Kenapa ada alam semesta? Ya, pokoknya sudah ada ‘begini’ dengan sendirinya.
Kenapa Ada pria dan wanita? Ya, pokoknya alam semesta ‘ingin’ mengadakan
laki-laki dan perempuan. Kenapa ada manusia di muka bumi? Ya, pokoknya ‘ada’ karena seleksi alam.
Kenapa planet bumi ini demikian ideal untuk memunculkan kehidupan, sementara di
planet lain tidak diketemukan sampai sekarang? Ya, pokoknya bumi ini ‘cocok’
dan memenuhi syarat-syarat munculnya makhluk hidup..!
Hhhh.., barangkali ribuan pertanyaan ‘kenapa’ lagi yang akan dijawab
‘pokoknya’ oleh ilmu pengetahuan. Anda masih bisa menambah daftar pertanyaan
itu se kreatif Anda. Misalnya, kenapa makhluk hidup kok bernafas pakai oksigen,
kok nggak Nitrogen saja? Bukankah jumlah nitrogen di planet ini jauh lebih
banyak dibandingkan oksigen? Kenapa kita hidup? Kenapa kita mesti mati? Kenapa
kita punya kepala, mata telinga, hidung, lidah, jantung, paru-paru, dan
sebutlah apa saja..! Sains tidak akan pernah bisa menjawabnya dengan tuntas.
Ia akan berputar-putar semakin membingungkan… :(
Sejarah sains sudah membuktikan semua itu. Ia tidak pernah bisa menjawab
misteri realitas ini dengan tuntas. Dan selalu berujung pada ‘ketidaktahuan’. Belajar makrokosmos lewat ilmu
Astronomi, Kosmologi, Astrofosika, Astrobiologi misalnya, Anda akan
DITANTANG oleh ketidak tahuan yang Maha Dashyat.
Dari segi ukuran alam semesta saja, manusia sudah demikian naifnya. Sebutir
debu yang SOMBONG dan MENGGELIKAN, yang bermimpi menaklukkan alam semesta yang
diameternya puluhan miliar tahun cahaya. Dan tidak diketahui tepinya sampai saat ini. Kecuali
cuma mengira-ngira dari kejauhan. Data-data valid yang disombongkan oleh Sains
bakal ‘ketemu batunya’ di alam semesta. Karena, usia manusia tidak cukup untuk
mengarungi dan mengambil sampelnya.
Jangankan usia manusia, usia seluruh peradaban manusia pun tidak cukup
untuk memahami alam semesta ini. Usia peradaban manusia cuma berorde ‘ribuan’
tahun. Ruang alam semesta butuh eksplorasi selama miliaran tahun. Hanya
manusia yang tak tahu diri yang bisa menyombongkan SAINS sebagai
segala-galanya.
Tanyakanlah kepada jagoan sains mana pun: dimanakah tepi alam semesta ini?
Bentuknya seperti apa? Ukurannya seberapa? Dimensinya berapa? Dari mana
asalnya, dan kelak akan kemana? Maka jawabannya tak akan pernah tuntas. Kenapa? Karena, sang ilmuwan itu tak
punya kemampuan untuk mengarungi ruang dan waktu, MENYAKSIKAN sendiri evidences
yang diharapkan. Sains telah berada di ‘ambang batas’ kedigdayaannya, dimana di
balik itu ia sudah tidak mampu ‘berkata-kata’ lagi. Kecuali ‘menunggu’,
‘menduga’, ‘mengira’, ‘berharap’ ‘berspekulasi’, dan semacamnya, yang
mengingkari kepongahan sains sendiri, bahwa segala sesuatu harus berdasar
evidences… ;)
Bukan hanya soal RUANG maha raksasa yang mewadahi alam semesta, melainkan
juga soal WAKTU yang memenjarakan segala realitas ini bergerak menuju
kehancurannya. Karena 'gerakan waktu' yang tak bisa dikendalikan oleh saintis
manapun itulah, alam semesta bakal menuju kehancurannya. Semakin lama semakin
tua, dan kemudian mati. Lagi-lagi ilmuwan yang ‘hebat-hebat’ itu tak mampu
berkata apa-apa tentang kemisteriusan dimensi waktu. Kenapa? Ya, karena dimensi
waktu ini terikat ke dimensi ruang, dimana ruangnya tak ketahuan batasnya.
Jadi, bagaimana mungkin para ilmuwan itu bisa tahu ‘dulu’ dan ‘nanti’, kalau ia
pun tidak pernah tahu ‘disana’ dan ‘disitu’.
Bukan hanya di skala makrosmos yang ‘nggegirisi’, di skala mikrokosmos pun
tak kalah ‘mengerikan’. Materi yang dulu diduga tersusun dari atom sebagai
benda terkecil itu, kini semakin menunjukkan ‘sifat aslinya’ yang
membingungkan. Ternyata ia tersusun dari partikel-partikel yang lebih kecil, lebih
kecil, dan lebih kecil lagi.
Yang di level elektron saja sudah memunculkan dualitas antara materi dan
energi (gelombang). Dan di skala lebih kecil lagi memunculkan ‘teori
ketidakpastian’, sehingga ilmuwan tidak pernah bisa menentukan lokasi sebuah
partikel bersamaan dengan kecepatannya. Kecuali hanya ‘menebak-nebak’ secara
statistik belaka. Lagi-lagi sains terbentur pada tembok ‘kepongahannya’ sendiri
dalam hal evidence.
Belum lagi masalah kehidupan yang penuh dengan misteri. Tanyakanlah kepada
jagoan biologi mana pun, kenapa sebutir telur ayam bisa menetas dan memunculkan
kehidupan setelah dierami. Darimanakah munculnya kehidupan itu? Tolong kasih
‘bukti’ darimana sumber kehidupannya? Dan kenapa telur lainnya dari induk yang
sama kok tidak menetas dan memunculkan kehidupan? Apakah alam ini hidup,
sehingga bisa ‘menularkan’ kehidupannya kepada seonggok protein dan lemak yang
ada di dalam cangkang telur itu? Padahal, konon kabarnya, para pengingkar Tuhan
‘tidak percaya’ kalau alam semesta ini adalah ‘organisme hidup’.
Dan seterusnya, dan lain sebagainya. Demikian banyak ‘bukti-bukti
empiris’ yang justru menegaskan bahwa sains bukan segala-galanya. Tetapi,
jangan lantas Anda menuding saya sebagai anti sains. Oh, malah sebaliknya,
saya gandrung sekali. Dan juga, jangan lantas mengatakan Sains itu tidak
berguna. Ouh, sebaliknya, sangat-sangat berguna. Karena telah terbukti
banyak membantu manusia dalam mengatasi berbagai masalah hidupnya untuk menjadi
lebih baik. Tapi, sekali lagi, bukan segala-galanya.
Maka, kegagalan sains bakal membawanya ke dua pilihan. Yang pertama,
membiarkannya dalam kemisteriusan, sambil mengatakan: itu sudah DI LUAR
kemampuan SAINS. Sehingga muncullah istilah-istilah pseudo-science – karena
sains sudah tak mampu menjangkaunya dengan bukti-bukti. Atau, istilah
paranormal, karena dianggap sudah keluar dari kelaziman. Atau metafisika,
karena sudah tak mampu dijelaskan lagi oleh Fisika, dan lain sebagainya.
Pilihan yang kedua, kegagalan sains akan mendorongnya berlindung ke
ranah filosofis, yang dari ‘rahimnya’ sains dilahirkan. Disinilah mereka
‘melarikan diri’ dari ketidak berdayaannya mengungkap realitas yang semakin
misterius. Karena, setiap penemuan saintifik selalu memunculkan misteri baru
yang lebih rumit. Tapi, cermatilah sejarah filsafat. Para filsuf sejak zaman
dahulu kala sampai sekarang pun berputar-putar kebingungan, tak menemukan
jawabannya. Kecuali mengakhirinya dengan ‘dugaan’, ‘perkiraan’, ‘harapan’, dan
‘spekulasi’ tanpa bukti.
Disinilah peran agama memberikan kepastian. Perhatikanlah ayat-ayat Qur’an yang memiliki
kekuatan ‘klaim’ yang sangat besar. Bukan dogma(ajaran), apalagi doktrin. Al Qur’an
tidak pernah memaksa-maksa siapa pun untuk beriman. Kalau ada yang berpendapat bahwa Islam melakukan
paksaan kepada umat dalam menjalani agamanya, pasti orang itu BELUM KENAL
Islam. Dia mengira Islam seperti agama-agama lain yang dikenalnya. Yang
disampaikan lewat dogma dan doktrin.
QS. Al Baqarah (2): 256
TIDAK ada PAKSAAN dalam beragama (Islam); sesungguhnya TELAH JELAS jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut (tuhan selain Allah) dan BERIMAN kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
QS. Yunus (10): 99-100
Dan JIKA Tuhanmu MENGHENDAKI, pastilah BERIMAN semua orang yang di muka
bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) MEMAKSA manusia supaya mereka
menjadi orang-orang yang beriman semuanya?
Kurang eksplisit bagaimanakah firman Allah ini? Bahwa, TIDAK ADA paksaan
dalam Islam. Tidak ada dogma(ajaran) dan doktrin. Yang ada ialah tabayun alias KLARIFIKASI atas firman-firman
Allah. Karena, sebagaimana ayat di atas, SUDAH JELAS antara kebaikan dan
keburukan, antara kebenaran dan kejahatan, antara yang bermanfaat dan yang
membawa mudharat. Umat Islam diperintahkan untuk menggunakan AKAL dalam
beragama.
Tetapi, bahwa Al Qur’an melakuan ‘klaim-klaim’ yang sangat provokatif itu
memang benar adanya. Agar umat manusia MENOLEH. Apalagi, yang hatinya sudah
KERAS seperti batu. Mulai dari klaim kebenaran kitab sucinya, kebenaran Nabinya, sampai
kebenaran Tuhannya. Bukan memaksa, tetapi memancing manusia untuk
memikirkannya. Berikut ini adalah sebagian kecil tantangan al Qur’an kepada
manusia.
QS. An Nisaa’ (4): 82
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an
itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat PERTENTANGAN yang banyak di
dalamnya.
QS. Al Baqarah (2): 23
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad), BUATLAH satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an
itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar.
QS. Yunus (10): 37
TIDAK MUNGKIN Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; (kitab ini)
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah
ditetapkannya, TIDAK ada KERAGUAN di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta
alam.
QS. Al A’raaf (7): 158
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah UTUSAN Allah kepadamu
semua, yaitu ALLAH yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; TIDAK ADA Tuhan
SELAIN Dia, Yang MENGHIDUPKAN dan MEMATIKAN, maka berimanlah kamu kepada
Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk".
Dan sebagainya, Al Qur’an berisi ‘klaim-klaim’ yang membelalakkan mata.
Tetapi bukan untuk memaksa, melainkan ‘menantang’ untuk dibuktikan. Bagaimana
cara membuktikannya? Tentu saja dengan ilmu-ilmu yang berkembang seiring
peradaban manusia. Yaa ilmu sejarah, ilmu bahasa, ilmu biologi, fisika,
astronomi, matematika, kimia, kedokteran, biomolekuler, dan ilmu apa saja yang
bisa digunakan untuk ‘membuktikan’ kebenaran Al Qur’an.
Bukan ‘rebutan mengklaim’ sains, seperti yang dituduhkan. Karena perintah
untuk berilmu pengetahuan itu adalah sebuah KENISCAYAAN di dalam agama Islam.
Dan pelakunya tidak harus orang Islam. Di zaman keemasan Islam para pelaku
kelilmuan itu adalah orang-orang Islam. Tetapi, di zaman sesudahnya memang SDM
Islam mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan. Tetapi, itu tidak serta
merta menjadikan AGAMA Islam lantas ‘merebut-rebut’ sains… :(
Tentu ini sudut pandang yang sangat keliru. Karena puluhan bahkan
ratusan ayat di dalam Al Qur’an justru mendorong umat Islam untuk menguasai
sains. Sebagaimana sudah saya tulis dalam puluhan buku yang saya terbitkan.
Untuk apa? Bukan untuk ‘berpongah-pongah’ dengan sains yang serba terbatas itu.
Melainkan untuk membuktikan dan menyadari ‘betapa kecil’ dan ‘ringkihnya’
manusia, dan betapa Maha Hebatnya Allah Sang Penguasa Jagat Semesta dengan
segala Ilmu-Nya. Islam mengajari umatnya untuk ‘mentauhidkan’ ilmu pengetahuan
agar mengenal dan tunduk pada Keagungan-Nya…!
QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, AGAR kamu MENGETAHUI bahwasanya Allah MAHA BERKUASA atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ILMU-Nya benar-benar MELIPUTI segala
sesuatu.
~ Salam Mentauhidkan Ilmu Pengetahuan ~
Agus Mustofa
0 komentar:
Posting Komentar