HADITS TARBAWY SURAT ADZ-ZARIYAT AYAT 56 DAN AL-BAYINAH AYAT 5


BAB I
PENDAHULUAN
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Tujuan manusia hidup adalah untuk menyembah dan beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai dengan wahyu dalam Al-Qur’an terutama di surat Adz-Dzariyaat ayat 56 atau Al-Bayyinah ayat 5, hal ini juga dibenarkan juga oleh akal dan hati manusia. Dengan menyembah dan beribadah kepada Allah, manusia mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Hari ini kita sangat kurang memahami ajaran Islam, oleh karena itu kita hidup dalam gelap gulita, dalam suasana yang tidak ada panduan. Dengan begitu bukan saja kita akan terjun ke neraka, tapi sejak di dunia lagi kita telah berada dalam neraka.
Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup. Merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepat. Karena jika manusia yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, manusia itu tak pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.











BAB II
PEMBAHASAN

A.                 Surat Adz-Dzariyat Ayat 56

1.      Ayat dan Terjemah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ 

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz-Dzariyat: 56)

2.      Arti kata/ Mufrodat

Lafadh/ kalimat
Arti/ terjemahan
خلقت
Telah menciptakan
الجن
Jin
الإنس
Manusia
ليعبدون
Untuk menyembah

3.      Asbabun Nuzul
Kita membayangkan bahwa Allah SWT ketika menetapkan penciptaan Nabi Adam, Dia memberitahukan kepada malaikat-Nya dengan tujuan agar mereka bersujud kepadanya, bukan dengan tujuan mengambil pendapat mereka atau bermusyawarah dengan mereka. Maha Suci Allah SWT dari hal yang demikian itu. Allah SWT memberitahukan mereka bahwa Dia akan menjadikan seorang hamba di muka bumi, dan bahwa khalifah ini akan mempunyai keturunan dan cucu-cucu, di mana mereka akan membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah di dalamnya. Lalu para malaikat yang suci mengalami kebingungan. Bukankah mereka selalu bertasbih kepada Allah dan mensucikan-Nya, namun mengapa khalifah yang terpilih itu bukan termasuk dari mereka? Apa rahasia hal tersebut, dan apa hikmah Allah dalam masalah ini? Kebingungan melaikat dan keinginan mereka untuk mendapatkan kemuliaan sebagai khalifah di muka bumi, dan keheranan mereka tentang penghormatan Adam dengannya, dan masih banyak segudang pertanyaan yang tersimpan dalam diri mereka. Namun Allah SWT segera menepis keraguan mereka dan kebingungan mereka, dan membawa mereka menjadi yakin dan berserah diri. Firman-Nya:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui." (QS. al-Baqarah: 30)
Ayat tersebut menunjukan keluasan ilmu Allah SWT dan keterbatasan ilmu para malaikat, yang karenanya mereka dapat berserah diri dan meyakini kebenaran kehendak Allah. Kita tidak memba­yangkan terjadinya dialog antara Allah SWT dan para malaikat sebagai bentuk pengutusan terhadap Allah dan penghormatan terhadap para malaikat-Nya. Dan kita meyakini bahwa dialog terjadi dalam diri malaikat sendiri berkenaan dengan keinginan mereka untuk mengemban khilafah di muka bumi, kemudian Allah SWT memberitahu mereka bahwa tabiat mereka bukan disiapkan untuk hal tersebut.
Sesungguhnya tasbih pada Allah SWT dan menyucikan-Nya adalah hal yang sangat mulia di alam wujud, namun khilafah di muka bumi bukan hanya dilakukan dengan hal itu. Ia membutuhkan karakter yang lain, suatu karakter yang haus akan pengetahuan dan lumrah baginya kesalahan. Kebingungan atau keheranan ini, dia­log yang terjadi dalam jiwa para malaikat setelah diberitahu tentang penciptaan Nabi Adam, semua ini layak bagi para malaikat dan tidak mengurangi kedudukan mereka sedikit pun. Sebab, meskipun kedekatan mereka dengan Allah SWT dan penyembahan mereka terhadap-Nya serta penghormatan-Nya kepada mereka, semua itu tidak menghilangkan kedudukan mereka sebagai hamba Allah SWT di mana mereka tidak mengetahui ilmu Allah SWT dan hikmah-Nya yang tersembunyi, serta alam gaibnya yang samar. Mereka tidak mengetahui hikmah-Nya yang tinggi dan sebab-sebab perwujudannya pada sesuatu.
Setelah beberapa saat para malaikat akan memahami bahwa Nabi Adam adalah ciptaan baru, di mana dia berbeda dengan mereka yang hanya bertasbih dan menyucikan Allah, dan dia pun berbeda dengan hewan-hewan bumi dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya yang hanya menumpahkan darah dan membuat kerusakkan. Sesungguhnya Nabi Adam akan menjadi ciptaan baru dan keberadaannya disertai dengan hikmah yang tinggi yang tidak ada seorang pun mengetahuinya kecuali Allah SWT.
Allah SWT berfirman:[1]                                           
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptkan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepada-Ku." (QS. adz-Dzariyat: 56)
Para malaikat mengetahui bahwa Allah SWT akan menciptakan khalifah di muka bumi. Allah SWT menyampaikan perintah-Nya kepada mereka secara terperinci. Dia memberitahukan bahwa Dia akan menciptakan manusia dari tanah. Maka ketika Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh di dalamnya, para malaikat harus bersujud kepadanya. Yang harus dipahami bahwa sujud tersebut adalah sujud penghormatan, bukan sujud ibadah, karena sujud ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah SWT.[2]

4.      Tafsir surat Adz-Dzariyat ayat 56
Ayat di atas menyatakan “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia” untuk satu manfaat yang kembali kepada diri-Ku. Aku tidak menciptakan merekamelainkan agar tujuan atau kesudahan aktivitas mereka adalah beribadah kepada-Ku.
Menggunakan bentuk persona pertama (Aku) setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga (Dia/Allah). Ini bukan saja bertujuan menekankan pesan yang dikandung tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan-perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya. Penciptaan, pengutusan Rasul, turunnya siksa, rezeki yang dibagikan-Nya melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang di sini karena penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata tanpa member kesan adanya keterlibatan Allah swt.
Didahulukannya penyebutan kata (الجنّal-jinn/jin dari kata (الأنسal-ins/manusiakarena memang jin lebih dahulu diciptakan Allah daripada manusia.
Huruf (لlam pada (ليعبدونliya’budun bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah. Ibadah bukan hanya sekedar ketaatan dan ketundukan yang mencapai puncaknya akibatnya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya.
Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah murni adalah iabadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghendaki agar segala aktivitas manusia dilakukannya karena Allah semata, yakni sesuai dan sejalan dengan tuntunan petunjuk-Nya.[3]
Dengan demikian ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakikat dari ibadah mencakup dua hal pokok, yaitu:
1.      Kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insane. Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan Tuhan yang disembah (dipatuhi), tidak selainnya. Tidak ada dalam wujud ini kecuali satu Tuhan dan selain-Nya adalah hamba-hamba-Nya.
2.      Mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus, melepaskan diri dari segala perasaaan yang lain dan dari segala makna penghambaan diri kepada Allah. Dengan demikian, terlaksana makna ibadah. Dan menjadilah setiap amal bagaikan ibadah ritual dan setiap ibadah ritual serupa dengan memakmurkan bumi, memakmurkan bumi serupa dengan jihad di jalan Allah dan jihad seperti kesabaran menghadapi kesulitan dan ridha menerima ketetapan-Nya, semua itu adalah ibadah, semuanya adalah pelaksanaan tugas pertama dari penciptaan Allah terhadap jin dan manusia dan semua merupakan ketundukan ketetapan Ilahi yang berlaku umum yakni ketundukan segala sesuatu kepada Allah bukan kepada selain-Nya.[4]

5.      Isi kandungan Surat Adz-Dzariyat Ayat 56
Adapun kesimpulan dari Surat Adzariyat ayat 56 adalah:
1.      Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan untuk mengangkat derajat manusia kepada derajat yang tinggi, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
2.       Untuk mencapai derajat tinggi, manusia harus mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya yaitu dengan beribadah kepada-Nya.
3.      Perilaku yang mencerminkan isi Surat Adz-Dzariyat ayat 56 Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain, mengemban tugas untuk menyembah Allah SWT sehingga segala ucapan dan perbuatannya harus bernilai ibadah kepada-Nya.

B.     Ayat Surah Al – Bayyinah ayat 5

1.      Ayat dan terjemah
وﻤﺎ ﺃ ﻤﺮوﺍﺇﻻ ﻟﯾﻌﺑﺪوﺍﺍﷲ ﻤﺨﻟﺼﯾﻦ ﻟﻪ ﺍ ﻟﺪ ﯾﻦ ﺤﻨﻓﺎﺀ وﯾﻘﯾﻤوﺍﺍ ﻟﺼﻟوﺓ وﯾﺅﺘوﺍﺍﻟﺯﻛوﺓۚ وﺬ ﻟﻙ ﺪ ﯾﻥ ﺍ ﻟﻘﯾﻣﺔ
Artinya: “ Padahal mereka tidak disuruh kecuali menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus “ ( Q.S. Al-Bayyinah :5 ).

2.      Arti Kata/ Mufradah
Lafadh atau Kalimat
Arti atau Terjemahan
وﻣﺎﺃﻣﺮوﺍ
Mereka tidak disuruh
ﺇﻻﻟﯾﻌﺑﺪوﺍﺍﷲ
Kecuali supaya menyembah Allah
ﻣﺨﻟﺻﻳﻦﻟﻪﺍﻟﺪﻳﻦﺤﻨﻔﺎﺀ
Dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus
وﻳﻗﻳﻣوﺍﺁﻟﺻﻟوﺓوﻳﺅﺘوﺍﺁﻟﺯ
ﻛوﺓۚ
Dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;
وﺫﻟﻙﺪﻳﻥﺁﻟﻘﻳﻤﺔ
Dan yang demikian itulah agama yang lurus

3.      Asbabun nuzul
Karena adanya perpecahan di kalangan mereka maka pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, yang berupa ikhlas lahir dan batin dalam berbakti kepada Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik serta mematuhi agama Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekafiran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan ibadat kepada Allah SWT.[5]
Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya bahwa mengapa mereka berpecah belah setelah Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam datang kepada mereka? bukankah dia adalah Rasul yang mereka tunggu-tunggu? Padahal (sebenarnya) mereka tidak diperintahkan baik di dalam kitab-kitab mereka dan seruan para Rasul mereka, maupun di dalam al- Qur’an dan seruan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam, kecuali untuk beribadah kepada Allâh Ta'âla semata dan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya, dengan meninggalkan semua agama yang mereka ikuti dan memeluk agama Islam.
Mereka juga diperintahkan untuk menunaikan shalat pada waktunya dengan memperhatikan tata cara, syarat dan rukunnya, serta diperintahkan pula mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka untuk para fakir dan miskin. Itulah agama yang lurus yang mengantarkan seorang hamba untuk mendapatkan ridha-Nya dan surga yang abadi dan selamat dari siksa dan amarah-Nya.

4.      Tafsir Surah Al – Bayyinah ayat 5
Ayat ini menjelaskan tentang sikap Ahli Kitab dan kaum musyrikin itu adalah bahwa mereka enggan percaya serta berselisih satu sama lain padahal mereka tidak diperintahkan, yakni tidak dibebai tugas, baik yang terdapat dalam kitab-kitab yang lurus itu maupun melalui Rasul yang menyampaikannya, juga dalam kitab-kitab suci disampaikan oleh nabi-nabi yang mereka imani, kecuali supaya mereka menyembah, yakni beribadah kepada Allah yang Maha Esa dengan memurnikan secara bulat untuk-Nya semata-mata ketaatan sehingga tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun dan sedikit persekutuan pun dalam menjalankan agama lagi bersikap secara lurus secara mantap dengan selalu cenderung kepada kebajikan dan juga mereka diperintahkan supaya mereka melaksanakan shalat secara baik dan bersinambung dan menunaikan zakat secara sempurna sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, dan yang demikian itulah agama yang sangat lurus bukan seperti yang selama ini mereka lakukan.
Kata (مخلصينmukhlishin terambil dari kata (خلصkhalasha yang berarti murni setelah sebelumnya diliputi atau disentuh kekeruhan. Dari sini ikhlas adalah upaya memurnikan dan menyucikan hati sehingga benar-benar hanya terarah kepada Allah semata, sedang sebelumnya keberhasilan usaha ini, hati masih diliputi atau dihinggapi oleh sesuatu selain Allah, misalnya pamrih atau semacamnya.
Kata khunafa’ adalah bentuk jamak dari kata khanif yang biasa di artikan lurusatau cenderung kepada sesuatu. Kata ini pada mulanya digunakan untuk menggambarkan telapak kaki dan kemiringannya kepada telapak pasangannya. Yang kanan condong ke arah kiri dan yang kiri condong ke arah kanan. Ini menjadikan manusia dapat berjalan dengan lurus. Kelurusan itu menjadikan si pejalan kaki tidak moncong ke kiri, tidak pula ke arah kanan. Dari sini, seseorang yang berjalan lurus atau bersikap lurus tidak condong ke arah kanan atau kiri dinamai hanif. 
Ajaran islam adalah ajaran yang berada dalam posisi tengah, tidak cenderung kepada materialisme yang mengabaikan hal-hal yang bersifat spiritual tetapi tidak juga kepada spiritualisme murni yang mengabaikan hal-hal yang bersirafat material.
Huruf لـ pada ayat وما أمروا الاّليعبدوا الله menunjukkan bahwasanya ibadah diwajibkan bukan karena mengharapkan surga ataupun karena agar terhindar dari neraka akan tetapi lebih kepada sikap kehambaan kita (yaitu karena kita seorang hamba dan Dia (Allah) adalah ربّ tuhan), walaupun seumpamanya ada sebuah ketentuan dalam agama yaitu tidak ada konsep pahala ataupun siksa, lalu kemudian kita diperintah oleh Allah untuk beribadah, maka kita tetap harus patuh dan tunduk serta melaksanakan apa yang menjadi ketentua-Nya atas dasar kemurnian dalam beribadah.[6]
Dalam tafsir Al-Kabiir dijelaskan bahwa Ibadah adalah sikap merendahkan dan menghinakan diri dihadapan Allah SWT, sedangkan orang yang beranggapan bahwa sikap merendahkan dan menghinakan diri itu adalah bentuk dari ketaatan adalah salah, karena ada sekelompok orang yang menyembah malaikat, Isa Al-Masih dan berhala-berhala. Sedangkan kita tidak boleh mengikuti jalan tersebut, hanya saja dalam syariat hal tersebut menjadi suatu nama setiap ketaatan kepada Allah dengan jalan menghinakan diri dan memuliakan-Nya dengan segala kemuliaan.
Asy-Syaikh Fakhruddin Muhammad mengatakan bahwa, dalam melaksanakan ibadan harus ada dua unsur, yaitu :
1.      Memuliakan dengan segala kemuliaan (غاية التّعظيم ), dan bahwa sholatnya anak kecil itu tidak dapat disebut dengan ibadah, karena anak kecil tidak mengetahui keagungan Allah bagaimana ia dapat mengagungkan Allah?
2.      Adanya perintah untuk beribadah( أن يكون مأمورا به), adapun ibadah dari seorang yahudi bukan dinamakan ibadah, walaupun ia mengagungkan Allah. Karena ia menyekutukan Allah, maka mereka tidak diperintah untuk beribadah.
Menilai dari kecenderungan manusia yang seperti itu ada tiga poin yang perlu dicermati :
1.      Terdapat sekelompok Manusia yang dalam keadaan terdesak, susah atau terancam pada sesuatu yang berbahaya, maka dapat dipastikan bahwa mereka saat itu (baik dia yakin maupun tidak), dia akan percaya dan kembali kepada Tuhanya dalam bentuk ibadah. Kemudian apabila Allah menganugrahkan kepadanya suatu nikmat, ia akan lupa denagan apa yang telah ia mohon sebelumya. Orang seperti ini biasanya dapat bersikap ikhlas dan kadang pada suatu saat mengharapkan pahala atau menghindar dari siksa, yaitu ditunjukkan ketika ia berdo'a, yaitu mereka mengharapkan sesuatu dari ibadahnya.
2.      Golongan yang benar-benar dapar beramal dengan ikhlas, golongan ini masuk dalam kategori golongan Khosh dan ditempati oleh para Nabi dan Rasul Allah.
3.      Golongan yang tidak dapat terlepas dari sikap ingin mendapatkan pahala dan menghindar dari siksa, dan ini juga dapat digolongkan dalam kategori perbuatan yang iklas karena memang Allah sudah menjanjikan semua itu selama ia tidak riya', sombong, syirik dan sebagainya.
Dalam ayat ini pula disebutkan adanya ibadan yang bersifat formal dan yang bersifat nonformal atau dengan kata lain ibadah yang berhubungan dengan Allah (حبل من الله) dan ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau sosial (حبل من الناس ) dalam firma-Nya ويقيموا الصّلاة ويؤتواالزّكاة.
Disebutkan bahwa seseorang harus mengetahui dan ikhlas dalam firman Allah مخلصين dan beramal dengan tindakan dalam firman Allah (ويقيموا الصّلاة ) yaitu ibadah yang berhubungan dengan Allah dan lafadz ( ويؤتواالزّكاة) yaitu ibadah yang berhubungan dengan sesama manusia atau ibadah sosial.
Jadi sudah tidak ada lagi alasan bagi seseorang untuk tidak melaksanakan sholat, puasa, zakat dan lain-lain yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh, akan tetapi tidak menafikan ibadah yang ghoiru mahdhoh dan keduanya harus kita fahami dengan total menyeluruh dan sempurna.

5.      Isi Kandungan Surah Al-Bayyinah ayat 5
1.      Manusia diciptakan hanya untuk menyembah kepada Allah SWT
2.      Manusia diwajibkan mengingat Allah SWT diwaktu berdiri, duduk, maupun berbaring Firman Allah SWT
3.      Menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat kemusyrikan. Artinya menjalankan agama haruslah dengan lurus, yaitu jauh dari syirik dari kesesatan-kesesatan.

C.    Analisis Kritis Ayat- ayat Tujuan Pendidikan
Tujuan adalah suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education). Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan yang notabenenya Islam, maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras dengan syari’at Islam. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan beberapa tokoh adalah :
1.      Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya.
2.      Dr. Ali Ashraf; “tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya”.
3.      Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”.
4.      Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.

D.    Tujuan Pendidikan Islam Dikaitkan dengan Tujuan  Ilmu Sosial
Tujuan sosial ini merupakan pembentukkan kepribadian yang utuh. Di mana identitas individu, di sini tecermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural (majemuk). Tujuan pendidikan sosial ini penting artinya karena manusia sebagai khalifah Tuhan di bumi seyogyanya mempunyai kepribadian yang utama dan seimbang. Yang karenanya tidak mungkin manusia menjauhkan diri dari kehidupan bermasyarakat.
Individu merupakan bagian integral dari anggota kelompok di dalam masyarakat atau keluarga, Atau sebagai anggota keluarga dan pada waktu yang sama sebagai anggota masyarakat . kesesuaiannya dengan cita-cita sosial diperoleh dari individu-individu. Maka persaudaraan dianggap sebagai salah satu kunci konsep sosial dalam Islam yang menghendaki setiap individu memerlukan individu lainnya dengan cara-cara tertentu.[7]
Keserasian antara individu dan masyarakat tidak mempunyai sifat kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individual. “ aku ” adalah “ kami ”, merupakan pernyataan yang berarti seseorang tidak boleh kehilangan “ aku ”–nya dalam ke hidupan masyarakat. Pendidikan menitikberatkan pada perkembangan karakter-karakter yang unik, agar manusia mampu beradaftasi dengan standar masyarakat bersama-sama dengan cita-cita yang ada padanya. Keharmonisan yang seperti inilah yang merupakan karakteristik peretama yang akan dicari dalam tujuan pendidikan Islam.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup. Merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepan. Karena jika manusia yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, manusia itu tak pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah SWT agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah SWT. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena sesungguhnya Allah lah yang menciptakan semua alam semesta ini. 
Sedangkan surat Al Bayyinah ayat 5 memiliki beberapa kandungan, antara lain:
1.      Manusia diperintahkan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT.
2.      Memurnikan agama Allah dari ajaran-ajaran kemusyrikan.
3.      Manusia diperintahkan mendirikan shalat dan zakat.
4.      Menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan adalah agama yang benar dan lurus.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk pribadi muslim yang sadar akan tujuan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT dan semata bertujuan memperoleh ridho Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan 2. Jakarta: Pustaka Imam Syafei. 2009.
Ash-Shabuny, M. Ali. Cahaya Al-Qur™an. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. 2002.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Surabaya: CV. Pustaka Agung  Harapan. 2006.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati. 2009.




[1] Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Surabaya : Pustaka Agung Harapan, 2006). hlm. 756
[2] http://www.al-shia.org/html/id/books/anbia/01.htm
[3] M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misba., (Jakarta : Lentera Hati, 2009). hlm. 107.
[4] Ibid. hal. 112                                                                                     
[5] http://c.1asphost.com/sibin/Alquran_Tafsir.asp?SuratKe=98                            
[6] DR. Abdullah bin Muhammad. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, Cetakan 2. Jakarta: Pustaka Imam Syafei. 2009. hal. 156

[7] M. Ali Ash-Shabuny, Cahaya Al-Qur™an, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2002), Cet. 1, h. 391-392

0 komentar:

Posting Komentar