PAULO FREIRE; MELEK HURUF UNTUK MEMBERANTAS BUTA HURUF


Paulo Freire adalah salah satu penulis, tokoh pergerakan, pembebasan terhadap kaum tertindas yang berpengaruh besar pada abad ke-20 tentang teori dan praktik pendidikan kritisnya. Ia dilahirkan di Brasil timur laut, pada 19 September 1921. Sebelum muncul teori pendidikan kritisnya, dia terlebih dahulu mencetuskan pendidikan orang dewasa.
Melihat realita sosial waktu itulah mengapa ia mengupayakan untuk mecetuskan pendidikan orang dewasa. Sedangkan orang dewasa di wilayah tersebut adalah kaumnya tertindas oleh sistem pemerintahan kapitalisme yang mana ada tembok pemisah antara orang atas dan orang bawah. Orang atas yang berkuasa menindas semaunya terhadap orang bawah. Sedangkan orang bawah dengan kerahtamahan yang palsu mencoba menerima takdir yang diberikan oleh sang pencipta. Takdir yang enggan membuat mereka untuk bergerak disamping budaya dan tradisi mereka yang secara temurun memang telah seperti itu. Dan secara terprediksi kehidupan mereka tak jauh dari realitasnya.
Melihat kondisi seperti itu, ada dorongan batin dari Paulo Freire untuk mengubah pola pikir masyarakat terhadap kaum tertindas / kalangan bawah. Salah satu program yang dilakukan oleh Freire dalam mewujudkan ambisinya yaitu menjalankan program melek huruf. Gerakan sosial dalam pendidikan orang dewasa ini bermula dari kalangan terbawah yang mayoritas adalah petani dan buruh. Dalam mejalankan tugas ini tercetuslah pendidikan kritis Paulo Freire.
Gerakan melek huruf ini dihidupkan karena melihat kondisi sosial yang mayoritas kaum marjinal / tertindas tak dapat membaca dan menulis. Dan dengan adanya gerakan ini berharap mereka terbebas dari penindasan.
Melihat pola gerakan ini berupa baca-tulis, secara logika tak perlu pendidikan ini diterapkan kepada para kalangan bawah yang mayorias berkeci pung dalam agrikultur.dan benar saja mereka kaum bawah sia-sia mengemban pendidikan semacam ini karena taka da sangkut pautnya dengan kehidupan sehariannya mereka. Mereka yang dominan bercocok-tanam mengenyang pendidikan baca-tulis dan itupun tahap belajar. Seolah ini menbuang waktu mereka saja. Dengan ini tak bisa membantu mereka mencari pekerjaan.
Maka diterapkanlah sebuah pendidikan baca-tulis yang isinya menyangkut kehidupan mereka. Yang sekiranya dapat menyadarkan dan membangkitkan semangat mereka.
Berdasarkan pengalaman sosial orang-orang yang buta huruf, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hanya kemampuan membaca dan menulis sebagai hasil program pemberantasan buta huruf yang dilakukan secara kreatif yang dapat menguji pemahaman kritis mereka atas pengalaman hidupnya. Hal ini menjadi awal dari pembebasan nasib dirinya.


0 komentar:

Posting Komentar