Menurut al Qur’an,
peran manusia sebenarnya adalah sangat mulia, yaitu sebagai khalifah di
muka bumi. Kita mesti membayangkan bahwa peran seorang khalifah adalah sebagai
pengatur, pemimpin, pengelola atau manajer. Peran itu bukan sembarangan, dan
tidak diberikan ke sembarang makhluknya, kecuali kepada manusia.
Sebagai bekal menjalankan peran itu manusia dilengkapi
dengan piranti lebih dibanding makhluk lainnya. Manusia dilengkapi dengan
akal, qalb, nafsu, selain juga
bentuk tubuh yang sedemikian indah.
Berbekalkan akalnya, manusia
diharapkan bisa berpikir jernih, mampu melihat dan memahami dirinya sendiri,
dan alam semesta.
Selain itu dengan hatinya, maka manusia diharapkan bisa
membedakan antara yang baik dan yang buruk, sesuatu yang benar dan yang
salah, tentang keindahan, kejujuran,
keadilan, kearifan, dan lain-lain. Orang yang hatinya baik, maka akan
mampu memilih sesuatu yang baik dan indah. Begitu sebaliknya, orang yang
hatinya sedang sakit, maka apa saja dianggap buruk. Itulah sebabnya hati
diumpamakan sebagai kaca. Kaca yang buruk akan memantulkan gambar yang tidak
jelas..
Manusia juga dikaruniai nafsu atau keinginan, baik nafsu
berbuat negatif maupun nafsu berbuat
positif. Dua jenis nafsu itu ada pada diri semua orang. Dikatakan bahwa, setiap orang harus mampu mengendalikan nafsu
yang ada pada dirinya. Orang yang tidak mampu mengendalikan nafsu negatif, maka
yang bersangkutan akan kehilangan sifat-sifat kemanusiaannya.
Tidak semua orang mampu mengendalikan nafsunya. Sekalipun
seseorang tahu misalnya, bahwa sesuatu perbuatan adalah jelek dan merugikan
dirinya sendiri, tetapi toh kegiatannya itu dilakukannya. Mereka
tahu bahwa meminum narkoba adalah merusak dirinya sendiri, tetapi tidak
semua orang mampu menghindar dari perbuatan itu. Korupsi adalah dilarang dan
pelakunya akan dipenjara, tetapi masih saja dijalani dan akhirnya benar-benar
yang bersangkutan masuk bui.
Nafsu itu tidak selalu buruk dan merugikan. Masih terdapat
pada diri manusia nafsu untuk berbuat
baik. Seseorang yang menjadi senang tatkala
melihat orang lain bergembira, beruntung, selamat, dan sejahtera adalah bertanda bahwa yang
bersangkutan memiliki nafsu baik. Demikian pula
orang yang sehari-hari menegakkan keadilan, kejujuran, dan mengajak
kepada kebaikan. Sebagai khalifah, maka seseorang seharusnya selalu memelihara
nafsu untuk berbuat kebaikan itu.
Berbekalkan akal, hati,
dan nafsu saja ternyata,
manusia tidak akan mampu mengemban
amanah sebagai khalifah. Bekal tersebut
harus disempurnakan dengan
petunjuk lainnya, ialah ajaran yang bersumber dari al Qur’an dan Hadits
Nabi. Orang yang hanya menggunakan akal
dan hatinya semata tidak akan cukup,
bahkan sekedar menjadi khalifah
terhadap dirinya sendiri, apalagi
menjadi khalifah terhadap orang lain
atau lebih-lebih terhadap alam
lingkungannya.
Peran kekhalifahan akan bisa dijalankan secara baik manakala
semua jenis bekal yang dikaruniakan oleh Tuhan dimanfaatkan sebaik-baiknya,
yaitu akal, qalb, nafsu, dan juga ajaran yang bersumber dari kitab suci dan
tauladan dari nabi-Nya. Bahkan selain
itu semua, siapapun masih harus selalu memohon kepada Allah, agar dikaruniai kekuatan dan hidayah untuk menjalankan amanah itu. Peran sebagai khalifah memang mulia,
tetapi siapapun tidak
mudah menjalankannya. Wallahu a’lam.
Imam Suprayogo
0 komentar:
Posting Komentar