Kotak-kotak dalam Islam



Pemahaman bahwa sumber pokok ajaran Islam itu adalah sama, yaitu al Qur’an dan hadits adalah sudah disepakati sejak lama. Tidak ada orang berselisih tentang itu. Semua orang bersepakat. Akan tetapi di dalam mengimplementasikan ajaran itu, ternyata terdapat perbedaan-perbedaan hingga mengakibatkan munculnya berbagai aliran, kelompok atau madzab. Masing-masing aliran itu memiliki pendukung. Itulah sebabnya dalam Islam tampak adanya kotak-kotak yang berbeda-beda.

Perbedaan itu sesungguhnya hanya dari sebagian ajaran Islam, yaitu lebih banyak terkait dengan kegiatan ritual atau fiqh. Kebanyakan orang mengatakan bahwa perbedaan itu hanya berada pada aspek furu’, atau cabangnya saja. Sedangkan aspek pokok atau yang bersifat dasar sebenarnya adalah sama. Semua meyakini bahwa Tuhan adalah Esa, yaitu Allah swt., bahwa Muhammad saw., adalah utusan-Nya, al Qur’an adalah kitab suci, dan ka’bah adalah kiblatnya.

Perbedaan itu sebenarnya tidak lepas dari sejarah dan pemikiran Islam. Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia pada masyarakat yang sebelumnya memiliki agama, pemikiran, dan kepercayaan yang berbeda-beda. Selain itu, ajaran Islam tidak akan mungkin disampaikan dan diterima sekaligus, dan bahkan hingga saat inipun tidak ada orang yang memahami dan menjalankan Islam secara sempurna. Hal itu disebabkan oleh karena Islam sedemikian luas, termasuk kegiatan ritualnya sekalipun. Islam dijalankan secara sempurna hanya oleh Nabi Muhammad saw. Sedang para pengikutnya, dilihat dari perspektif kehidupan sosial adalah selalu menyandang ketidak-sempurnaan.

Masing-masing orang dalam mengimplementasikan ajaran Islam selalu berada pada proses menuju kesempurnaan. Niat dan kemauannya adalah menuju tingkat kesempurnaan. Akan tetapi kesempurnaan itu tidak pernah diraih oleh siapapun, karena kelemahan dan atau kekurangan masing-masing orang. Islam sebagai ajaran yang sempurna ditangkap dan didekati oleh orang yang tidak pernah sempurna. Atas dasar kenyataan itu, maka menjadikan Islam dalam tataran implementatif tidak pernah sempurna. Maka, ketidak-sempurnaan adalah milik semua. Pemahaman seperti itu akan menjadikan tidak ada orang yang mengklaim bahwa dirinya yang paling benar.

Selain hal tersebut juga menjadikan kotak-kotak dalam Islam adalah hal yang biasa dan atau merupakan keniscayaan. Tidak akan ada pemahaman dan implementasi Islam secara seragam dan apalagi persis sama. Orang-orang yang berada dalam satu kelompok, sekalipun merasa sama, pada hakekatnya adalah tidak persis sama. Apalagi, ajaran Islam itu tidak saja dijalankan dari aspek lahir, melainkan juga aspek batin. Pada aspek dhahir antara beberapa orang mungkin bisa disamakan, tetapi bagaimana menyeragamkan aspek batin. Mungkin hal yang bersifat lahir, misalnya dalam pengucapan doa bisa dibuat sama. Akan tetapi dari aspek yang lebih dalam, yaitu batin terhadap banyak orang tidak akan pernah bisa diseragamkan.

Berangkat dari pandangan tersebut, maka kotak-kotak dalam Islam sebenarnya lebih banyak jumlahnya dari sekedar yang tampak. Di Indonesia misalnya, terdapat organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, Persis, PUI, Tarbiyah Islamiyah, dan pada akhir-akhir ini muncul kelompok-kelompok lainnya yang merasa sebagai bagian dari Islam. Fenomena seperti itu seharusnya dipahami sebagai sesuatu yang biasa. Perbedaan-perbedaan itu adalah keniscayaan yang tidak akan mungkin dicegah. Manusia selalu suka bertanya dan mencari sesuatu untuk memuaskan intelektualnya.

Sifat suka bertanya tersebut akan melahirkan perbedaan-perbedaan, yang pada satu sisi menguntungkan untuk melahirkan kompetisi dalam melakukan kebaikan. Suatu kompetisi tidak akan terjadi manakala hanya terdiri dari satu kelompok. Islam sendiri juga mengajarkan apa yang disebut dengan fastabiqul khairat atau berloba-lombalah dalam kebaikan. Bahkan uniknya, kompetisi dalam Islam tidak mengenal finish, dan juga kemenangan secara hakiki. Sebab kemenangan dalam Islam bukan saja terlihat pada saat sekarang, melainkan akan dirasakan pada waktunya nanti di hari kemudian.

Kelompok atau kotak-kotak dalam Islam seharusnya dipahami sebagai sebuah kelebihan untuk mendapatkan kemajuan bersama. Sedangkan yang tidak dibolehkan adalah manakala terjadi permusuhan, pertikaian, dan saling menjatuhkan. Dalam Islam diajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi yang lain. Manakala ajaran itu dipeluas hingga menjadi, bahwa sebaik-baik kotak adalah kotak yang memberi manfaat bagi kotak lainnya, maka kehidupan ini akan menjadi sangat indah. Kehidupan ini memang pada kenyataannya berkotak-kotak, tetapi keberadaan sebuah kotak justru menjadikan keindahan terhadap kotak lainnya, atau bahkan kotak-kotak yang berbeda-beda itu secara bersama-sama berhasil membangun sebuah keindahan bagi siapapun yang melihatnya. Wallahu a’lam

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar