Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia
itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur
tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan
harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia.
Unsur jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat )
manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168 yang
artinya “ Hai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat dari bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan
karena sesungguhnya syuetan itu adalah musuh yang nyata bagimu “
Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat
manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu
sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai
daya piker untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.
Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam
al-Qur’an surat al-Hijr ayat 29 yang artinya “ Tatkala aku telah
menyempurnakan kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya ruhku.kedalamnya, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud “
Dalam hal ini muhammad Quthub menyimpulkan bahwa
eksistensi manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun
manusia menjadi satu kesatuan.
Definisi tentang manusia akan banyak kita jumpai dalam
berbagai literatur, terutama pada kajian filsafat dan antropologi. Dalam bidang
Humaniora, Dr. Alexis Carrel (peletak dasar humaniora barat) mengatakan bahwa
manusia adalah makhluq yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari
dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap
dunia yang ada di luar dirinya. Sementara itu, Sastraprateja mendefinisikan
manusia sebagai makhluq yang historis. Menurutnya, hakikat manusia sendiri
adalah suatu sejarah, suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia
hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan
bangsa manusia.
Lain halnya dengan al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah,
beliau mendefinisaikan manusia sebagai yang diciptakan dari satu gumpalan yang
Allah gumpalkan dari segala unsur tanah, yang tanah itu terdapat segala unsur
yang baik, yang kotor, yang mudah, yang sedih, yang mulia, dan yang hina.
Al-Imam Ibnu Qayyim mendefinisikan manusia pada hakikat penciptaannya.
Berangkat dari asal penciptaannya, terlihat bahwa berbagai potensi ada pada
diri seorang manusia. Potensi baik, buruk, hina, mulia termasuk angel
tendention dan devil tendention ada pada manusia.
Bagi filsafat pendidikan penentuan sikap dan tanggapan
tentang manusia merupakan hal yang amat penting dan vital. Sebab manusia
merupakan unsur terpenting dalam usaha pendidikan. Tanpa tanggapan dan sikap
yang jelas tentang manusia pendidikan akan merasa raba.
Bahkan pendidikan itu sendiri itu dalam artinya yang
paling asas tidak lain adalah usaha yang dicurahkan untuk menolong manusia
menyingkap dan menemukan rahasia alam memupuk bakat dan dan mengarahkan
kecendrungannya demi kebaikan diri dan masyarakat . usaha itu berakhir dengan
berlakunya perubahan yang di kehendaki dari segi social dan psikologis serta
sikap untuk menempuh hidup yang lebih berbahagia dan berarti.
Manusia mengalami proses pendidikan terus berlangsung
sampai mendekati waktu ajalnya. Proses pendidikan adalah life long education
yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat dapat dikatakan ebagai proses yang
tanpa akhir.
Bila dipandang dari segi kemampuan dasar pedagogis,
manusia dipandang sebagai “homo edukadum” mahluk yang harus dididik, atau bisa
disebut “animal educabil ” mahluk sebangsa binatang yang bisa dididik, maka
jelaslah bahwa manusia itu sendiri tidak dapat terlepas dari potensi psikologis
yang dimiliknya secara individual berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari
kemampuan individual lainnya. Dengan berbedanya kemampuan untuk dididk itulah
fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses
pendidikan atas pribadi manusia.
Dari segi sosial psikologis manusia dalam proses
pendidikan juga dapat dipandang sebagai mahluk yang sedang tumbuh dan
berkembangdalam proses komonikasi antara individualitasnya dengan orang lain
atau lingkungan sekitar dan proses membawanya kea rah pengembangan sosialitas
dan moralitasnya. Sehingga dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan
atau perkembangan secara dealiktis atau secara interaksional antara
individualitas dan sosialitas serta lingkungan sekitarnya sehingga terbentuklah
suatu proses biologis, sosiologis, dan psikologis.
0 komentar:
Posting Komentar