnya. Karena, semuanya itu memang
ilmu-ilmu Allah, Dzat Maha Berilmu yang menguasai segala realitas jagat
semesta. Inilah yang disebut sebagai BERTAUHID hanya kepada ALLAH itu... :)
QS. An Nisaa’ (4): 126
KEPUNYAAN Allah-lah apa yang di LANGIT dan apa yang di BUMI, dan adalah
Allah Maha MELIPUTI segala sesuatu.
~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar