Bagi sebagian orang, pertanyaan tersebut bisa saja masih membingungkan.
Tetapi, ketika kita membahasnya dari sisi mekanisme otak dan jantung, mungkin
menjadi lebih jelas persoalannya. Bahwa hati adalah getaran jantung yang
berasal dari otak, khususnya dari Sistem Limbik. Sedangkan akal adalah
fungsi Sistem Limbik yang seimbang antara peranan Amygdala dan Hipocampusnya.
Masalahnya, Sistem Limbik itu memang bisa bekerja tidak seimbang. Yakni,
bisa dominan emosi yang dikendalikan amygdala, atau dominan rasionalitas yang
dikendalikan oleh hipocampus. Kedua-duanya kurang baik. Yang baik adalah mekanisme Sistem Limbik yang
bekerja seimbang.
Olah pikir di bagian cortex harus berjalan maksimum. Baik rasionya,
logikanya, analisanya, kreatifitasnya, pusat-pusat penglihatan, pendengaran,
bahasa, maupun berbagai mekanisme ilmu pengetahuan lainnya, karena semua itu
bakal mewujud menjadi memori rasional di Hipocampus. Lantas, memori Hipocampus
itu dipadukan dengan memori emosional yang ada di Amygdala, sampai memunculkan
getaran yang disebut sebagai ‘emosi rasional’. Nah, emosi rasional inilah yang
menggetarkan jantung sebagai perasaan yang baik.
Jika Sistem Limbik tidak bekerja seimbang, maka kemungkinannya ada dua.
Yang pertama, Amygdala terlalu dominan. Maka, muncullah emosi yang ’tidak
rasional’, sehingga lepas kendali dan menjadi dorongan ’hawa nafsu’. Yaitu,
dorongan yang bersifat merusak. Gejolak Limbik seperti ini akan disalurkan ke
jantung dalam bentuk getaran yang bergejolak juga. Getaran jantung dan otak tidak
sinkron.
Dari proses ini akan muncul sifat-sifat kasar yang merusak, seperti iri,
benci, dendam, serakah, sombong, marah berlebihan, dan lain sebagainya. Cobalah lihat, betapa tidak
rasionalnya orang-orang yang sedang diliputi rasa iri dan dengki misalnya. Lha
wong orang lain sukses, kok kita kebakaran jenggot. Sebaliknya,
kalau orang lain gagal, kita malah bersuka cita. Begitu pula perasaan dendam,
serakah, dan lain-lainnya. Itu adalah emosi yang tidak rasional yang tidak
diridhai Allah.
QS. Al Baqarah (2): 90
Alangkah BURUK-nya mereka yang menjual diri dengan keingkaran kepada apa
yang telah diturunkan Allah, karena DENGKI bahwa Allah menurunkan karunia-Nya
kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya...
QS. An Nisaa’ (4); 135
... Maka janganlah kamu mengikuti HAWA NAFSU karena ingin menyimpang dari
kebenaran...
Kemungkinan kedua, Hipocampus yang terlalu dominan sehingga hanya
menghasilkan pikiran-pikiran tanpa rasa. Alias rasio yang ’tidak emosional’.
Maka, akan muncul perasaan yang ’tidak menggetarkan’. Denyut jantungnya tanpa
’rasa’. Orang-orang yang demikian ini terjebak pada akal pikiran semu yang
hambar. Allah mencontohkan, seperti orang yang bersedekah, tanpa diiringi
perasaan santun, sehingga menyakiti hati orang yang diberi. Rasional tapi tak
berperasaan.
QS. Al Baqarah (2): 263
Perkataan yang baik dan pemberian ma`af (masih) lebih baik dibandingkan
SEDEKAH yang diiringi dengan sesuatu yang MENYAKITKAN (perasaan si penerima).
Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
Sebaliknya, jika Sistem Limbik bekerja secara seimbang, ia akan
memunculkan ’emosi yang rasional’ atau ’rasio yang emosional’. Keduanya akan
menghasilkan getaran yang mengimbas jantung secara terkontrol. Inilah yang oleh
al Qur’an disebut sebagai Qalbun Salim. Hati yang tertata secara
rasional dan emosional. Contoh yang diambil adalah Nabi Ibrahim,
yaitu nabi yang sangat terkenal dengan kekuatan akalnya, sekaligus berhati
lembut. Kekuatan akal pikiran Ibrahim diceritakan Al Qur’an dalam
bentuk pencariannya terhadap Allah, Sang Penguasa alam semesta, QS. 6: 75-79.
Namun, sekaligus, Allah juga memujinya sebagai nabi yang berhati lembut dan
santun, QS. 9:114.
QS. Ash Shaaffat (37): 83-84
Dan sesungguhnya IBRAHIM benar-benar termasuk golongannya (Nuh). Ketika ia
datang kepada Tuhannya dengan HATI yang berserah diri (Qalbun Salim).
Qalbun salim adalah hati yang sudah melakukan
pembuktian-pembuktian secara ilmiah dalam proses beragama, sehingga
memperoleh perasaan yang menggetarkan, dalam bentuk penyerahan diri kepada
Allah. Dalam
istilah diatas, adalah ‘rasio yang emosional’ atau ‘emosi yang rasional’.
Yakni, penggabungan fungsi Hipocampus dan Amygdala dalam kinerja Sistem Limbik
yang seimbang.
Maka, AKAL adalah fungsi keseimbangan antara rasio dan emosi. Atau,
antara pikiran dan perasaan. Karena ia berbentuk FUNGSI, maka Akal bukanlah
’benda’. Sehingga, di dalam al Qur’an, kata ’AKAL’ selalu ditampilkan dalam
bentuk ’kata kerja’, bukan ’kata benda’. Afala ta’qilun ~ apakah kamu
tidak berakal?, misalnya. Atau di kali lain Allah berfirman, ...wayaj’alurrijsa
alalladzina laa ya’qiluun ~ ’’... dan Allah menimpakan kemurkaan
kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.’’
Sedangkan ORANG yang BERAKAL mendapat sebutan ULUL ALBAB. Yakni, orang yang
menggabungkan perasaan dengan pikirannya, secara seimbang. Berpikir dengan ilmu pengetahuan
dan merasakan dengan emosi yang rasional. Maka, dia akan menemukan Allah
sebagai Tuhan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dengan Qalbun
Salim-nya.
QS. Ali Imran (3): 190-191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ULUL
ALBAB), (yaitu) orang-orang yang MERASAKAN hadirnya Allah (yadzkurunallah)
sambil berdiri, duduk, dan berbaring, dan mereka BERPIKIR secara ilmiah
(yatafakkaruna) tentang penciptaan langit dan bumi (lantas berkesimpulan):
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Jadi, kalau ditanya ketegasannya: beragama dengan hati atau dengan akal? Maka, jawabannya pasti: dengan
Akal. Fungsi Akal sudah merangkum hati, sedangkan fungsi hati belum merangkum
akal. HATI masih bisa tersesat, sedangkan AKAL malah diwajibkan
digunakan dalam beragama karena akan membimbing untuk bertemu Tuhan.
Sehingga, dalam berbagai ayat Allah mengatakan: ’’... tidak bisa
mengambil pelajaran dari dalam al Qur’an kecuali orang-orang yang menggunakan
akalnya...’’ Sementara, di ayat lainnya, Allah malah banyak
menceritakan orang-orang yang hatinya berpenyakit, mengeras, dan tertutup,
sehingga menjadi orang yang tersesat...!
QS. Al Baqarah (2): 10
Dalam HATI mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan
bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
QS. Al Baqarah (2): 7
Allah telah mengunci-mati HATI dan pendengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
QS. Al Maa-idah (5): 13
karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan HATI
mereka keras membatu...
Dan masih banyak lagi ayat-ayat di dalam al Qur’an yang menjelaskan bahwa
fungsi hati (Qalb) tidak selalu baik, karena ia hanya berfungsi sebagai alat
resonansi dari Sistem Limbik yang sangat mungkin tidak bekerja seimbang antara
Amygdala dan Hipocampusnya. Tetapi, jika keduanya bekerja sinkron, Sistem
Limbik akan berfungsi sebagai Akal dan menghasilkan getaran Qalb yang seimbang.
Dalam penelitian BrainHeart yang sudah kita bahas sebelumnya, akan menghasilkan
gelombang yang sinkron antara Otak & Jantung. Dan menjadi Qalbu yang baik.
QS. Al Baqarah (2): 269
Allah menganugrahkan Al Hikmah (kefahaman yang mendalam tentang Al Qur'an)
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu,
ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
BERAKAL-lah yang dapat mengambil PELAJARAN (dari firman Allah).
QS. Ali Imran (3): 7
Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu...
Dan TIDAK BISA mengambil pelajaran (darinya) KECUALI orang-orang yang
BERAKAL.
Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar