Pintu Dikenal sebagai Orang Besar



Suatu ketika,  ada seorang datang menanyakan bagaimana menjadi orang besar. Pertanyaan itu terasa aneh, tetapi sebenarnya mengandung kekuatan yang tidak semua orang memilikinya. Orang yang bertanya itu, saya anggap  setidaknya memiliki cita-cita yang relatif jelas. Ia menginginkan agar hidupnya dikenal dan memberi sesuatu bagi orang lain.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, saya jelaskan bahwa yang saya maksud sebagai   orang besar sebagaimana yang ditanyakan itu berbeda dengan orang pupuler, terkenal, atau masyhur. Orang  besar tidak sekedar  populer atau masyhur. Sebab, seorang koruptor bisa jadi populer atau masyhur, tetapi ia bukan seorang besar.    Yang saya  maksud sebagai orang besar sebagaimana yang ditanyakan itu adalah orang yang memberi manfaat bagi orang lain.

Penyandang nama  besar biasanya sekaligus juga  populer, terkenal dan masyhur. Sebagai contoh,  Presiden Soekarno adalah orang besar. Proklamator ini  sangat masyhur dan dikenal di berbagai negara di dunia ini. Ia dikenal tidak saja ketika masih hidup, melainkan juga dalam waktu yang lama. Sekalipun yang bersangkutan sudah meninggal dunia, masih tetap akan dikenang hingga beratus-ratus tahun.

Menjadi orang besar adalah sama artinya dengan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Tentu kebesaran itu bertingkat-tingkat, sesuai dengan manfaat yang berhasil diberikannya. Seseorang hanya memberi manfaat sebatas lingkup keluarganya, orang-orang yang berada di lingkungan tempat tinggalnya, di organisasi di mana yang bersangkutan bergabung,  atau  senegara atau sebangsanya, dan bahkan lebih luas dari itu, ialah pada seluruh kehidupan tanpa batas tempat atau waktu.

Banyak orang tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain, sehingga hidupnya tidak memberi manfaat, kecuali untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Orang seperti ini tidak akan mungkin disebut sebagai orang besar. Akan tetapi,  bisa jadi, suatu saat, orang seperti ini menjadi terkenal dan atau masyhur oleh karena perbuatannya yang aneh. Misalnya, oleh karena stress,  ia lalu membakar diri dan seisi rumahnya. Berita itu lalu ditulis dan  disiarkan oleh media massa. Akhirnya, yang bersangkutan menjadi dikenal oleh banyak orang.

Berbeda dari contoh tersebut,  orang besar selalu peduli terhadap orang lain dan bahkan masyarakat luas.  Semakin  luas dan banyak orang yang mendapatkan manfaat dari kehidupan orang dimaksud, maka yang bersangkutan disebut sebagai  semakin  besar. Lagi-lagi, sebagai contoh yang mudah dipahami adalah  presiden Soekarno. Siapapun akan mengatakan bahwa, ia adalah seorang besar, oleh karena seluruh  hidupnya digunakan untuk berjuang membela rakyat.

Para nabi dan rasul adalah orang-orang besar. Mereka menjadi utusan Tuhan yang bertugas menyelamatkan kehidupan dalam sejarah  umat manusia. Sejarah kehidupan dan perjuangan mereka dipelajari, kata-kata dan perilakunya dijadikan pedoman, dan bahkan kecintaannya ditumpahkan kepada mereka. Mereka itu adalah orang-orang besar oleh karena telah memberikan seluruh hidupnya untuk kepentingan kehidupan ini.

Orang biasa tidak seperti rasul dan nabi. Nama besar bagi orang biasa hanya  sebatas  kemampuan dan seluas resonansi yang dibangun. Oleh karena itu untuk menjawab pertanyaan di muka, saya  sampaikan bahwa semua orang   berpeluang menjadi orang besar. Akan tetapi yang perlu dipahami bahwa kebesaran itu sebenarnya tergantung dari besar dan luasnya manfaat yang diberikan olehnya kepada kehidupan ini. Untuk menjadi orang besar, maka pikiran dan hatinya harus diperluas dan diperbesar. Sebab semua itu tergantung dari dua hal tersebut.

Seseorang akan berhasil  memberi manfaat terhadap orang lain, manakala yang bersangkutan menyandang pikiran, jiwa, dan hati yang besar. Islam mengajarkian tentang itu semua. Bahkan nabi juga pernah mengatakan, bahwa sebaik-baik orang adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain. Maka artinya, siapapun yang ingin menjadi orang besar, maka pintu yang harus dilalui adalah menjadi Islam, dalam arti setidak-tidaknya selalu berpikir, berjiwa,  dan berhati besar itu. Wallahu a’lam.     

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar