Menangkap Nilai Islam dalam Perjalanan Jakarta-Riyadh



Islam yang selama ini saya tangkap adalah ajaran memerintahkan pada ummatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Perintah membaca pada ayat yang pertama kali ditirunkan oleh Allah dalam al Qur’an selalu saya maknai sebagai betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi ummat Islam.  Islam  membawa ummatnya kaya ilmu. Sebagai ciri khas ummat Islam adalah  mencitai ilmu pengetahuan. Apalagi Tuhan akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan pada beberapa derajat lebih tinggi.

Ilmu adalah sebagai pintu masuk atau kunci pada kemajuan. Oleh karena itu, semestinya ummat Islam adalah ummat yang maju, dinamis, inovatif,   dan akhirnya  membuahkan budaya dan berperadaban tinggi, mengungguli ummat lainnya.  Namun  pada kenyataannya  belum selalu demikian. Sementara ummat Islam masih mengalami ketertinggalan, keterbelakangan dan  dalam banyak hal, termasuk dalam pengembangan ilmu pengetahuan  masih terkalahkan  oleh  ummat lainnya.

Al Qur’an memberikan inspirasi dan bahkan petunjuk tentang kehidupan ini  sedemikian luas dan besar. Islam mengingatkan tentang betapa pentingnya berbagi kasih sayang, mengenal dan menghormati antar sesama orang,  bekerjasama dan berrtolong menolong. Islam mengajarkan agar antar sesama saling berbuat baik dan memberi manfaat. Sebaliknya,  Islam melarang terhadap siapapun melakukan kerusakan di muka bumi, saling bermusuhan dan apalagi memusnahkan.

Di sepanjang perjalanan dari Jakarta hingga Riyadh yang saya renungkan adalah produk-produk ilmu pengetahuan, mulai dari kemajuan alat transportasi modern berupa pesawat udara yang sedemikian canggih, manajemen airport, mulai dari di Jakarta, Dubai, hingga di Riyadh.  Saya membayangkan, apakah pencipta pesawat udara dahulu itu telah  mendapatkan inspirasi  dari al Qur’an dan atau  dari makhluk-makhluk sebangsa burung atau binatang lainnya yang mampu terbang dari satu tempat ke tempat lain. Al Qur’an menganjurkan agar manusia merenungkan ciptaan Allah baik yang ada  di langit maupun di bumi.

Setiap kali saya masuk di airport, mulai  di Jakarta misalnya, pelayanan terhadap  orang-orang yang sedang bepergian diatur sedemikian rupa,  agar semua orang terlayani dengan baik, aman dan menyenangkan. Seolah-olah di tempat pemberangkatan dan kedatangan dari bepergian itu tidak boleh ada orang yang merasa susah, kecewa dan terganggu. Semua pelayanan terstandarisasi, sehingga siapapun terjamin keamanannya.  Begitu pula tatkala saya nyampai di airport Dubai. Lapangan terbang itu sedemikian luas dan indah, melayani orang yang berpergian  ke berbagai penjuru dunia.  Berbagai fasilitas disediakan, mulai dari perbelanjaan, tempat istirahat, beribadah seperti shalat,  dan lain-lain. Lingkungan airport ditata rapi dan indah, serta dijaga kebersihannya.

Gambaran indah dan bersih juga tampak di airpor Riyadh. Siapapun yang masuk bandara itu, mendapatkan pelayanan yang baik. Berbagai petunjuk, informasi dan pusat-pusat pelayanan bagi siapapun  disediakan. Orang yang akan pergi dan datang dari bepergian mendapatkan pelayanan yang sedemikian baik. Semua aspek yang menjadi kebutuhan orang dalam bepergian, pada umumnya  telah disediakan pelayanan. Hadits nabi yang mengatakan bahwa khoirunnas anfauhum linnas terasa berbicara secara terus menerus di tempat modern seperti itu.

Menghayati  pusat-pusat pelayanan modern itu, -----di airport misalnya,  saya merasakan bahwa gambaran itu semua sebenarnya adalah merupakan ekpresi ajaran Islam dalam kehidupan di abad modern ini. Di tempat-tempat  itu,  melalui  manajemen modern, diciptakan suasana  agar tidak ada orang yang mengalami kesulitan,  kesusahan, dan penderitaan  dalam melakukan perjalanan. Melalui managemen modern itu, semua orang dibuat agar merasa ada kepastian, kemudahan dan keselamatan dalam melakukan perjalanan. Islam   lewat al Qur’an dan tradisi kehidupan nabi mengajarkan  tentang prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan dan selalu membuat agar orang lain meraih kemudahan dan keselamatan.

Namun sayangnya, selama ini Islam baru ditangkap dari aspek-aspek yang bersifat teosentris, yakni ajaran yang seolah-olah  hanya menyangkut tatacara kehidupan yang bersifat penyembahan terhadap Tuhan. Padahal Islam selain mengatur  hablum minallah juga hablum minnas. Islam  semestinya dipandang sebagai ajaran yang juga mengutamakan hubungan dan  berbuat baik antar sesama. Cara pandang yang kurang utuh itu membawa  sebagian manusia sedemikian shaleh terhadap Tuhan, tetapi melupakan kesalehan terhadap sesama manusia. Seseorang sedemikian jeli terhadap hal-hal yang bersifat ritual,   namun  sebaliknya, sedemikian longgar terhadap hal-hal yang terkait dengan kehidupan sesama.

Saya membayangkan, umpama Islam berhasil ditangkap secara utuh, maka akan menghasilkan kehidupan berperadaban unggul. Orang akan selalu ingat Allah,  yang selanjutnya melahirkan  semangat untuk memudahkan dan memberi manfaat bagi sesama. Kehidupan ber-Islam menjadi  lebih sempurna, oleh karena selalu  mengedepankan keimanan, ilmu pengetahuan, amal shaleh dan akhlakul karimah. Pelayanan di beberapa airport yang saya tulis dalam perlajanan ini mengekpresikan Islam yang saya pahami selama ini. Wallahu a’lam.    
         

Imam Suprayogo

0 komentar:

Posting Komentar