BAB
1
PENDAHULUAN
Pengetahuan
itu bukan suatu salinan dari obyek dan tidak berbentuk kesadaran apriori yang
sudah ditetapkan di dalam diri subyek[1]. Teori
ini meneliti tentang kesadaran yang kaitannya dengan rasa dan merasakan serta
menalari sesuatu. Adapun gejala-gejala sadar yang ditimbulkan yaitu; berpikir,
berkhayal, menilai, mengingat, dll. Adapun pengertian kognitif sendiri yaitu
suatu potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut
kemampuan rasional (akal).
Teori
kognitif lebih menekenkan pada bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu berbeda
dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku
yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon terhadap stimulus yang datang
pada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif.
Dari aspek tenaga pendidik misalnya seorang guru diharuskan memiliki kompetensi
bidang kognitif, artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual
seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar,
pengetahuan cara menilai siswa, dsb.
Ada
beberapa faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif, diantaranya
yaitu: fisik, kematangan, dan pengaruh sosial. Dari faktor-faktor tersebut
dapat memunculkan permasalahan seperti ketika seseorang ingin mengembangkan
pengetahuan, kontak dengan dunia fisik tidaklah cukup kecuali jika memang
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut. Pengalaman fisik dapat
memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif. Struktur kognitif
merupakan mental framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi
dari lingkungan dan menginterpretasikannya serta menstransformasikannya.
Ketika
seseorang beradaptasi terhadap lingkungannya akan terjadi dua proses:
a. Seseorang
memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya.
(dinamakan asimilasi)
b. Seseorang
memodifikasi dirinya ssehingga lebih menyukai lingkungannya. (dinamakan
akomodasi)
Melalui
kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ketahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai
keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya
dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan
seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian
di atas.
Rumusan masalah:
a.
Pengertian kognitif
b.
Penjelasan konsep dari judul
c.
Latar historis teori yang dibahas
d.
Penjelasan teori kognitivisme dari berbagai segi
e.
Implementasi teori kognitivisme dalam proses pembelajaran
BAB
II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
kognitif
Di
dalam pendahuluan telah sedikit disinggung mengenai kognitif. Akan tetapi apa
arti kognitif yang sebenarnya? Lalu apa perkembangan kognitif yang itu?. Jean
Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget,
terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
b.
Penjelasan
konsep dari judul
Kecenderungan
organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organism untuk
mengintegasi proses-proses sendiri menjadi sistem-sistem yang koheren. Adaptasi
dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organism untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial. Piaget yakin bahwa kita
menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan
mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi, ketika individu menyesuaiakan diri
dengan informasi baru. Dalam teori perkembangan Piaget dideskripsikan bagaimana
manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi.
Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009), perkembangan kognitif
dipengaruhi oleh kematangan yang berkaitan dengan perubahan biologis yang
terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani
lingkungan dan belajar dari lingkungan tersebut. Transmisi sosial berkaitan
dengan interaksi dengan orang-orang disekitar dan belajar dari hal tersebut.
Piaget
membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode:
1. Periode
sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Tahapan ini menandai perkembangan
kemampuan dan pemahaman spatial / persepsi penting dalam enam sub-tahapan.
2. Periode
praoperasional (usia 2-7 tahun)
Ciri dari tahapan ini adalah operasi
mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengn gambaran dan kata-kata.
3. Periode
operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
Pada tahapan ini mempunyai cirri berupa
penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan
operasional konkrit adalah; pengurutan, klasifikasi, decentering
(mempertimbangkan), reversibility, konservasi dan penghilangan sifat
egosentrisme.
4. Periode
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
c.
Latar historis teori yang dibahas
Teori
kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer)
yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu
keseluruhan.
d.
Penjelasan
teori kognitivisme dari berbagai segi
Dalam teori kognitif sosial
(social cognitive theory). Teori ini dijelaskan bahwa manusia sebagai
organisme yang dinamis dalam memproses informasi dan sebagai organisme sosial.
Kebanyakan dari proses belajar kita melibatkan orang lain dalam setting sosial dan berdasarkan observasi
dan interaksi dengan orang lain inilah kognisi kita terus berkembang. Riset
Bandura biasanya merefleksikan situasi dan problem kehidupan nyata dan
subjeknya adalah manusia yang berinteraksi dengan manusia lain. Menurut
Bandura, kemampuan manusia untuk membuat simbol membuat mereka bisa
merepresentasikan kejadian, menganalisis pengalaman sadarnya, berkomunikasi
dengan orang lain yang dipisahkan oleh jarak dan waktu, merencanakan,
menciptakan, membayangkan, dan melakukan tindakan yang penuh pertimbangan.
Bandura menganggap penting proses
kognitif dalam penentuan perilaku manusia, karena perilaku seseorang sebagian
ditentukan oleh proses kognitifnya, maka jika proses kognitif tidak akurat
dalam merefleksikan realitas akan mungkin muncul perilaku yang salah
(maladaptif). Bandura memberi beberapa sebab munculnya faulty cognitive processes
(proses kognitif yang salah). Pertama, anak mungkin mengembangkan kepercayaan
salah karena mereka cenderung mengevaluasi segala sesuatu berdasarkan
penampilan. Kedua, kesalahan dalam pemikiran terjadi ketika informasi diambil
dari bukti yang kurang cukup. Ketiga, kekeliruan dalam berfikir dapat muncul
dari kesalahan memproses informasi. Misalnya jika orang percaya bahwa semua
petani kurang cerdas, mereka akan menyimpulkan bahwa setiap petani pasti kurang
cerdas. Dalam beberapa kasus, keyakinan yang salah bisa memunculkan perilaku
yang ganjil, seperti ketika seseorang percaya bahwa dirinya adalah “Tuhan”.
Fobia juga bisa memicu perilaku defensif yang ekstrem, seperti seseorang tak
mau keluar dari rumahnya karena takut anjing.
1. Menurut Sudut pandang teori konstruktivisme
Sejak
lahir manusia telah mempunyai potensi kognitif, akan
tetapi manusia tidak dibekali dengan pengetahuan
empiris atau aturan metodologis dalam
pikirannya. Kita tidak pernah memperoleh
pengetahuan yang telah jadi atau dalam
paket-paket yang dapat dipersepsi secara
langsung. Semua pengetahuan, metode untuk
mengetahui, dan berbagai disiplin ilmu yang
ada dalam masyarakat dibangun (constructed) oleh
pikiran manusia. Paham ini selanjutnya dikenal
dengan konstruktivisme. Phillips dalam Light dan
Cox (2001) melihat bahwa konstruktivisme
telah menjadi agama sekular bagi perkembangan teori dan
penelitian di bidang pendidikan secara luas. Namun demikian
teori-teori yang bernafaskan konstruktivisme itu
satu sama lain bervariasi secara signifikan.
2. Menurut Sudut pandang teori behaviorisme
Behaviorisme
mengkaji tentang perilaku yang tidak berhubungan dengan kesadaran atau konstruk
mental. Behaviorime memandang manusia sebagai makhluk berpembawaan pasif di
dalam hubunganya dengan lingkungan. Sementara kognitivisme lebih menekenkan
pada bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional
yang dimiliki oleh orang lain. Secara tradisi kognisi dikontraskan dengan
konasi dan afeksi.[2]
Pemusatan perhatian kognitivisme terhadap kognisi karena di dalam anggapan para
pakarnya aspek kognisilah yang paling dominan mempengaruhi perilaku dan menjadi
sentral dari aspek-aspek kejiwaan lainnya.[3]
e.
Implementasi
teori kognitivisme dalam proses pembelajaran
1.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda
dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa
yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2.
Anak-anak akan belajar lebih baik
apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Hal ini harus melibatkan peran
guru, yaitu mampu membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya.
3. Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Inti
dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran :
1.
Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental
anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru
harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut.
2.
Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak
diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.
Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan
untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan
terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang
sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan : Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi
dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif
mereka sendiri. Teori kognitif lebih menekenkan pada bagaimana proses atau
upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang
lain. Oleh sebab itu berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan
pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon
terhadap stimulus yang dating pada dirinya.
Teori
kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer)
yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu
keseluruhan.
Implementasi
teori Piaget dalam pembelajaran :
1.
Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental
anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru
harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut.
2.
Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak
diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.
Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan
untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan
terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang
sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.
B.
SARAN
Adapun saran yang dapat diterima
adalah:
1) Kepada mahasiswa, diharapkan makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang teori kognitifisme dan
implementasinya dalam pembelajaan.
2) Kepada penulis sendiri, diharapkan
penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman secara mendalam
mengenai teori kognitifisme dan implementasinya dalam pembelajaan.
0 komentar:
Posting Komentar