A.
PENDAHULUAN
Kata-kata mazhab merupakan sighat
isim makan dari fi’il madli zahaba. Zahaba artinya pergi; oleh karena itu
mazhab artinya : tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah :
maslak, thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Demikian
pengertian mazhab menurut bahasa.
Pengertian mazhab menurut istilah
dalam kalangan umat Islam ialah : Sejumlah dari fatwa-fatwa dan
pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun
lainnya[1].
Sekilas tentang 4 Mazhab:
1. Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah :
Nu’man bin Tsabit bin Zautha.Diahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H
= 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’i
R.A. Beliau lebih dikenal dengan sebutan : Abu Hanifah An Nu’man.
2.
Mazhab Maliki
Mazhab
Maliki adalah merupakan kumpulan pendapat-pendapat yang berasal dari Imam Malik
dan para penerusnya di masa sesudah beliau meninggal dunia. Nama lengkap dari pendiri mazhab ini ialah : Malik bin
Anas bin Abu Amir. Lahir pada tahun 93 M = 712 M di Madinah. Selanjutnya dalam
kalangan umat Islam beliau lebih dikenal dengan sebutan Imam Malik. Imam Malik
terkenal dengan imam dalam bidang hadis Rasulullah SAW.
3.
Mazhab Syafi’i.
Mazhab
ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan
Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah tahun 150 H bersamaan dengan
tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.Guru Imam
Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid, seorang Mufti di Mekah. Imam
Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal
Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian beliau mempelajari
hadits dan fiqh.
4.
Mazhab Hambali.
Pendiri
Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal
Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun
241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai
negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz, Yaman, Kufah
dan Basrsh. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab
Musnadnya[2].
Atas
dasar dari kesimpulan 4 madzhab tersebut maka makalah kali ini akan membahas
tentang Mazhab Hambali yang diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi
seputar mazhab tersebut[3].
B.
PEMBAHASAN
1.
Biografi Imam Ahmad ibn Hambali
Beliau bernama
Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal ibn Hilal Ibn Asad al-Syaibani al-Marwazi. Ia
lahir di Baghdad pada Tahun 164 H, dibesarkan dan wafat disana pada Tahun 231
H. Ahmad ibn Hambal dilahirkan ketika kekalifahan dipegang oleh Musa Al-Mahdi
dari kalangan Abbasiyah.
Adapun
Guru Imam Hambali adalah
a. Muhammad ibn
Idris Al-Syafi’i
b. Hasyim
c. Abu Yusuf
d. Ibrahim Ibn
Sa’ad
e. Sufyan Ibn
Uyainah
Dan
murid-muridnya antara lain :
a. Shalih ibn
Ahmad Ibn Hambali
b. Abdullah Ibn
Ahmad Ibn Hambali
c. Ahmad ibn
Muhammad ibn Hani abu Bakar
d. Abdul malik
Ibn Abd Al-Hamid
e. Ahmad Ibn
Muhammad IbnAl-Hajjaj[4]
Sebagaimana
diketahui bahwa Imam Ahmad dilahirkan di Baghdad, kemudian melakukan perjalanan
ke berbagai daerah. Daerah yang pernah dikunjungi adalah Kufah, Bashrah, Mekah,
Madinah, Syam, dan Yaman. Perjalanan ini dilakukan untuk belajar dan
mengumpulkan Hadist, karena perjalanan yang begitu luas dalam mengumpulkan
hadist Imam ibn Hambal menurut beberapa ulama’ dikenal dengan ahli hadist bukan
imam Fiqh. Akan tetapi Imam Ahmad memiliki salah satu guru dalam belajar ilmu
Fiqih yang berkesan yaitu Imam Syafi’I yang dijumpainya di Baghdad. Ia pun
menjadi murid Imam Syafi’I yang terpenting bahkan menjadi seorang mujtahid
mandiri. Orang yang belajar hadist akan mengenalnya seperti halnya orang yang
belajar ilmu fiqh. Karena belajar kepada Imam Syafi’I, para pengikut Imam
Syafi’I menilai bahwa Ahmad Ibn Hambal adalah pengikut Imam syafi’I, meskipun
dalam kasus tertentu ia berijtihad sendiri. Selain Imam Syafi’I yang dikenal
menjadi guru Imam Ahmad adalah Abu Yusuf yaitu murid dan penerus Madzhab
Hanafi. Akan tetapi dalam proses Tasyri’ Imam Hambali banyak.
Terpengaruh
oleh Imam Syafi’I, yang masih nelakukan pendekatan tekstual, tidak seperti imam
Hanafi yang menggunakan Ra’yu dan Qiyas dalam mengistinbathkan hukum.
Sumber-Sumber
Hukum Madzhab Hambali
Pendapat-pendapat Ahmad ibn Hambal
dibangun atas lima dasar yaitu sebagai berikut :
·
Al-Nushush
dari Al-qur’an dan Sunnah. Apabila
ia menemukan nash maka ia menggunakan nash tersebut, dan ia menfatwakanya, ia
mendahulukan nash atas fatwa sahabat. nash yang dimaksud disisni adalah
al-quran dan al-hadist, bedanya adalah sumber fiqh islam. Seluruh para sahabat
dalam berpendapat akan berbeda akan tetapi dalam berpendapat tetap tidak keluar
dari sumber pokok yaitu al-quran dan al hadist shohih. Contoh Al-quran:
"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan ulil
amri kamu, kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih baik
akibatnya." (an-Nisâ': 59) dan Al-hadits Artinya: "Segala sesuatu
beasal dari niat (Bukhori - muslim)
·
dan
Sunnah atau Al-Hadits. Contoh Al-hadits Artinya: "Segala sesuatu beasal
dari niat (Bukhori - muslim)
·
Apabila fatwa sahabat Nabi SAW. Ketika didalam nash
tidak diketemukan maka ia menggunakan fatwa sahabat, dan apabila fatwa sahabat
ada yang menyalahi dan ada perselisihan diantara mereka maka yang ia ambil
yaitu yang dipandang lebih dekat kepada nash, baik al-quran maupun al-hadist.
Begitulah imam hambali dalam menyelesaikan permasalah ketika sudah tidak
ditemui dalam al-quran dan al-hadistmaka perkataan sahabatlah yang akan menjadi
hujjah dengan ketentuan yang ada di atas. Contoh : Abu Bakar berpendapat dalam hal peperangan “
Jika orang kafir sudah bersembunyi kkarena takt, maka kita tidak boleh
membunuhnya ”.
·
Imam
Ahmad mengambil hadist mursal dan Dhaif sekiranya tidak ada dalil yang
menghalanginya. Dimaksud dengan Dhaif disini bukan Dhaif yang batil dan yang
mungkar. Tetapi Dhaif yang tergolong sahih atau hasan. Dalam pandangan imam
ahmad, hadist itu tidak terbagi atas sahih, hasan dan dhaif, tetapi terbagi
atas dua yaitu shahih dan dhaif saja. Pembagian hadist menjadi shahih, hasan
dan dhaif dipopulerkan oleh al-Tirmidzi (209-279 H). Karenanya tidak
mengherankan kalau di masa Imam Ahmad pembagian hadist masih kepada shahih dan
dhaif. Hadist dhaif ada bertingkat-tingkat. Yang dimaksud dhaif tadi adalah
pada tingkat yang paling atas. Contoh Mursal :
أَنّ رَسُوْلَ اللهِ ص.م : نَهَى عَنْ بَيْعِ الْمُزَابَنَةِ (روه مسلم
Artinya : Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara muzabanah (HR. Muslim).
Contoh hadits Dhoif : مَنْ أَتَى حَائِضًا
اَوْاِمْرَاةً فِى دُبُرِهاَ اَوْ كاَهِنًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ عَلَى
مُحَمَّدٍ Artinya : barang siapa melakukan hubungan intim dengan istrinya
yang dalam keadaan haid atau melalui jalan belakang atau mendatangi peramal,
maka ia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad.
·
Qiyas.
Apabila imam ibn hambal tidak menemukan dasar hukum dari ke empat dasar
istinbath yaitu al-quran, al-hadist, fatwa sahabat, hadits mursal dan dho’if,
baru ia akan menggunakan al-qiyas atas dasar darurat, ia berkata : سَاَءلْتُ الشَّافِعِي عِنْ الْقِيَاسِ فَقَالَ :اِنَّمَايُصَارُ
اِلَيْهِ عِنْدَ الضَّرُوْرَةِ Artinya : “aku bertanya kepada ash-syafi’I
tentang qiyas, maka dia berkata hanya saja diambil qiyas itu ketika darurat”.
Contoh : Minum narkotik adalah suatu perbuatan yang perlu diterapkan hukumnya,
sedang tidak satu nashpun yang dapat dijadikan sebagai dasar hukumnya. Untuk
menetapkan hukumnya dapat ditempuh cara qiyas dengan mencari perbuatan yang
lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu perbuatan minum khamr,
yang diharamkan berdasar firman Allah SWT[5]
Kitab-kitab Imam Hambali
Kitab-kitab Imam Hambali selain
seorang ahli mengajar dan ahli mendidik, ia juga`seorang pengarang. Beliau
mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan direncanakannya, yang isinya
sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup sesudahnya.
Di antara kitab-kitabnya adalah sebagai
berikut (Huzaemah, 1997):
1. Kitab Al-Musnad.
2. Kitab Tafsir al-Qur’an.
3. Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh.
4. Kitab al-Muqqodam wa al-Muakhkar
fi al-Qur’an.
5. Kitab Jawabul al-Qur’an
6. Kitab al-Tarikh
7. Kitab Manasiku al-Kabir
8. Kitab Manasiku al-Shagir
9. Kitab Tha’atu al-Rasul
10. Kitab al-‘illah
11. Kitab al-Shalah
2.
Fikih Imam Ahmad Bin Hanbali
Fiqih
Imam Ahmad bersumber pada ajaran Islam yang asli dan jernih. Ia menegaskan ‘Din
itu kitabulloh ‘Azza Wajalla, atsar, sunan, riwayat shohih yang diambil dari
riwayat tsiqoh dalam meriwayatkan dan dikenal satu sama lain saling membenarkan
hingga sampai sanadnya sampai Rasululloh atau Shahabatnya, tabi’in, dan tabi’it
tabi’in. Tidak tertuduh dalam kedustaan dan tidak pula diragukan kebenarannya.
Mereka bukanlah ahli Qiyas dan Ahli Ra’yu. Karena qiyas dalam Agama adalah
batil, dan ra’yu lebih batil darinya. Ashab ra’yu dan qiyas dalam Agama adalah
penganut bid’ah yang menyesatkan, kecuali bila itu telah dilakukan oleh salaf
sebelumnya dari para Imam[6].
Pokok-pokok
Aqidah Imam Ahmad adalah Kitabulloh dan As-sunnah adalah sumber ajaran aqidah
diperoleh, tanpa boleh disimpangkan, dikurangi atau ditambah. Selamaa nash-nash
tentang akidah itu telah ditetapkan, maka tak perlu lagi dipermasalahkan.
Karena pengikut Madzhab Hambali menolak ulasan dan pendapat yang diutarakan
oleh Ahlul kalam[7].
3.
Pendapat-pendapat Imam Hambali
Imam
Hambali bukan golongan orang-orang yang membenarkan pendapat-pendapat akal
secara mutlak, tanpa bersandar kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan sama sekali
tidak mau berdebat. Karena menurut pendapatnya bahwa kebenaran itu akan pudar
cahayanya karena perdebatan.
Pada
waktu Imam Hambali sedang mempelajari Sunnah, ilmu Agama dan fikihnya melalui
jalan-jalan yang diterima dari Rasul, pada saat itupula terjadi perdebatan
dalam masalah Aqoid dan masalah Khalifah, siapa yang lebi utama dari para
Shahabat, sebenarnya Imam Hambali tidak suka dan tidak mau memperdebatkan hal
itu, tapi suasana dan keadaanlah yang memaksa Imam Hambali mencampurinya[8].
a.
Bidang Aqo’id
Imam Hambali berpendapat bahwa : Iman itu adalah perkataan dan
perbuatan yang bisa bertambah dan bisa berkurang. Orang Islam yang mengerjakan
maksiat itu dinamakan muslim, tidak dinamakan mukmin, dan mengenai orang yang
mengerjakan dosa besar beliau tidak mengkafirkan mereka, beliau berkata:”
tidaklah dikafirkan seseorang dari orang-orng yang mengesakan Alloh, walaupun
mereka mengerjakan dosa besar”.
b.
Sikap Imam Hambali terhadap bid’ah dan ahli bid’ah
Sikap Imam Hambali dalam urusan bid’ah ini sangat keras. Hal ini
terlibat dalam salah satu ungkapan beliau yang mengatakan, bahwa beliau
memegang teguh dan mengikuti dengan kokohnya dengan apa yang pernah dilakukan
oleh para shahabat Nabi dan menjauhi atau meninggalkan perbuatan Bid’ah, karena
tiap-tiap bid’ah dalam urusan Agama itu adalah sesat.
c.
Cara Imam Hambali dalam memberikan Fatwa
Imam hambali dalam memberikan fatwa tentang urusan agama dan
hukum-hukum yang berkenaan dengan Agama sangat berhati-hati. Baik dalam
menjawab atau menjelaskan hukumnya.
Bahkan sering kali beliau memberikan jawban: “Saya tidak tahu atau
belum tahu atau belum saya periksa”, kalau memang belum jelas benar, tentang
perkara yang ditanyakan kepada beliau. Inilah salah satu pernyataan tentang
cara-cara Imam Hambali memberikan fatwa atau jawaban tentang
persoalan-persoalan yang ia hadapi, baik masalah hukum atau masalah-masalah
yang baru saja dihadapi dalam lingkungan masyarakat, tidak sekalipun beliau
terburu-buru dalam menjawabnya sebelum menyelidiki dan memperoleh keterangan yang
jelas yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya[9].
4.
Pola Pemikiran, Metode Istidlal Imam Ahmad Ibn Hambali
Ahmad
Amin dalam Dhuha al-Islam menyimpulkan bahwa sebenarnya fikih Ahmad ibn
Hambal lebih banyak didasarkan pada hadits, yaitu apabila terdapat hadits yang
shohih, sama sekali tidak diperhatikan faktor-faktor lainnya dan apabila
didapati fatwa Shahabat, maka fatwa tersebut diamalkan. Tetapi apabila didapati
beberapa fatwa shahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka dipilih mana
diantara fatwa shahabat tersebut yang mendekti Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun
metode Istidlal dalam menetapkan sebuah hukum adalah Al-Qur’an, Hadits, Fatwa
shahabat, Hadits mursal dan Hadis Dha’if, Qiyas[10].
C.
KESIMPULAN
Kata-kata mazhab merupakan sighat isim makan dari fi’il
madli zahaba. Zahaba artinya pergi; oleh karena itu mazhab artinya : tempat
pergi atau jalan.
Pengertian mazhab menurut istilah
dalam kalangan umat Islam ialah : Sejumlah dari fatwa-fatwa dan
pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun
lainnya.
Beliau bernama
Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal ibn Hilal Ibn Asad al-Syaibani al-Marwazi. Ia
lahir di Baghdad pada Tahun 164 H, dibesarkan dan wafat disana pada Tahun 231
H. Ahmad ibn Hambal dilahirkan ketika kekalifahan dipegang oleh Musa Al-Mahdi
dari kalangan Abbasiyah.
Fiqih Imam
Ahmad bersumber pada ajaran Islam yang asli dan jernih. Ia menegaskan ‘Din itu
kitabulloh ‘Azza Wajalla, atsar, sunan, riwayat shohih yang diambil dari
riwayat tsiqoh dalam meriwayatkan dan dikenal satu sama lain saling membenarkan
hingga sampai sanadnya sampai Rasululloh atau Shahabatnya, tabi’in, dan tabi’it
tabi’in.
Imam
Hambali bukan golongan orang-orang yang membenarkan pendapat-pendapat akal
secara mutlak, tanpa bersandar kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan sama sekali
tidak mau berdebat. Karena menurut pendapatnya bahwa kebenaran itu akan pudar
cahayanya karena perdebatan.
Ahmad
Amin dalam Dhuha al-Islam menyimpulkan bahwa sebenarnya fikih Ahmad ibn
Hambal lebih banyak didasarkan pada hadits, yaitu apabila terdapat hadits yang
shohih, sama sekali tidak diperhatikan faktor-faktor lainnya dan apabila
didapati fatwa Shahabat, maka fatwa tersebut diamalkan. Tetapi apabila didapati
beberapa fatwa shahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka dipilih mana
diantara fatwa shahabat tersebut yang mendekti Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun
metode Istidlal dalam menetapkan sebuah hukum adalah Al-Qur’an, Hadits, Fatwa
shahabat, Hadits mursal dan Hadis Dha’if, Qiyas[11].
D.
PENUTUP
Pendiri
Mazhab Hambali bernama Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal ibn Hilal Ibn Asad
al-Syaibani al-Marwazi. Ia lahir di Baghdad pada Tahun 164 H, dibesarkan dan
wafat disana pada Tahun 231 H. Ahmad ibn Hambal dilahirkan ketika kekalifahan
dipegang oleh Musa Al-Mahdi dari kalangan Abbasiyah. Mungkin inilah yang bisa
kami sampaikan, adapun banyak kekurangan dari kami, kami mohon maaf
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa Muhammad
Asy Syak’h Dr., Islam Tidak Bermadzhab hal 378-379, Gema Insani
Press, jakarta 1994
------- Perbandingan
Madzhab hal 225-231, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta T.Th
Tahido Yanggo, Huzaemah,
Dr., pengantar perbandingan madzhab hal 140-144, Logos Wacana Ilmu,
Ciputat 1997
------- pengantar
perbandingan madzhab hal 140-144, Logos Wacana Ilmu, Ciputat 1997
Ali Hasan,
Muhammad, Perbandingan Madzhab hal 225, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta T.Th
------- Perbandingan
Madzhab hal 225-231, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta T.Th
[6]
Mustofa Muhammad Asy Syak’h Dr., Islam Tidak Bermadzhab hal 378-379, Gema
Insani Press, jakarta 1994
[7]
-------- Islam Tidak Bermadzhab hal 368, Gema Insani Press,
Jakarta 1994
[8]
Ali Hasan, Muhammad, Perbandingan Madzhab hal 225, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta T.Th
[9]
------- Perbandingan Madzhab hal 225-231, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta T.Th
[10]
Tahido Yanggo, Huzaemah, Dr., pengantar perbandingan madzhab hal
140-144, Logos Wacana Ilmu, Ciputat 1997
[11]
------- pengantar perbandingan madzhab hal 140-144, Logos Wacana Ilmu,
Ciputat 1997
0 komentar:
Posting Komentar