KEBANGKITAN ISLAM ERA MODERN

KEBANGKITAN ISLAM ERA MODERN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Sejarah Kebudayaan Islam
Dosen Pengampu : Siti Johariyah





Disusun oleh :
Ahmad Rifai               (11470085)


JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Periode modern dapat dikatakan sebagai masa kemajuan dunia Barat. Mereka telah menemukan berbagai penemuan-penemuan yang canggih yang diterapkan dalam kebutuhan mereka, sehingga mereka dapat menemukan kehidupan yang efektif dan efisien. Seperti menulis menggunakan kertas yang dibarengi dengan penemuan mesin cetak, lebih efisien dari pada menggunakan kayu atau kulit yang diterapkan oleh umat islam. kemudian dalam bidang pabrik mereka telah maju dengan dikeluarkannya mesin uap, telegrap, kereta api yang efektif umtuk melakukan perdagangan, sedangkan umat islam belum dapat membuatnya. Malahan masih berselisih pada kekuasaan, bagaimana mempertahankan dan menyebarkan kekuasaanya, dsb.
 Dari kemajuan-kemajuan Eropa tersebut, mereka mencoba melakukan ekspedisi ke wilayah timur. Dimulai dari Napoleon berekspedisi ke Mesir, kemudian mengakar bangsa Belanda menguasai Asia Tenggara, Rusia di Asia Tengah, sedangkan Inggris menggengam India dan Afrika. Sehingga dapat dikatakan hampir semua wilayah islam dikuasai oleh kolonial Barat.
Dari belenggu permasalah tersebut, jelas sekali perlu adanya suatu kebangkitan dalam diri umat Islam dan kembali menguasai dunia. Kebangkitan-kenagkitan Islam diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam, munculnya para tokoh-tokoh pemikir pembaharuan Islam, dan lain sebagainya yang akan dibahas dalam pembahasan makalah..

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Agresi kolonial Barat terhadap Islam?
2.      Bagaimana pemikiran islam modern (menyikapi kolonial Barat)?
3.      Apa factor kebangkitan umat Islam?
4.      Apa usaha yang dilakukan untuk mencapai kemerdekaan dari bangsa barat?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Agresi Kolonial Barat
Masa ini dimulai pada awal abad kesembilanbelas ketika Eropa mendominasi dunia. Dalam abad ke 19 dan 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan buku dan pemasarannya, dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, negara eropa menegakkan kerajaan teritorial dunia. Belanda menjajah Indonesia, Rusia mengambil Asia Dalam, Inggris mengkonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika, dan mengontrol sebagian Timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria, dan Sebagian Afrika Barat. Pada permulaan abad ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam.[1]
Dengan didukung oleh pertumbuhan produksi pabrik dalam skala dan perubahan yang besar serta dengan metode komuniksi ditandai dengan ditemukannya kapal uap, kereta api, dan telegrap, Eropa telah siap untuk melakukan ekspansi perdagangan. Kesemuanya ini diiringi dengan peningkatan kekuatan angkatan bersenjata dari negara-negara besar Eropa. Akibatnya Aljazair menjadi negara Arab pertama yang ditaklukkan oleh Perancis (1830-1847 M).  Negeri-negeri Islam dan masyarakatnya pada waktu itu tidak lagi hidup dalam keadaan stabil serta tidak mapan sistem kebudayaannya, sehingga keperluan mereka yang mendesak adalah bagaimana menggerakan kekauatan agar selamat dari dominasi bangsa lain. Kerajaan Utsmaniyah misalnya, harus mengadopsi metode-metode baru dalam pengorganisasian militer, administrasi dan kode-kode hukum pola Eropa, dan begitu juga yang dilakukan oleh dua penguasa otonomi dari propinsi kerajaan tersebut, Mesir dan Tunisia.[2]
Di berbagai ibukota dari pemerintahan yang melakukan reformasi ini, serta di berbagai pelabuhan yang tumbuh sebagai akibat dari ekspansi perdagangan Eropa, aliansi baru dari pihak-pihak yang berkepentingan dibentuk antara pemerintahan dan para pedagang asing dan juga terjadi perdagangan Eropa oleh tuan-tuan tanah dan para pedagang lokal. Namun, itu merupakan yang tidak seimbang, ditambah lagi dengan jatuhnya Mesir dan Tunisia dibawah kontrol Eropa kemudian diakui oleh Maroko dan Libya. Kerajaan Utsmaniyah juga kehilangan hampir seluruh propinsi yang ada di Eropa, dan menjadi negeri yang lebih mirip dengan Turki Arab.
Sementara agama dan kebudayaan hukum Islam terus dipertahankan, pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan yang mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab kekuatan Eropa dan mengusulkan negeri-negeri Islam agar dapat mengadopsi ide-ide Eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri. Sebagian besar dari mereka adalah para lulusan sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah baru tersebut atau oleh para misionnaris asing.[3] 
B.     Pemikiran Islam Modern
Berawal dari kegelisahan umat Islam pada saat itu, yaitu banyaknya muncul penyelewengan-penyelewengan ajaran Islam, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun dalam tingkatan politik dan pendidikan. Maka diperlukan adanya proses modernisasi maupun pembaharuan baik di bidang politik, pendidikan dan akidah.
Selain itu, salah satu sebab perlunya perkembangan modern dalam Islam adalah karena dalam agama terdapat ajaran-ajaran absolute mutlak benar, kekal tidak berubah dan tidak bisa diubah. Ajaran-ajaran itu diyakini sebagai dogma dan sebagai akibatnya timbulllah sikap dogmatis agama. Sikap dogmatis membuat orang tertutup dan tak bisa menerima pendapat yang bertentangan dengan dogma-dogma yang dianutnya. Dogmatisme membuat orang bersikap tradisional, emosional dan tidak rasional.[4]
Pembaharuan dalam hal apapun, termasuk dalam konteks keagamaan (pemahaman terhadap ajaran agama) akan terus dan selalu terjadi sebab cara dan pola berpikir manusia serta kondisi social masyarakat selalu berubah seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang yang akhirnya membuahkan tekhnologi yang semakin canggih. Lain dari pada itu kemunduran dan stagnasi berpikir umat sebagai buah dari fanatisme serta adanya "pihak luar" yang ingin merekomendasi dan menguasai, mendorong sebagian pemikir untuk mengadakan pembaharuan.
Upaya pembaharuan dalam Islam mempunyai alur yang panjang khususnya sejak bersentuhan dengan dunia Barat, untuk memahami makna dan hakekat pembaharuan. Dan yang masih menjadi pertanyaan besar adalah mengapa umat Islam masih tertinggal dari dunia Barat (setelah dahulu mengalami masa keemasan).
Penjajahan oleh bangsa Barat terhadap bangsa-bangsa Islam semakin memperjelas ketinggalan dunia Islam akan segala hal. Bangsa yang pertama kali merasakan ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Disebabkan karena bangsa ini yang pertama dan yang utama menghadapi kekuatan Barat.
    Pembaharuan yang dilakukan Turki Usmani diutamakan dalam pranata social, politik, dan militer. Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki Usmani membawa dampak yang baik bagi gerakan modern di Negara-negara Islam lainnya seperti Mesir.
Pada dasarnya kelemahan dunia Islam itu terletak pada bidang akidah yang sudah tercemari oleh berbagai khurafat dan bid'ah, juga kelemahan dan ketertinggalan dalam bidang sains dan tekhnologi. Kemudian kehadiran para tokoh modernis (pembaharu) itu pada umumnya untuk membangkitkan kesadaran umat Islam.
Ada 3 penggolongan pembaharu dalam Islam, yang meliputi
1)      Pembaharu dalam bidang akidah, tokoh-tokohnya adalah Muhammad ibn Abdul Wahhab yang dikenal dengan ajaran wahhabi-nya, Muhammad Abduh dengan ide-ide pemikiran-nya pembukaan pintu ijtihad / penghargaan terhadap 'akal' (Rasionalitas), kekuasaan Negara harus dibatasi oleh konstitusi dalam pengelolaan negara, memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al Azhar.[5] Kemudian Muhammad Rasyid Ridho dengan ide-ide pembaharuannya adalah: menumbuhkan sikap aktif dan dinamis di kalangan umat, mengajak untuk meninggalkan sikap fatalisme (jabariyah), rasionalitas dalam penafsiran al Qur'an dan Hadis, penguasaan sains dan tekhnologi, pemberantasan khurafat dan bid'ah, serta pemerintahan yang bersistem khalifah.
2)      Pembaharu dalam bidang Politik, Tokoh-tokoh didalamnya meliputi Jamaluddin al-Afghani yang mencetuskanide orisianal darinya, yang dikenal dengan Pan Islamisme, persaudaraan sesame umat Islam sedunia.[6] Muhammad Ali Pasha merupakan orang pertama yang membuka jalan pembaharuan di Mesir, kemudian beberapa tahun diakui sebagai  the founder of modern egypte.
3)      Pembaharu dalam bidang Pendidikan, tokoh-tokohnya meliputi Al Tahtawi (1801-1873 M). Tujuan dari pendidikan menurutnya adalah membentuk manusia berkepribadian patriotic dengan istilah hubbul wathon yaitu mencintai tanah air. Perasaan patriotic itu akan menimbulkan rasa kebangsaan, persatuan, tunduk dan mematuhi undang-undang, serta bersedia mengorbankan jiwa dan harta untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam hal agama dan peranan ulama, al Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern.

C.      Faktor Kebangkitan Umat Islam
Pada abad ke-19 dan 20, era modern diwarnai dengan kemerdekaan negara-negara Islam. Dalam tahun-tahun terakhir ini banyak Negara muslim yang telah merdeka khususnya di Asia dan Afrika, bersamaan dengan itu muncul pula organisasi-organisasi dan partai-partai nasional yang mendasarkan bentuk-bentuk pemerintahan pada prinsip-prinsip syari'at Islam.[7]
Kemerdekaan Negara Islam tentunya melalui proses yang cukup panjang dalam memperoleh kemerdekaannya kembali, oleh karena itu adanya faktor-faktor yang mendorong masyarakat di Negara muslim sangat memungkinkan, di antaranya adalah:
1.      Benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.[8] Turki Usmani adalah yang pertama merasakan itu sehingga memaksa penguasa dan pejuang Turki untuk belajar di Eropa.
2.      Dorongan gagasan dua factor yang saling mendukung dalam gerakan pembaharuan Is;am, pertama, pemurnian ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam. Kedua, gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, seperti gerakan Wahabiyah dan Sanusiyah di Saudi Arabia dan Afrika Utara.
3.      Bangkitnya gagasan Nasionalisme di dunia Islam yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan Negara nerdeka yang lepas dari pengaruh Barat.

D.      Usaha yang Dilakukan untuk Mencapai Kemerdekaan dari Bangsa Barat
            Benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini dirasakan dan disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari Eropa.
            Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh dua faktor, yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di India dan gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Kedua: Menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini tercermin dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
            Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiyah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani.[9] Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.
            Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk mengundang al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan. Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam, karena dipandang tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
            Sementara di Indonesia, partai politik besar yang menentang penajajahan adalah Serikat Islam (SI), idirikan pada tahun 1912 di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Partai ini merupakan kelanjutan dari Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh H. Samanhudi pada tahun 1911. Tidak lama kemudian, partai-partai politik lainnya berdiri seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Pendidikan Nasional (PNI-Baru), Persatuan Muslim Indonesia (PERMI).[10]
            Di Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat, sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
            Di India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan oleh kelompok Hindu yang mayoritas. Persatuan antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu, umat Islam di anak benua India tidak lagi semangat menganut nasionalisme, tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme. Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian mengkristal pada masa Sir Muhammad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
E.       Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari Penjajahan Barat
            Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara lain:
1.     Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2.     Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi kemerdekaan.
       Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan. Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di Afrika, tepatnya Luybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun 1962. Semuanya membebaskan  diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara, Yaman selatan dan Uni Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Masa ini dimulai pada awal abad kesembilanbelas ketika Eropa mendominasi dunia. Dalam abad ke 19 dan 20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan buku dan pemasarannya, dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, negara eropa menegakkan kerajaan teritorial dunia. Belanda menjajah Indonesia, Rusia mengambil Asia Dalam, Inggris mengkonsolidasi kerajaan mereka di India dan Afrika, dan mengontrol sebagian Timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria, dan Sebagian Afrika Barat. Pada permulaan abad ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh dunia Islam.
Begitu cepat kemajuan Bangsa Eropa, tentunya Islam tidak tinggal diam ketika wilayah mereka dikuasai bangsa barat. Dari situ muncullah tokoh pembaharuan Islam. Berbagai bidang masih mewarnai pemikiran tokoh ini, diantaranya; bidang Akidah diprakarasai Muhammad ibn Abdul Wahhab disusul oleh Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rasyid Ridho. Pembaharuan lainnya disusul dari berbagai macam bidang. Baik itu politik, pendidikan. Pembaharuan tersebut dipelopori oleh beberapa tokoh.. Semisal bidang politik dipelopori oleh Muhammad Ali Pasya. Bidang Pendidikan, pelopornya al Tahtawi.
Dari situ muncullah pergerakan-pergerakan dalam dunia Islam untuk membebaskan diri dari kolonial barat. Berbagai upaya dilakukan untuk mensukseskan misinya. Dari pembentukan pan-Islamisme sampai pada pergerakan organisasi-organisasi Islam kecil dalam suatu negara, mereka melakukan pembebasan diri dari kolonial barat. Sampai akhirnya satu per satu negara Islam memerdekakan diri dari bangsa Barat. Seperti Indonesia, kemudian Pakistan, dsb.



DAFTAR PUSTAKA

Karim, Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Karim, Abdul. Islam Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. 1979
UIN, Pokja. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN-Suka. 2005
Yatim., Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003
Yusron, Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1995
Zainal Abidin, Ahmad. Sejarah Islam dan Umatnya Sampai Sekarang: Perkembangannya dari Zaman ke Zaman. Jakarta:  Bulan Bintang. 1979






[1] Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies. (Cambridge: Cambirdge Univerity Press, 1988), hlm. 551
[2] Albert Houroni, A History of the Arab People, (Massachusset: Belkap Press of Harvard University, 1991), hlm. 263
[3] Pokja Akademik, Sejarah Kebudayaan Islam, (Yogyakarta, Pokja UIN, 2005), hlm. 182
[4] Perkembangan Modern dalam Islam,pengantar Harun Nasution …,hlm. 1

[5] Murodi, Sejarah Kebudayaan…,hlm. 177-178
[6] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan …, hal.155-159
[7] Salim Azzam, Beberapa Pandangan Tentang Pembentukan Negara Islam, (Bandung: Mizan, 1990) cet. II, hlm. 45
[8] Riaz Hasan, Islam dari Konservatisme sampai Fundamentalisme (Jakarta: Rajawali Press, 1985) hlm. 185
[9]William I. Cleveland, Islam Menghadapi Barat, Riwayat Syakib Arsalan dan Seruan Nasionalisme Islam, penerjemah: Ahmad Niamullah Muiz, (jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), hlm. 92
[10] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 358

0 komentar:

Posting Komentar