TAHAP PERTAMA.
Zaman Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada
hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para
Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat disamping sedikitnya orang
yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan
mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau
menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit,
permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur’an
sangat banyak.
Dalam kitab
Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut
Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani
Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun dikalangan para sahabat
selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur
Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab,
Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.
TAHAP KEDUA
Pada zaman Abu
Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya
adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di
antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an
darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
TAHAP KETIGA
Pada zaman
Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima
Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an
sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat
Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman
Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut
menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian
bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.
Dalam kitab
Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu
‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang
pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada
dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah
umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala
seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang
kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau
pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami
kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.
Kemudian Utsman
memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan
Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya
kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara
tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya :
“Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat
Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan
dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai,
Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan
tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar
naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.
Utsman Radhiyallahu
‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat
Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
[4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah,
tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an
selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku
berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja
sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah
baiknya pendapatmu itu”.
Mush’ab Ibn
Sa’ad [5] mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar
mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan :
“Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk
nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang
disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari
pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.
Sedangkan
tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah :
Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek
bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an
karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan
Al-Qur’an.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.
Mushaf
Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum
muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari
orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan
tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Segala puji
bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian
alam.
[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qursy]
__________
1. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits nomor 3064
2. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qursy]
__________
1. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits nomor 3064
2. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
3. Diriwayatkan
oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur’an, Bab Jam’ul Qur’an, hadits nomor 4978
4. Diriwayatkan
oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman
954, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban Al-Ju’fi (Al-Ilal
karya Ad-Daruquthni, jilid 3, halaman 229-230), Ibn Ma’in mengatakan : “Dia
dha’if (Al-Jarhu wat Ta’dil karya Ar-Razi, jilid 7 halam 200. Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-Mashaahif halaman 22
5.
Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12
ijin copas
BalasHapus