Mengapa Umat Islam Seringkali Dihina?



Sudah terlalu sering umat Islam dihina. Tentu mereka menjadi marah. Mereka tidak bisa menerima nabinya direndahkan, kitab sucinya disepelekan, tempat ibadah dan tokohnya diganggu, dan seterusnya. Atas dasar apapun, semisal berdalih kebebasan, tidak boleh seseorang atau kelompok menghina yang lain. Dalam soal agama,  memilih  apapun boleh, tetapi tidak diperbolehkan saling menghina dan merendahkan.

Biasanya hinaan itu datang dari mereka yang merasa lebih unggul, hebat,  dan memiliki posisi yang serba lebih. Sebaliknya, yang dihina adalah dianggap lebih rendah, kecil, dan terbelakang. Umat Islam selalu dihina oleh karena dianggap lebih rendah dan terbelakang itu.  Pertanyaannya adalah,  mengapa penilaian yang sedemikian itu terjadi.

Umat Islam tentu tidak merasa lebih rendah, bahkan sebaliknya lebih tinggi dibanding umat lain manapun. Doktrin Islam mengatakan bahwa,  umat Islam adalah umat terbaik,  dilahirkan untuk manusia, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar serta selalu beriman kepada Allah.  Namun pada kenyataannya, apakah  keunggulan itu sudah benar-benar diraih. Kiranya hal-hal seperti  itu masih perlu dilihat kembali.

Dalam banyak hal, memang masih terjadi kesenjangan antara Islam ideal dengan kehidupan kaum muslimin itu sendiri. Kesenjangan itu  kadang terasa sedermikian jauh. Melalui ayat yang pertama kali diturunkan,  Islam menganjurkan agar umatnya pintar membaca dan mencipta. Namun pada kenyataannya,  dalam hal itu masih tertinggal. Umat Islam belum sepenuhnya mampu menyumbangkan hasil-hasil riset, kreasi baru,  dan teknologi kepada kehidupan ini. Selama ini, umat Islam justru baru berposisi sebagai konsumen.

Di bidang ekonomi, Islam memiliki konsep yang sangat ideal. Islam melarang riba,  dan demikian pula tidak membolehkan kekayaan hanya berputar-putar di lingkungan kelompok tertentu. Islam tidak membolehkan terjadi eksploitasi, berbohong, tidak jujur terhadap siapapun. Keadilan harus ditegakkan. Orang-orang yang memerlukan bantuan, seperti  fakir miskin, anak yatim, orang yang terbebani hutang, sedang tertindas, harus mendapatkan perhatian dari mereka yang berlebih.

Akan tetapi pada kenyataannya,  konsep itu belum sepenuhnya berhasil diwujudkan. Di kalangan umat Islam sendiri masih banyak  fakir miskin, anak yatim, orang terlantar yang belum mendapatkan perhatian. Konsep yang sedemikian indah hingga menjamin tidak akan terjadi penderitaan di tengah orang-orang  yang berlebih, terlantar, dan seterusnya, namun pada kenyataannya masih sedemikian mudah ditemui. Artinya,  konsep Islam belum sepenuhnya diimplematsikan  oleh umat Islam. Akibatnya, keindahan Islam masih tertutupi oleh umatnya sendiri.

Kelemahan itu juga dengan mudah  bisa dilihat pada institusi yang berlabelkan Islam. Lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan, ekonomi, politik, dan bahkan juga tempat ibadah, banyak yang  belum menggambarkan sebagai telah mendapatkan cahaya  dari ajaran yang sangat mulia ini. Sebagai contoh,  lembaga pendidikan yang berlabelkan Islam belum banyak  yang meraih kualitas  terbaik. Bahkan lebih nyata lagi, partai politik yang beridentitas Islam, ternyata nilai-nilai Islam di sana juga belum berhasil diimplementasikan.

Orang luar dalam melihat Islam  biasanya tidak mendasarkan pada  kitab suci dan juga tradisi kehidupan Nabi  yang sedemikian indah. Mereka melihat Islam dari keadaan umatnya itu saja. Maka akibatnya, mereka akan mendapatkan kesan bahwa Islam itu rendah, tertinggal,  miskin, kasar, dan identitas negatif  lainnya yang kurang menyenangkan. Padahal ada semacam jarak yang cukup lebar antara Islam ideal dan yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya,  banyak terjadi kesalah-pahaman terhadap Islam.

Oleh karena itu,   agar orang lain tidak selalu menghina kaum muslimin, maka cara terbaik  adalah  secara cepat membangun  kesadaran dari kalangan  umat Islam sendiri untuk melakukan gerakan memperbaiki diri,  sehingga konsep Islam yang sedemikian ideal bisa diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ajaran Islam yang sedemikian tinggi dalam menghargai ilmu, riset dan mencipta, maka umat Islam didorong untuk melakukannya. Kekayaan ilmu dan kemampuan mencipta harus menjadi identitas sebagai seorang muslim.

Umat Islam harus menjauh dari kebodohan,  miskin, tidak jujur, khianat, tidak peduli sesama,  dan perbuatan lain yang berkonotasi merusak, nista,  dan merendahkan. Umat Islam harus menjadi yang terbaik. Manakala  umat Islam segera mampu memperbaiki keadaannya dan meraih sebagaimana konsep  ideal yang bersumber dari kitab suci dan tauladan nabi itu, maka hinaan itu tidak akan terjadi lagi. Orang yang dipandang hebat tidak pernah dihina oleh siapapun, apalagi  oleh mereka yang kurang hebat. Wallahu a’lam.       


Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar