Di
era yang semakin maju dengan perkembangan iptek di abad ke-21 ini, dunia ditimpa
dengan permasalahan kehidupan yang semakin kompleks. Krisis multidimensi yang
terjadi di berbagai sektor membuat pakar ilmiah dalam bidangnya berkontlempasi
untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Teori-teori yang tertuang dari
para filsuf di masa sebelum dan awal modern menjadi rujukan terhadap
permasalahan dunia saat ini, masih dalam perdebatan. Ekonomi yang menjadi
bagian dari kehidupan semakin menguatkan pada kapitalisme, kaum elit yang
semakin elit dan kaum tertindas tak kunjung mendapatkan keadilan. Demokrasi
yang ditawarkan untuk memberikan hak kebebasan dari setiap individu, tak segera
memberikan jawaban atas permasalahan yang terjadi, tapi menjadikan kebebasan
yang semakin liberal. Pendidikan yang sejatinya menawarkan pada peserta didik
pengembangan keterampilan otak dan nurani menjadikan dirinya pragmatis karena
tuntutan pasar.
Dalam
buku Paradigma Baru Pendidikan yang kami lebih menekankan pada pandangan yang perlu
dirubah terlebih pada sisi pendidikan. Pendidikan memang memegang peran penting
dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan diharapkan dapat memecahkan
permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Dalam buku ini juga lebih banyak
mengkritisi terhadap pola pendidikan yang terdapat dalam masyarakat. Dan kaitannya
pendidikan dalam masyarakat adalah terhadap pendidikan agama. Karena yang
terjadi dalam masyarakat adalah sebuah doktrinasi terhadap agama. Agama
dianggap suatu hal yang tidak boleh diotak-atik dan sakral. Jika ada yang
melawannya maka mereka akan mendapat kutukan dari agama.
Agama sejatinya adalah unsur untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang terjadi dalam kehidupan akan
diberikan solusinya oleh agama. Karena agama mempunyai nilai ajaran yang suci.
Namun kesucian agama tidak membuat dirinya bersifat kaku dan kolot. Islam
sebagai agama seharusnya memberikan ruang terhadap kemajuan peradaban dunia
sehingga menjadikan masyarakat yang adil dan makmur.
Fakta
yang terjadi adalah agama dijadikan kedok untuk kepentingan pribadi. Seolah-olah
orang miskin menderita dan sengsara terhibur dengan iming-iming yang diberikan
oleh janji surgawi yang diberikan oleh agama. Ajaran yang diberikan seolah
kaku, dan sensitif terhadap agama yang berbeda paham. Mereka saling mengolok-olok
dan saling menyalahkan terhadap agama lain. Jika agama dirinya diolok-olok
pedang yang akan keluar. Dan anggapan dirinya adalah agama kami yang paling
benar. Jika ini diterapkan pada setiap agama, maka mereka saling meng-klaim
agama masing-masing adalah benar dan yang lain salah. Ketika menyalahkan yang
lain, toleransi yang dipegang-pegang dalam syiarnya berubah menjadi saling
membunuh. Islam yang dalam buku ini menyinggung amar ma’ruf nahi mungkar dan
rahmatan lil alamin adalah ucapan yang tak bermakna.
Inilah
yang disayangkan dari agama, hanya berkutat pada masalah itu saja. Padahal
permasalahan dalam masyarakat semakin komplek, dan dinamis. Islam hanya
berkutat pada masalah ajaran yang berbeda paham, dan enggan untuk beranjak
keluar dari permasalahan internalnya. Polemik agama memang dari dulu tak
kunjung selesai. Kejadian perang salib yang mengatasnamakan perang agama dengan
jalan jihad, yang diiming-imingi surgawi dari masing-asing pemeluk agama adalah
bukti agama sebagai alat politik untuk merebut kekuasaan. Fenomena yang tejadi
sekarang seperti tindakan pemberontakan ISIS yang menginginkan kekuasaan
berdasarkan kekhalifahan yang menolak bentukan pemikiran barat adalah bukti
bahwa agama dijadikan senjata ampuh untuk kepeningannya sendiri, tanpa
mementingkan kemaslahatan ummat.
Perlu
untuk mempertimbangkan ajaran yang intrinsik untuk menjadikan manusia yang
tidak hanya sekedar kedekatan dirinya pada Sang Khaliq, namun juga kedekatan
pada seluruh umat manusia. Kedekatan dalam sesama manusia adalah dengan saling
peduli dengan orang lain. Sehingga dapat menciptakan rasa keadilan bagi semua
manusia. Dan sistem yang perlu dirubah adalah pendidikan.
Pendidikan
agama sangat penting untuk dijadikan pedoman pada setiap insan. Namun pendidikan
agama tidak hanya terpaku pada Al-Qur;an dan As-sunnah saja. Namun juga perlu
adanya ijtihad karena perubahan zaman. Salah satu bukti ijtihad dalam
pendidikan agama adalah dengan adanya lembaga formal yang diselenggarakan dalam
perjenjangan. Yang outputnya akan dipakai dalam masyarakat dengan perangkat
ijazah sebagai bukti kelulusan.
Dalam
buku nalar spiritual, point ekskluvisme pendidikan islam, penting
meletakkan makna pendidikan agama islam atau pendidikan islam. Dalam konteks
pembelajaran PAI yang terdapat dalam pendidikan formal (sekolah) lebih
mengedepankan pada aspek pendidikan tauhid. Ketauhidan dalam pembelajarannya
lebih menekankan pada keyakinan atas tuhan yang satu yaitu Allah, dengan Islam
adalah ajaran agama yang paling benar. Secara tidak langsung bahwa ini dapat
menenggelamkan sikap pluralisme yang seharusnya tertanam dalam peserta didik
yang berkebangsaan Bhinika Tunggal Ika. Sehingga yang didapat oleh peserta
didik adalah menolak kebenaran agama lain, selain agama islam.
Yang
dikhawatirkan adalah ketika tertuang dalam kehidupan sosial. Orang akan berlaku
fanatik dengan agama yang dianutnya. Ketika ada orang selain islam mendapat
amanah sebagai seorang pemimpin Negara. Orang muslim akan tidak terima dengan
kenyataan tersebut. Pastilah ada pemberontakan untuk tetap pada pemimpin orang
islam. Itulah akibat pada terlalu fanatik pada agama. Maka perlulah adanya
perubahan pandangan yang lebih inklusif untuk membuka pola pikir kita terhadap
bangsa yang plural-multikultural ini.
Dalam
tuntutan zaman yang semakin modern, pendidikan juga perlu dimodernisasi supaya
minat masyarakat semakin tinggi. Salah satu upaya pendidikan agama dalam
memodernisasi adalah merubah IAIN menjadi UIN. Suatu gebrakan baru dalam dunia
pendidikan berbasik agama yang juga menerapkan ilmu umum. Suatu yang sangat
dinamis melihat perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat. Dalam buku
Paradigma baru Pendidikan dijelaskan bahwa Ilmu Agama yang otonom yang
diterapkan dalam lembaga pendidikan selain kurang peminatnya dibandingkan ilmu
umum.
Hal
tersebut membuktikan bahwa ada problem dalam ilmu agama. Jangan-jangan
pendidikan agama tidak bisa memberikan fungsinya untuk masyarakat. Sehingga
masyarakat kurang mempercayai lembaga agama dalam tuntutan masa mendatang. Memudarnya
ilmu agama islam membuat pemikir Islam untuk mengubah lembaga pendidikan islam
yang memuat ilmu umum. Sperti IAIN menjadi UIN yang didalamnya memuat ilmu
agama dan ilmu umum. Namun yang khawatirkan adalah minat ilmu agama yang
semakin terpojokkan sedangkan ilmu umum semakin menjulang tinggi. Seperti hanya
Perguruan tinggi UII, yang awalnya adalah berbasic keislaman, setelah membuka ilmu
umum posisi ilmu agama tersudutkan sehingga mengeluarkan diri membentuk IAIN.
Ada
sebuah ketidaksinkronan antara ilmu agama dan ilmu umum. Seolah keduanaya
berjalan sendiri walaupun dalam satu lintasan. Dalam artian mempunyai tujuan
yang sama namun punya cara yang berbeda. Orang memandang itu adalah
sekularisasi. Sedangkan orang islam yang rata-rata masih konservatif menolak
adanya sekularitas. Mereka menolak pemikiran-pemikiran barat yang cenderung
mengedepankan akal yang logis dan empiric. Islam yang textual memandang itu
suatu hal yang fatal dan berdosa.
Mungkin
itu salah satu yang menyebabkan Islam kalah dengan Barat. Islam enggan beranjak
untuk menuju modern. Orang islam masih beranggapan bahwa kesalehan adalah suatu
yang berkaitan dengan keislaman. Sedangkan ilmu umum dianggap kurang saleh yang
tak bisa mengantarkan ia pada kehidupan akhirat. Pahala didapat hanya mereka
yang mengikuti ilmu agama dan menerapkan ajaran islam. Yang menjadi pertanyaan
apakah yang islam itu hanya ilmu islam sedangkan ilmu umum tidak masuk dalam ranah
keislaman.
Jika
memang begitu pantas saja orang islam masih enggan untuk mempelajari ilmu umum.
Ilmu umum hanya dipandang sebuah keterampilan yang tak wajib untuk dijalankan. Keilmuan
sendiri telah terdikotomi menjadi banyak bagian. Disitu peserta didik memilih
untuk mengembangkan potensinya sesuai keilmuan mana yang diambil. Disinilah
letak kewajiban dalam menuntut ilmu. Sebut saja seseorang yang mendalami ilmu
kedokteran. Disinilah kewajiban seseorang dalam menuntut ilmu supaya
keilmuannya bermanfaat untuk kehidupan masyarakat. Bukan sekedar hanya belajar
ilmu agama dengan membaca hokum islam saja. Namun punya manfaat untuk orang
lain.
Pentingnya
ilmu umum terbukti dengan banyaknya peminat dibandingkan dengan ilmu agama. Hal
ini yang membuat penyandang lembaga pedidikan islam untuk berfikir keras untuk
dapat eksis dalam masyarakat. Pembaharuan yang fenomenal adalah dengan ilmu
agama dalam ranah ilmiah bukan dalam kedakwahan. Sehingga sesuatu yang yang
bersifat ilmiah selalu menimbulkan kritik. Jadi apapun doktrin yang masuk
selalu dientaskan melalui ilmiah apakah masuk akal atau hanya bersifat mistis
belaka. Jadi sesuatu tidak hanya asal taqlid saja namun juga ada upaya ijtihad
sesuai keampuan akalnya.
Dengan
adanya suatu pembaharuan, Islamic Studies terpecah menjadi dua kubu
antara sisi yang meletakkan islam dalam agama dan meletakkan islam dalam ilmiah.
Islam dalam ajaran meletakkan wahyu Tuhan yang mutlak dan sakral. Sehingga itu
berlaku selamanya tanpa perlu dipertimbangkan ulang. Sedangkan dalam meletakkan
islam secara ilmiah selalu menimbulkan kritik untuk dikaji secara keilmiahan
termasuk didalamnya wahyu Allah yang dianggap oleh ulama bahwa siapa yang mengkritik
Al-Qur’an sama saja mengritik Allah dan itu adalah perbuatan laknatullah.
Di
era yang semakin global ini, keilmiahan islam semakin menjawab tantangan zaman.
Dalam pengembangannya banyak ilmu umum yang disajikan untuk menguak kebenaran
keislaman. Seperti ilmu astronomi yang memperjelas kandungan ayat al-Qur’an
tentang peredaran bumi dan sistem tata surya. Adanya filsafat juga perenungan
secara metafisik, keagungan ciptaan yang diciptakan oleh Allah sehingga
menguatkan keimanan kita. Dan masih banyak lagi. Sehingga dalam perkembangannya
Islamic Studies tidak hanya mempelajari ilmu tauhid, kalam, dan hadist
saja namun juga tentang ilmu psikologi islam, ekonomi islam, dll.
Namun
disini yang namanya sekularisasi tetap masih tampak jelas jurang pemisahnya.
Rata-rata orang muslim hanya mempercayai ilmu umum yang berbasic islam dari
pada ilmu umum murni. Sehingga yang terjadi mereka hanya menerima ilmu dan
mengkaji keislaman saja tanpa mengkaji lebih jauh tentang keilmuan umumnya.
Padahal kebenaran ilmu umum bersifat relatif, kebenaran dapat berubah dengan adanya
kebenaran yang baru yang lebih logis dan empirik.
Jika
islam tidak mengikuti kebenaran yang bersifat relatif tersebut, maka tak dapat
mengikuti perkembangan ilmu umum yang semakin dinamis. Untuk itu sebagai orang
muslim kita harus terbuka dengan berbagai macam ilmu. Keislaman tidak hanya
terletak pada ilmu agama saja, namun juga seluruh ilmu yang sekiranya dapat
bermanfaat bagi orang lain adalah kesalehan ilmu yang sebenarnya.
Kesalehan
seseorang berdampak pada kehidupan seseorang. Kesalehan tidak semata-mata dia
yang berilmu agama tinggi saja namun juga ada realitas sosial. Dalam bab
pendahuluan buku nalar spiritual dijelaskan bahwa secara normatif islam
mengajarkan kepedulian pada kemanusiaan yang jauh lebih penting dan diatas
ritual pada Tuhan. Pada intinya adalah penting untuk meletakkan kehidupan
bersosial untuk membentuk kepedulian pada sesama manusia dan tindakannya untuk
memerangi penindasan.
Penting
untuk meletakkan kesalehan seseorang dalam kehidupan sosialnya untuk mejadikan
dirinya insan yang baik. Sehingga konteks yang ada di dalam buku Paradigma Baru
Pendidikan yaitu amar ma’ruf nahi mungkar akan terjalankan dengan baik. Amar
ma’ruf nahi mungkar yang sejatinya adalah menjalankan amal baik dan
meninggalkan perbuatan buruk yang selama ini ada dalam pegangan agama dapat
dijalankan dalam realitas sosial. Sehingga apa yang ada dalam ajaran agama dapat
diterapkan dalam kehidupan sosial. Bukan hanya mengurusi Tuhan saja, yang
ketika ajaran dirinya tidak sepaham dengan orang lain maka akan menjauhkan diri
dengan sosial mereka.
Sehingga
islam sebagai agama rohmatan lil ‘alamin dapat diakui oleh agama lain. Tidak hanya
mengecap rahmatan lil ‘alamain pada diri agamanya sendiri, namun juga
agama lainpun menyetujui dengan statement tersebut. Maka itu kita dapat
merangkul golongan lain, agama lain yang secara minoritas di negeri ini dengan
tidak adanya rasa takut namun rasa saling menghormai, menghargai agama satu
dengan lainnya, yang inoritas dapat menunjukkan suaranya, dengan itu kehidupan
akan lebih indah dengan toleransi dalam kehidupan masyarakat sosial.
0 komentar:
Posting Komentar