MAKALAH PEMBAHARUAN DALAM UNIVERSITAS AL-AZHAR

MAKALAH
PEMBAHARUAN DALAM UNIVERSITAS AL-AZHAR
Guna untuk memenuhi tugas Pembaharuan Pendidikan Islam
DosenPengampu   Prof. Abdurrahman Assegaf






Oleh
Ahmad Rifai
(11470085)


KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara al-Azhar, pandangan kita tertuju pada sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang hingga saat ini masih menjadi rujukan masyarakat untuk menimba ilmu-ilmu keislaman secara khusus dan ilmu-ilmu umum secara global. Sebagai institusi pendidikan, al-Azhar memiliki banyak peran penting mencetak dan mengantarkan alumni-alumninya menjadi orang-orang penting dalam berbagai bidang kehidupan.
Sejak awal berdirinya Al-Azhar memang menjadi sorotan di wilayah mesir. Bermula dari lembaga masjid yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan kini menjelma menjadi universitas yang diperhitungkan dunia. Hal itu tak lepas dari peran para pembesar-pembesar yang pernah menguasai mesir dan al-azhar yang bermula dari dinasti faitmiyah yang mendirikan al-azhar, kemudian dilanjutkan oleh Salahuddin al-ayyubi yang membawa faham sunni. Dan era modern dimana para tokoh besar menginginkan adanya perubahan dalam pendidikan al-Azhar yang dirasa sangat tradisional sehingga tertinggal jauh keilmuannya dengan bangsa barat yang waktu itu membawa peradaban ke mesir melalui Napoleon.
 B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal pembentukan Lembaga pendidikan Al-Azhar?
2. bagaimana proses perubahan al-Azhar dari lembaga masjid ke Universitas?
3. bagaimana upaya untuk memodernisasi al-Azhar?




BAB II
PEMBAHASAN
[1]   Sekilas tentang berdirinya al-Azhar
Al-Azhar, perguruan tinggi Islam yang menjadi bukti monumental peradaban Islam di Mesir pada awalnya adalah bangunan masjid yang tidak berbeda dengan masjid-masjid lain pada umumnya yang ada pada saat itu.
Al-Azhar didirikan oleh Jauhar al-Shidiqili, seorang panglima khalifah Fatimiyah al-Mu’izz Lidinillah yang selesai dibangun selama dua tahun dan berakhir Sabtu, 7 Ramadhan 361 H atau 22 Juni 972 M.[1] Awalnya memang hanya untuk menjadi pusat pengajaran dan penyebaran ajaran syi’ah saat itu[2] dan berjalan sampai jatuhnya Khalifah Fatimiyah pada tahun 567 H.[3] Hingga kemudian madzhhab Syi’ah ini berubah pada dinasti Ayyubiyah yang berfaham sunni. Masjid tersebut diberi nama al-Azhar yang pada masa-masa berikutnya berubah menjadi universitas dan didaulat sebagai universitas Islam tertua di dunia.
Beberapa tahun kemudian tepatnya pada 365 H / 976 M. mulai dibuka kegiatan belajar-mengajar dan majelis ilmu pengetahuan bermadzhab Syi’ah Ismailiyah yang berbeda dengan paham ahlusunnah waljamaah.[4] Selain tentang ke-Fatimiyah-an pada perkembangan selanjutnya juga dipelajari ilmu-ilmu Naqliyah atau Syar’iyyah dan Aqliyah atau Hukumiyah, kadang disebut juga dengan ilmu ‘Ajam. Adapun yang termasuk ilmu naqliyah antara lain : Fikih, Hadis, Tafsir, Nahwu, Lughah, Al-Bayan, Adab, Ilmu Tafsir, Ilmu Qiro’at, Ilmu Hadis, dan Ilmu Kalam. Sedangkan yang termasuk ilmu aqliyah adalah: Filsafat, Arsitektur, Ilmu Nujum, Musik, Kedokteran, Syair, Kimia, Matematika, Sejarah, dan Geografi.
Kemudian Salahaudin berhasil menguasai Mesir pada tanggal 10 September 1171 M.[5] Setelah Dinasti Fatimiyah jatuh ke tangan Shalah al-Din al-Ayyubi pada tahun 567 H (1171 M), maka ia mengambil kebijakan baru dengan menutup seluruh aktifitas di al-Azhar secara total bahkan dilarang digunakan untuk kegiatan apapun selama kurang lebih satu abad lamanya. Hal itu dilakukan untuk membersihkan pengaruh-pengaruh Syiah yang lama dikembangkan pada masa penguasaan Dinasti Fatimiyah.
Setelah penguasaan dinasti Ayyuby, faham Syi’ah kemudian dihilangkan dan diganti dengan faham Sunni. Selain itu fungsi al-Azhar kemudian meluas menjadi perguruan tinggi yang diminati dan menjadi kiblat ilmu pengetahuan. Pada abad ke-9 H (15 M) merupakan masa gemilang bagi al-Azhar. Karena pada saat itu al-Azhar menduduki tempat tertinggi di antara madrasah-madrasah dan jamiah yang ada di Kairo pada saat itu. Ketika itu, al-Azhar sebagai induk sekolah dan sebagai Jamiah Islamiyah terbesar. Dan ulama-ulama muslimin dari berbagai negara datang dan belajar di Jami’ al-Azhar.[6]
Perkembangan al-Azhar mencapai puncaknya ketika Baghdad sebagai pusat keilmuan di timur diporak-porandakan bangsa Mongol. Ditambah lagi jatuhnya Andalus ke tangan Franj yang beragama Kristen yang menghapuskan peradaban Islam di sana. Hal tersebut mengakibatkan para ulama dan penuntut ilmu mengalihkan kiblat rujukannya pada al-Azhar di Mesir yang pada waktu itu termasuk daerah Islam yang aman. Dengan berkumpulnya para ulama dan penuntut ilmu dari berbagai daerah khususnya Baghdad dan Andalus menjadikan al-Azhar sebagai pusat keilmuan yang berkembang besar hingga saat ini.
[2]   Al-Azhar dari Masjid menjadi Universitas
Masjid sejak masa-masa permulaan Islam sudah mempunyai fungsi yang banyak, yaitu tempat: beribadah, memberi pelajaran, untuk pengadilan, tentara berkumpul dan tempat menerima duta dari luar negeri. Pada masa-masa berikutnya, karena lembaga-lembaga pendidikan lainnya berkembang maju pesat terutama madrasah, maka fungsi masjid sebagai tempat pendidikan di Mesir mulai kelihatan berkurang. Pada masa itu hanya masjid al-Azhar saja yang sempat dikembangkan menjadi universitas. Sebelum itu masjid ini pernah dijadikan pusat propaganda politik dan keagamaan oleh Khalifah Fathimiyah.
Dalam perjalanannya, Jami’ al-Azhar yang tadinya merupakan lembaga pendidikan Islam yang berbentuk masjid kemudian berkembang menjadi madrasah, yang memiliki bangunan fisik tertentu dan bentuknya dirancang sesuai fungsinya untuk melanjutkan pendidikan masjid. Bangunan madrasah itu meliputi tiga unit, yaitu: unit madrasah, unit asrama, dan unit masjid. Sistem asrama ini masih diteruskan oleh al-Azhar sampai sekarang ini.
Sejak dikenal sistem madrasah, pendidikan Islam di Mesir mulai menjalankan sistem penjenjangan dalam sistem pendidikannya. Mulai penjenjangan dari tingkat dasar, tingkat menengah, dan tingkat tinggi.
Pada saat itu hanya ada dua buah perguruan tinggi yang berfungsi memberikan pendidikan dan pengajaran pada tingkat tinggi dalam waktu bersamaan, yaitu Universitas al-Azhar dan Dar al-Hikmat atau Dar al-‘Ilm di Mesir pada abad kesepuluh. Kalau yang pertama masih berjalan sampai saat ini, sedang yang kedua hanya berjalan sampai berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Fathimiyah (567/1171) yang kemudian di tempat itu dibuka Madrasah Syafi’iyyat.
Perlu dicatat, bahwa bila dilihat pada proses pengajaran yang dilaksanakan pada lembaga-lembaga pendidikan di Mesir saat itu, maka Mesir hanya mempunyai satu macam sistem pendidikan saja yaitu sistem pendidikan tradisional yang merupakan warisan dari sistem pendidikan Dinasti Ayyubiyah. Sistem ini berlangsung sampai pertengahan abad keduapuluh.
Universitas al-Azhar di Kairo sampai tahun 1942 masih mempunyai sistem pendidikan yang tradisional. Usaha-usaha Muhammad Abduh dalam mengadakan pembaharuan di Universitas al-Azhar terbentur tantangan kaum ulama konservatif yang belum dapat melihat faidah perubahan-perubahan yang dianjurkannya.[7]
Disamping itu, ada sikap saling curiga dan salah pengertian antara penguasa dan Universitas al-Azhar, maka usaha pembaharuan pendidikan kurang berhasil, terutama sejak revolusi Juli 1952. Barulah usaha yang paling menentukan terhadap perkembangan al-Azhar sampai sekarang adalah usaha pembaharuan pada tahun 1961.
[3]   Wajah al-Azhar Modern
Beberapa abad kemudian, modernisasi Mesir dilakukan. Muhammad Ali Pasha pada tahun 1805 M membangun kembali al-Azhar. Para ulamanya dikirim ke Prancis guna mempelajari ilmu kedokteran, teknis, militer, dan lain-lain. Dalam kurun waktu yang tk lama, kemudian ia berhasil mendirikan Kementerian Pendidikan dan Sekolah Militer pada tahun 1815 M, lalu Sekolah teknik dan kedokteran pada tahun 1827 M. modernisasi yang dilakukan oleh Muhammad Ali Pasha ini merupakan upaya pembaharuan pendidikan di dunia islam yang pertama karena bentuk sekolah yang didirikan berbeda dengan madrasah tradisional yang ada pada sebelumnya yang hanya menekankan pelajaran agama semata.[8]
Bila Muhammad Pasha Ali tampil dalam pembaharuan sistem pendidikan secara nasional di Mesir melalui jalur politiknya sebagai pejabat pemerintah, Muhammad Abduh tercatat sebagai pembahu pendidikan Mesir, terutama skop lembaga pendidikan tradisional dan keagamaan, yakni al-Azhar. Menurutnya iptek telah menjadi sebab kemajuan di Dunia Barat saat ini. Untuk memodernisasi kembali umat Islam, iptek harus kembali dipelajari.
Salah satu contoh gerakan modernisasi dalam pendidikan Mesir adalah anjuran yang dikemukakan oleh Imam Abduh, bahwa kewajiban belajar tidak saja mengenai buku-buku klasik berbahasa Arab, tentang ilmu kalam dan mantiq, tetapi juga berbagai sains modern sejarah dan juga agama eropa, agar kita dapat mengetahui sebab-sebab kemajuan Barat.[9]
Berpijak dari pola pikir demikian, Abduh menghendaki dimasukkannya beberapa disiplin ilmu modern dalam kurikulum al-Azhar seperti fisika, ilmu pasti, filsafat, sosiologi, dan sejarah. Begitu pula sebaliknya ia menghedaki dimasukkannya pendidikan agama yang lebih intensif, termasuk sejarah kebudayaan islam ke dalam kurikulum sekolah bentukan pemerintah. Permasalahan utama yang dihadapi adalah kesenjangan yang terjadi antara fakultas-fakultas agama yang sangat tradisional dan cenderung beku dalam konservatisme di satu pihak, dengan fakultas-fakultas modern di lain pihak.[10]
Sekarang al-Azhar bukan lagi universitas keagamaan yang hanya mimiliki beberapa fakultas seperti Fakultas Ushuluddin, Syariah, Dakwah, Tarbiyah dan Adab, namun juga terdiri atas fakultas umum seperti Fakultas Pertanian, Ekonomi, Sastra, Kedokteran Farmasi Manajemen, dll. Saat ini al-Azhar telah mempunyai 41 fakultas, 19 fakultas diantaranya berada di Kairo dan selebihnya berada diberbagai provinsi Mesir.
Untuk fakultas-fakultas agama bagi orang asing (selain Mesir) tidak dipungut biaya kuliah bahkan diberikan tunjangan beasiswa, sedangkan untuk fakultas umum bagi orang asing diwajibkan membayar biaya kuliah, kecuali mereka yang mendapatkan beasiswa.
Disamping semua yang telah disebutkan di atas, al-Azhar juga mempunyai lembaga-lembaga pendidikan yang terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Î’dadiyah (setingkat SMP), Tsanawiyah (setingkat SMA), Sekolah Pendidikan Guru, dan Institut Seni Membaca dan Menghafal Al Qur’an.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, setelah melihat bagaimana sejarah dan perkembangan al-Azhar sampai dengan saat ini, maka dapat disimpulkan antara lain;
[1]   Al-Azhar pada awalnya adalah masjid yang dibangun dan dijadikan sarana untuk menyebarkan faham Syi’ah Ismailiyah oleh Dinasti Fatimiyah. Pada perkembangan berikutnya, al-Azhar dirubah total oleh Dinasti Ayyubiyah yang berfaham Sunni. Setelah pengalihfungsian tersebut al-Azhar terus mengembangkan dan melahirkan ulama-ulama berkaliber dunia.
[2]   Al-Azhar yang pada awalnya sebagai sebuah masjid kemudian berevolusi menjadi lembaga pendidikan --yang tradisional kemudian modern-- dengan berbagai jenjangnya, baik tingkat dasar, menengah bahkan tingkat tinggi. Bahkan al-Azhar merupakan satu-satunya lembaga pendidikan --yang berawal dari masjid sampai seperti sekarang ini-- yang bertahan dan tetap eksis dalam rentang waktu yang lama, dengan segala dinamika dan perkembangannya.
[3]   Kemampuan al-Azhar bertahan dalam rentang waktu yang cukup lama tidak lepas dari peran pemerintah yang menjadi sokongan dana atas pengembangan yang dilakukan. Selain itu, lulusan-lulusan al-Azhar banyak memberikan sumbangan untuk pengembangan al-Azhar menjadi jamiat yang besar.
[4]   Saat ini al-Azhar sudah menjadi kampus Islam tertua dan terbesar. Karena pengembangan yang terus diperbaharui dan ditingkatkan menjadikan jamiat al-Azhar sebagai salah satu pilihan terbaik bagi pencari ilmu, khususnya ilmu-ilmu agama dan umumnya ilmu-ilmu umum.


DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Rachman. Internasionalisasi Pendidikan. Yogyakarta. Gama Media. 2003
Depag RI, Belajar Islam di Timur Tengah
Misrawi, Zuhairini. Al-Azhar: Menara ilm, Reformasi, dan Kiblat Keulamaa. Jakarta. Kompas. 2010
http//:google.com/Sejarahlembagaislamal-azhar/
Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Idris, Mardjono. KebangkitanIntelektualisme di Mesir. Yogyakarta. Teras. 2008




[1] Drs. Abd. Rachman Assegaf, M. Ag, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 58
[2] Depag RI, Belajar Islam di Timur Tengah, hal 63
[3] Drs. Abd. Rachman Assegaf, M. Ag, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 58
[4] Zuhairi Misrawi, Al-Azhar: Menara ilm, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hal. 130
[5] Zuhairi Misrawi, Al-Azhar: Menara ilm, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hal. 147
[6] http//:google.com/Sejarahlembagaislamal-azhar/, diakses pada hari rabu, 1 oktober 2014
[7] Prof. Dr. Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
[8] Drs. Abd. Rachman Assegaf, M. Ag, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hal. 58
[9]  H. Mardjono Idris, MA, KebangkitanIntelektualisme di Mesir, Cet. 1, (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 27
[10] Depag RI, Belajar Islam di Timur Tengah, hal 63

0 komentar:

Posting Komentar