Sudah
terlalu sering umat Islam dihina. Tentu mereka menjadi marah. Mereka tidak bisa
menerima nabinya direndahkan, kitab sucinya disepelekan, tempat ibadah dan
tokohnya diganggu, dan seterusnya. Atas dasar apapun, semisal berdalih
kebebasan, tidak boleh seseorang atau kelompok menghina yang lain. Dalam soal
agama, memilih apapun boleh, tetapi tidak diperbolehkan
saling menghina dan merendahkan.
Biasanya
hinaan itu datang dari mereka yang merasa lebih unggul, hebat, dan memiliki posisi yang serba lebih.
Sebaliknya, yang dihina adalah dianggap lebih rendah, kecil, dan terbelakang.
Umat Islam selalu dihina oleh karena dianggap lebih rendah dan terbelakang
itu. Pertanyaannya adalah, mengapa penilaian yang sedemikian itu
terjadi.
Umat
Islam tentu tidak merasa lebih rendah, bahkan sebaliknya lebih tinggi dibanding
umat lain manapun. Doktrin Islam mengatakan bahwa, umat Islam adalah umat terbaik, dilahirkan untuk manusia, mengajak kepada
kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar serta selalu beriman kepada
Allah. Namun pada kenyataannya,
apakah keunggulan itu sudah benar-benar
diraih. Kiranya hal-hal seperti itu
masih perlu dilihat kembali.
Dalam
banyak hal, memang masih terjadi kesenjangan antara Islam ideal dengan
kehidupan kaum muslimin itu sendiri. Kesenjangan itu kadang terasa sedermikian jauh. Melalui ayat
yang pertama kali diturunkan, Islam
menganjurkan agar umatnya pintar membaca dan mencipta. Namun pada kenyataannya, dalam hal itu masih tertinggal. Umat Islam
belum sepenuhnya mampu menyumbangkan hasil-hasil riset, kreasi baru, dan teknologi kepada kehidupan ini. Selama
ini, umat Islam justru baru berposisi sebagai konsumen.
Di
bidang ekonomi, Islam memiliki konsep yang sangat ideal. Islam melarang
riba, dan demikian pula tidak membolehkan
kekayaan hanya berputar-putar di lingkungan kelompok tertentu. Islam tidak
membolehkan terjadi eksploitasi, berbohong, tidak jujur terhadap siapapun.
Keadilan harus ditegakkan. Orang-orang yang memerlukan bantuan, seperti fakir miskin, anak yatim, orang yang
terbebani hutang, sedang tertindas, harus mendapatkan perhatian dari mereka
yang berlebih.
Akan
tetapi pada kenyataannya, konsep itu
belum sepenuhnya berhasil diwujudkan. Di kalangan umat Islam sendiri masih
banyak fakir miskin, anak yatim, orang terlantar
yang belum mendapatkan perhatian. Konsep yang sedemikian indah hingga menjamin
tidak akan terjadi penderitaan di tengah orang-orang yang berlebih, terlantar, dan seterusnya,
namun pada kenyataannya masih sedemikian mudah ditemui. Artinya, konsep Islam belum sepenuhnya
diimplematsikan oleh umat Islam.
Akibatnya, keindahan Islam masih tertutupi oleh umatnya sendiri.
Kelemahan
itu juga dengan mudah bisa dilihat pada
institusi yang berlabelkan Islam. Lembaga pendidikan, pelayanan kesehatan,
ekonomi, politik, dan bahkan juga tempat ibadah, banyak yang belum menggambarkan sebagai telah mendapatkan
cahaya dari ajaran yang sangat mulia
ini. Sebagai contoh, lembaga pendidikan
yang berlabelkan Islam belum banyak yang
meraih kualitas terbaik. Bahkan lebih
nyata lagi, partai politik yang beridentitas Islam, ternyata nilai-nilai Islam
di sana juga belum berhasil diimplementasikan.
Orang
luar dalam melihat Islam biasanya tidak
mendasarkan pada kitab suci dan juga
tradisi kehidupan Nabi yang sedemikian
indah. Mereka melihat Islam dari keadaan umatnya itu saja. Maka akibatnya,
mereka akan mendapatkan kesan bahwa Islam itu rendah, tertinggal, miskin, kasar, dan identitas negatif lainnya yang kurang menyenangkan. Padahal ada
semacam jarak yang cukup lebar antara Islam ideal dan yang terimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya,
banyak terjadi kesalah-pahaman terhadap Islam.
Oleh
karena itu, agar orang lain tidak
selalu menghina kaum muslimin, maka cara terbaik adalah
secara cepat membangun kesadaran
dari kalangan umat Islam sendiri untuk
melakukan gerakan memperbaiki diri,
sehingga konsep Islam yang sedemikian ideal bisa diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, ajaran Islam yang sedemikian tinggi dalam
menghargai ilmu, riset dan mencipta, maka umat Islam didorong untuk
melakukannya. Kekayaan ilmu dan kemampuan mencipta harus menjadi identitas
sebagai seorang muslim.
Umat
Islam harus menjauh dari kebodohan,
miskin, tidak jujur, khianat, tidak peduli sesama, dan perbuatan lain yang berkonotasi merusak,
nista, dan merendahkan. Umat Islam harus
menjadi yang terbaik. Manakala umat
Islam segera mampu memperbaiki keadaannya dan meraih sebagaimana konsep ideal yang bersumber dari kitab suci dan
tauladan nabi itu, maka hinaan itu tidak akan terjadi lagi. Orang yang
dipandang hebat tidak pernah dihina oleh siapapun, apalagi oleh mereka yang kurang hebat. Wallahu
a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar