Filsafat
dan ilmu yang dikenal didunia barat dewasa ini berasal dari zaman Yunani kuno.
Pada zaman itu filsafat dan ilmu jalin menjalin menjadi satu dan orang tidak
memisahkannya sebagai dua hal yang berlainan. Keduanya termasuk ke dalam
pengertian episteme. Kata philisophia merupakan suatu padanan kata dari episteme.
Menurut
konsepsi filsuf besar Yunani kuno Aristoteles, episteme adalah “suatu
kumpulan yang teratur dari pengetahuan rasional dengan objeknya sendiri yang
tepat.” Jadi, filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan rasional, yakni
pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran atau rasio manusia.
Dalam
pemikiran Aristoteles selanjutnya, episteme atau pengetahuan rasional itu dapat
dibagi menjadi tiga bagian yang disebutnya:
1.
Praktike (pengetahuan praktis)
2.
Poietike (pengetahuan produktif)
3.
Theoreitike (pengetahuan teoritis)
Theoritike
atau pengetahuan teoritis oleh Aristoteles dibedakan pula menjadi
tiga kelompok dengan sebutan :
1.
Mathematike (pengetahuan matematika)
2.
Physike (pengetahuan fisika)
3.
Prote philosophia (filsafat Pertama)
Filsafat
pertama adalah pengetahuan yang menelaah peradaban yang abadi, tidak berubah,
dan terpisah dari materi. Aristoteles mendefinisikannya sebagai ilmu tentang
asas-asas pertama atau yang dikenal sebagai metafisika.
Matematika,
fisika, dan metafisika telah cukup berkembang pada masa hidup Aristoteles.
Sekitar dua ratus tahun sebelumnya telah lahir pemikir yang mempelajari
bidang-bidang tersebut. Seorang pemikir pertama yang dikenal sebagai Bapak
Filsafat yaitu Thales. Sebagian sarjana kemudian mengakuinya pula sebagai ilmuwan
pertama di dunia. Bangsa Yunani menyebutkan bahwa dia adalah salah seorang dari
tujuh orang arif Yunani.
Thales
memperkembangkan filsafat alam kosmologi yang mempertanyakan asal mula, sifat
dasar, dan struktur komposisi dari alam semesta. Menurutnya semua berasal dari
air sebagai dasar materi kosmis. Sebagai ilmuwan ia mempelajari magnetisme dan
listrik yang merupakan pokok soal fisika. Ia juga berusaha mengembangkan
astronomi dan matematika dengan antara lain mengemukakan pendapat bahwa bulan
bersinar karena memantulkan cahaya matahari, menghitung terjadinya gerhana
matahari, dan membuktikan dalil-dalil geometri. Salah satu yang dibuktikannya
ialah dalil bahwa kedua sudut alas dari suatu segitiga sama kaki adalah sama
besarnya. Dengan demikian, ia merupakan ahli matematika Yunani yang pertama dan
oleh penulis yang sekarang dinyatakan sebagai Bapak dari penalaran deduktif.
Selanjutnya
muncullah Pythagoras. Pemikir dan tokoh matematik ini mengemukakan sebuah
ajaran metafisika bahwa bilangan-bilangan merupakan intisari semua benda serta
dasar pokok dari sifat-sifat benda. Dalilnya berbunyi,”bilangan memerintah
jagad raya ini”. Menurut Pythagoras, kearifan yang sesungguhnya itu hanyalah
dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Oleh karena itu, ia tidak mau disebut sebagai
orang arif sebagaimana halnya Thales, melainkan menganggap dirinya hanya seorang
philosophia yang terjemahannya secara harafiah adalah cinta kearifan. Dengan
demikian sampai sekarang secara etimologi dan singkat sederhana filsafat masih
diartikan sebagai cinta kearifan.
Pythagoras
berpendapat bahwa matematika merupakan suatu sarana atau alat bagi pengetahuan
filasafati.
Pendapat ini kemudian memperoleh pengukuhan dari Plato. Ia menegaskan bahwa
filsuf adalah 10 pencinta pandangan tentang kebenaran, sedang filsafat
merupakan pencarian yang bersifat perekaan terhadap pandangan seluruh
kebenaran. Filsafat Plato disebut sebagai filsafat spekulatif. Menurut pendapat
Plato, geometri sebagai pengetahuan rasional berdasarkan akal murni menjadi kunci
kearah pengetahuan dan kebenaran filasafati serta bagi pemahaman mengenai sifat
dasar dari kenyataan terakhir. Geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni
membuktikan posisi-posisi abstrak mengenai hal-hal yang abstrak seperti garis
lurus sempurna, lingkaran sempurna atau segitiga sempurna.
Salah
satu murid plato yang paling cemerlang yang belajar di akademinya adalah
Aristoteles. Tokoh pemikir ini menyusun konsepsinya tentang pembagian
pengetahuan rasional seperti yang telah diuraikan diatas. Mengenai peranannya
dalam filsafat yang berkaitan dengan ilmu Aristoteles merupakan seorang filsuf
ilmu yang pertama. Ia menciptakan cabang pengetahuan itu dengan menganalisis
problem-problem tertentu yang timbul dalam hubungannya dengan penjelasan
Ilmiah.
Dari
selintas perkembangan filsafat dan ilmu yang telah diuraikan ternyata sejak
zaman Yunani kuno sesungguhnya berkembang tidak hanya dua melainkan empat
bidang pengetahuan yaitu, filsafat, ilmu, matematika dan logika. Masing-masing
kemudian mengalami perkembangan kearah yang lebih luas.
1.
Filsafat
Filsafat
dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagad raya yang selanjutnya berkembang ke
arah kosmologi. Filsafat ini kemudian menjurus pada filsafat spekulatif pada
Plato dan metafisika pada Aristoteles. Setelah mulai beralih memasuki zaman
Romawi kuno, para pemikir mencari keselarasan antara manusia dan alam semesta.
Keselarasan itu dapat tercapai bilamana manusia hidup sesuai dengan alam dalam
arti mengikuti petunjuk akal (sebagai asas tertinggi sifat manusiawi) dan
mengikuti hukum alam dari Logos (sebagai akal alam semesta).
Dalam
abad pertengahan, filsafat dianggap sebagai pengetahuan yang tertinggi. Namun
kedudukan dan perannya adalah sebagai pelayan dari teologi. Kebenaran yang
diterima oleh kepercayaan kepercayaan melalui wahyu tidak dapat ditentang oleh
kebenaran filasafati yang diperoleh dari akal manusia. Filsafat merupakan sarana
untuk menetapkan kebenaran-kebenran tentang Tuhan yang dapat dicapai oleh akal
manusia itu. Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang mnejadi dua jalur
yaitu filsafat alam dan filsafat moral.
Perkembangan
filsafat berjalan terus seiring dengan perkembangan berbagai ilmu baru. Sesudah
memasuki
abad XX filsafat dalam garis besarnya dibedakan menjadi dua ragam, yakni
filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis itu kemudian oleh
sebagian filsuf disebut filsafat analitik. Ragam filsafat analitik membahas pertanyaan-pertanyaan
tentang arti (meaning) dari pengertian-pengertian yang digunakan dalam
filsafat. Dengan perkataan lain, filsafat analitis terutama memusatkan
perhatian pada analisis secara cermat terhadap makna pengertian yang
diuperbincangkan dalam filsafat seperti misalnya substansi, eksistensi, moral,
realitas dsb. Sedangkan filsafat spekulatif sesungguhnya merupakan sebutan lain
dari metafisika.
2.
Ilmu
Pada
zaman Yunani kuno episteme atau pengetahuan rasional mencakup filsafat
maupun ilmu. Tidak terdapat masalah besar atau kebutuhan penting untuk
membedakan kedua jenis pengetahuan itu. Thales sebagai seorang filsuf juga
mempelajari astronomi, dan topik-topik pengetahuan yang termasuk fisika. Fisika
adalah pengetahuan teoritis yang mempelajari alam. Pengetahuan ini kemudian
lebih banyak disebut filsafat Alam. Tetapi, pada zaman Renaissance sejak abad
XIV sampai abad XVI terjadi perkembangan baru.
Tokoh-tokoh
pembaharu dan pemikir seperti Galileo Galilei, Francis Bacon dan pada abad berikutnya
Rene Descartes, dan Isaac Newton memperkenalkan metode matematik dan metode
eksperimental untuk mempelajari alam. Dengan demikian. Pengertian filsafat Alam
memperoleh arti khusus sebagai “penelahaan sistematis terhadap alam melalui
pemakaian metode-metode yang diperkenalkan oleh para pembaharu dari zaman
Renaissance dan awal abad XVII.”1
Jadi,
sejak abad XVII filsafat Alam sesungguhnya bukanlah pengetahuan filsafat,
melainkan pengetahuan yang kini dikenal sebagai Ilmu Alam. Perkembangan ilmu
itu mencapai puncak kejayaan di tangan Newton. Ilmuwan Inggris ini antara lain
merumuskan teori gaya berat dan kaidah-kaidah mekanika dalam karya tulis yang
diberi judul Philosophiae Naturalis Principa (azas-azas mekanik dari
Filsafat Alam), terbit tahun 1687.
Dalam
perkembangan selanjutnya pada abad XVIII, philosophia naturalis memisahkan
diri dari filsafat dan para ahli menyebutnya kembali dengan nama fisika. Cabang-cabang
lainnya yang tercakup dalam pengertian ilmu modern juga berkembang pesat berkat
penerapan metode empiris yang makin cermat, pemakaian alat keilmuan yang lebih
lengkap, dan komunikasi antar ilmuwan yang senantiasa meningkat. James Conat
menyatakan bahwa ilmu modern mencapai tahap berjalan dan berbicara pada tahun
1700 dan mulai memasuki taraf kedewasaan pada sekitar tahun 1780.2
Setelah
dewasa masing-masing ilmu lalu memisahkan diri dari filsafat seperti halnya
fisika. Pemisahan diri dilakukan oleh biologi pada awal abad XIX dan oleh
psikologi pada sekitar pertengahan abad itu. Cabangcabang ilmu lainnya seperti
Sosiologi, Antropologi, Ilmu ekonomi dan Ilmu politik kemudian juga tegas-tegas
terpisah dari filsafat. Seterusnya menurut pengamatan Henry Aiken, dalam abad
XX filsafat memberikan kelahiran pada ilmu-ilmu yang tampaknya juga bebas berupa
Logika Formal, Linguistik, dan Teori tanda. Dalam pertengahan abad ini dapat
pula disaksikan lahirnya serangkaian ilmu antar displin seperti misalnya ilmu
prilaku yang menggabungkan psikologi dengan berbagai cabang ilmu sosial seperti
sosiologi dan antropologi untuk menelaah tingkah laku manusia.
Jadi
dalam zaman modern timbul kebutuhan untuk memisahkan secara nyata kelompok
ilmu-ilmu modern dari filsafat karena perbedaan ciri-cirinya yang sangat
mencolok. Filsafat kebanyakan masih bercorak spekulatif, sedang ilmu-ilmu
modern telah menetapkan metode-metode empiris, eksperimental, dan induktif. Kini
secara pasti semua cabang ilmu dinyatakan sebagai ilmu-ilmu empiris. Sifat
empiris inilah yang membentuk ciri umum dari kelompok ilmu modern dan yang
membedakannya dari filsafat.
3.
Matematika
Bidang
pengetahuan yang ketiga setelah filsafat dan ilmu yang berkembang sejak zaman
Yunani kuno ialah matematika. Oleh karena tergolong rumpun pengetahuan teoritis
yang sama, sudah barang tentu matematika mempunyai hubungan yang cukup erat
dengan kedua bidang pengetahuan yang terdahulu itu. Matematika sejak dahulu
menjadi pendorong bagi perkembangan filsafat. J.B. Burnet misalnya menyatakan
bahwa perkembangan filsafat Yunani bergantung pada kemajuan penemuan ilmiah khususnya
matematika lebih daripada sesuatu hal lainnya.3
Seorang
ilmuwan astronomi terkenal yang berbicara tentang kaitan matematika dengan
filsafat ialah Galileo. Ucapannya yang tekenal itu berbunyi demikian, “
filsafat ditulis dalam buku besar ini, jagad raya yang terus menerus terbentang
terbuka bagi pengamatan kita. Tetapi, buku itu tidak dapat dimengerti jika
seseorang tidak terlebih dahulu belajar memahami bahas dan membaca huruf-huruf
yang dipakai untuk menyusunnya. Buku itu ditulis dalam bahasa matematika….”
Sejak
permulaan hingga dewasa ini filsafat dan metematika terus menerus saling
mempengaruhi. Filsafat mendorong perkembangan matematika dan sebaliknya
metematika juga memacu pertumbuhan filsafat. Perbincangan-perbincangan paradoks
yang dikemukakan oleh filsuf Zeno misalnya telah mendorong lahirnya
konsep-konsep matematika. Sejak zaman kuno hingga abad XX ini, filsafat dan
matematika berkembang terus-menerus melalui pemikiran tokoh-tokoh yang
sekaligus merupakan seorang filsuf juga ahli matematika seperti misalnya
Descartes, Gottfried Wilhelm von Leibinz, Auguste Comte, Whitehead dan Bertrand
Russell.
Kaitan
erat antara matematika dengan ilmu-ilmu modern kiranya tidak perlu
doipersoalkan lagi. Pada abad XVII metematik menjadi perintis dari bagian yang
terpenting dari ilmu alam. Newton membongkar rahasia alam dengan mempergunakan
matematika. Pada dewasa ini banyak ahli matematika dan ilmuwan alam menyatakan
bahwa matematika adalah bahasa ilmu.
4.
Logika
Logika
adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan dan tata cara
penalaran yang benar. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha
tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain
yang diketahui. Pernyataan lain yang telah diketahui itu disebut pangkal pikir
(premise), sedangkan pernyataan baru yang diturunkan dinamakan
kesimpulan.
Walaupun
tidak disebutkan sebagai pengetahuan rasional yang termasuk dalam episteme,
logika adalah sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional. Menurut yang
Aristoteles mempelopori pengetahuan jenis keempat ini, logika (waktu itu masih
disebutnya sebagai analytika) merupakan suatu alat ilmu (instrumen of
science) di luar epistemi yang justru diperlukan untuk mempelajari
kumpulan pengetahuan rasional itu.
Dalam
abad pertengahan, wibawa Aristoteles diakui sedemikan tinggi sehingga
pengetahuan logikanya dijadikan mata pelajaran wajib dalam pendidikan untuk
warga bebas. Para pendeta dan guru mengajarkan filsafat sebagai pengetahuan
tertinggi bersama-sama dengan logika Aristoteles. Logika yang dikembangkan oleh
Aristoteles dan selanjutnya diperlengkapi oleh ahli-ahli logika abad
pertengahan dan masa berikutnya kemudian terkenal dengan sebutan logika
tradisional. Sampai dengan abad XIX logika tradisional merupakan satu-satunya
pengetahuan tentang penalaran yang betul untuk studi dan pendidikan.
Tetapi,
mulai pertengahan kedua abad XIX dikembangkan logika yang kemudian tergolong
sebagai logika modern oleh ahli-ahli matematika seperti George Boole, Auguste
De Morgan, dan Gottlob Frege. Pada dewasa ini logika telah menjadi bidang
pengetahuan yang amat luas dan tidak lagi senata-mata bersifat filasafati,
melainkan juga bercorak sangat tehnis dan ilmiah. Lebih-lebih logika modern
telah tumbuh begitu pesat dan demikian beragam sehingga mendesak logika
tradisional ke samping dan menjadi bagian kecil yang kurang berarti. Logika
modern yang semula hanya mencakup logika perlambang kini meliputi antara lain logika
kewajiban, logika ganda-nilai, logika intusionistik, dan berbagai system logika
tata baku.
Selain
hubungannya yang erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini juga
telah mengembangkan berbagai metode logis yang banyak sekali pemakaiannya dalam
ilmu-ilmu. Kini selain deduksi dan induksi yang merupakan metode-metode pokok,
juga dikenal berbagai metode lainnya seperti analisi logika, abstraksi, analogi,
serta pembagian dan penggolongan logis. Sebagai misal, metode yang umumnya
pertama dipakai oleh sesuatu ilmu ialah penggolongan logis. Ilmu-ilmu yang banyak
memakai grafik dalam penjelasannya pada dasarnya
menetapkan
metode analogi.
Selain
itu, logika modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai pengertian
cermat, lambing yang abstrak, dan aturan yang diformalkan untuk keperluan
penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang
rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan ternyata mempunyai pula penerapan misalnya
dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik yang tiadak
mempunyai kaitan dengan argumen.
Demikianlah
pertumbuhan empat jenis pengetahuan rasional yang telah dipaparkan secara
singkat diatas yang pada akhirnya dalam dewasa ini bermuara pada suatu bidang
pengetahuan rumit yang dinamakan filsafat ilmu.
Catatan:
1
Jean Dieudonne, “Matematics”, Collier’s Encyclopedia, Volume 15, 1970.
p. 543.
2
James B. Conant, Modern Science and Modern Man, 1954, p.6.
3
J.B. Burnet, Greek philosophy, 1943, dimuat dalam Stepen Korner, Fundamental
Questions in Philosophy: One Philosopher’s Answer, 11964, Preface, p.ix.
Sumber:
Filsafat Ilmu oleh Wisma Pandia, S.Th.,
Th.M., Diktat Kuliah Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia (Philadelphia Baptist
Evangelical Seminary)
0 komentar:
Posting Komentar