Setiap terjadi konflik, selalu saja
oleh para pengamat disimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh adanya
kesenjangan. Seolah-olah kesenjangan memang benar-benar menjadi sebab setiap
terjadi konflik. Selain itu, pihak yang dipersalahkan adalah pemerintah. Dianggap
bahwa, pemerintah belum mampu mengurangi jarak kesenjangan
itu, hingga mengakibatkan konflik terjadi di mana-mana. Tidak terkecuali
adalah peristiwa kerusuhan yang menimpa kelompok syi’ah di Sampang akhir-akhir
ini.
Kesenjangan rupanya sudah menjadi
sunatullah. Di dunia ini selalu saja ada orang pintar dan orang kurang
pintar, ada orang kuat ada pula yang lemah, ada yang kaya dan ada yang
miskin, dan bahkan ada yang baik dan selalu saja ada orang yang kurang baik.
Kedua masing-masing jenis itu selalu ditampakkan oleh Dzat Yang Maha
Pencipta. Begitu pula, ada konflik dan ada pula di antara orang-orang
yang saling berbagi kasih sayang. Bahkan juga ada yang selalu sehat dan
sebaliknya, ada yang selalu sakit-sakitan.
Kita semua menghendaki agar di
tengah-tengah masyarakat selalu terjadi kedamaian, tidak ada kesenjangan, tidak
ada yang miskin, semua saling kasih mengasihi, dan semua sehat. Boleh-boleh
saja keinginan itu muncul. Akan tetapi cita-cita mulia seperti itu
ternyata tidak pernah terwujud. Keadaaan indah seperti itu, hanya ada pada
dunia ide atau bayang-bayang pada setiap orang.
Tuhan menciptakan kehidupan ini
dalam keadaan berbeda-beda sebagaiomana dikemukakan di muka. Atas dasar
perbedaan itu maka muncul pula proses-proses sosial. Di masyarakat
terjadi saling konflik, kompetisi, berintegrasi, dan yang satu
mengkooptasi yang lain. Demikian pula di antara menghegeminik, saling
menguasai, dan bahkan menjajah dan memeras. Hal-hal seperti itu adalah bersifat
alami atau disebut sebagai sunnatullah.
Atas dasar kenyataan seperti itu,
manusia lewat pemimpinnya, ditantang untuk mengelola kehidupan sosial
sebaik-baiknya. Manakala tidak ada proses-proses sosial itu, maka tidak akan
terjadi dinamika sosial. Masyarakat akan mandek dan mungkin menjemukan. Sebagai
contoh, manakala tidak ada orang sakit, maka orang tidak terinspirasi
mendirikan rumah sakit, tidak ada orang belajar tentang kesehatan hingga
menjadi dokter. Manakala tidak ada kejahatan, maka tidak akan perlu
polisi, manakala tidak ada perang maka juga tidak dibutuhkan tentara, dan
seterusnya. Semua itu ada, ternyata oleh karena memiliki fungsi-fungsi
sosial dalam kehidupan ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah,
apakah konflik sebagai bagian dari proses-prtoses sosial itu selalu saja
disebabkan oleh kesenjangan. Kita lihat saja bukti-bukti berikut. Di kota-kota
besar, kita saksikan gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi,
namun di sebalahnya juga terdapat gubug-gubug reot beratapkan plastik
atau seng, dan berdinding seadanya. Ada orang yang setiap bulan
berpenghasilan ratusan juga rupiah, tetapi sebaliknya ada orang yang
berpendapatan puluhan ribu rupiah saja. Ada yang memiliki beberapa mobil mewah
tetapi juga ada yang sekedar sepeda ontel saja tidak mempunyai, dan seterusnya.
Kesenjangan yang sedemikian jauh itu
telah terjadi di mana-mana, tetapi ternyata kehidupan tetap berjalan.
Padahal yang kaya belum tentu peduli pada yang miskin, yang pintar juga
kadang justru memanfaatkan yang bodoh, dan bahkan ada pihak-pihak tertentu
justru menjadi untung oleh karena ada orang sakit. Keadaan sem ua
itu secara umum diterima oleh masyarakat. Mereka menganggap bahwa hidup, rizki,
untung dan rugi, kaya dan miskin itu semua ada yang mengatur. Mereka merasa
harus menerima atas pembagian oleh yang di atas, -------Tuhan. Atas
kenyataan itu, mereka bekerja dan berusaha. Setiap usaha ada yang
berhasil dan yang masih belum bernasib baik.
Berangkat dari kenyataan itu, maka
sebenarnya konflik tidak selalu disebabkan oleh kesenjangan. Di
mana-mana banyak terjadi kesenjangan tetapi tidak selalu melahirkan
konflik. Masyarakat oleh Dzat Yang Maha Pencipta dibekali dengan
kekuatan rasional. Berbekalkan kekuatan itu mereka akan memahami sebab musabab
hingga keadaan yang harus diterimanya. Misalnya, seseorang menjadi kaya
oleh karena memiliki modal, warisan, cerdas, keuletan, rajin dan
seterusnya, sementara orang lain tidak beruntung, tidak
memiliki semua itu.
Namun yang pasti, orang menjadi
marah hingga mengakibatkan konflik atau kerusuhan manakala diperlakukan secara
tidak adil. Semua orang rupanya menghendaki agar sesuatu berada pada tempatnya.
Manakala tempat itu tidak tepat, maka selalu saja akan melahirkan
kekecewaan, dan itulah sebab konflik yang sebenarnya. Setiap orang merasa
memiliki berbagai hak. Manakala hak-haknya itu diganggu sehingga rasa keadilan
terampas, maka di mana saja dan kapan saja akan melawan. Rasa
keadilan yang tidak terpenuhi itulah sebenarnya sebab utama
terjadinya konflik dan bukan selalu kesenjangan. Oleh karena itu tepat,
Islam mengajarkan tentang keadilan. Keadilan harus ditegakkan pada tingkat
manapun. Sebab tidak adil selalu menjadi sebab utama terjadinya konflik. Wallahu
a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar